Keesokan harinya, Sergio menerima undangan tak terduga ke pesta amal.Biasanya dia tidak perlu hadir secara langsung dalam situasi ini, cukup meminta Ervan menyumbangkan sejumlah uang. Namun, beberapa waktu ini Perusahaan Hardwin sedang mendiskusikan sebuah proyek dan mitra kerja sama mereka lah yang secara khusus mengirimkan undangan ini. Jadi, dia tidak bisa menolak.Karena itu, Sergio menelepon Hazel dan memintanya untuk tidak menunggunya malam ini.Hotel tempat diadakannya pesta amal tersebut kebetulan merupakan properti milik Perusahaan Hardwin dan hanya berjarak setengah jam lebih dari Perusahaan Hardwin.Begitu keluar dari mobil, banyak reporter dan media berkumpul di sekeliling Sergio, mengajukan pertanyaan satu demi satu."Tuan Sergio, kabarnya Tuan Justin dan nona kedua dari Keluarga Vandana menikah. Apa berita ini benar?""Kedua putri dari Keluarga Vandana menikahi dua pria dari Keluarga Hardwin. Apa pernikahan ini akan mengacaukan hierarki di Keluarga Hardwin? Bagaimana men
Wajah Kenan benar-benar pucat, seperti orang yang kehabisan tenaga dan kekuatan.Semuanya sudah berakhir ....Dia sepertinya sudah membuat kerja sama ini hancur!Sergio berjalan mengitari aula dan tiba-tiba mendengar seseorang memanggilnya."Kak Sergio!"Dia berbalik dan melihat Erlina berlari dengan sepatu hak tinggi dan mengangkat roknya. Sorot mata gadis itu terlihat berbinar dan penuh keterkejutan."Kak Sergio, ini benar-benar kamu?"Sergio mengerutkan kening dan berkata dengan tegas, "Sudah kubilang, jangan panggil aku seperti itu."Erlina tertegun dan matanya langsung memerah. "Aku nggak bermaksud begitu. Aku terlalu bersemangat saat melihatmu di sini. Jangan marah."Nadanya terdengar mendayu-dayu dan manja.Laki-laki yang menemani Erlina mengerutkan kening dan menatap Sergio dengan pandangan tidak senang. "Perhatikan bicaramu! Bukankah itu hanya sebuah panggilan, kamu nggak perlu sampai segitunya."Sergio memandang pria yang berbicara itu. Dia adalah seorang playboy terkenal di
Sergio berjalan ke sudut koridor dan tiba-tiba bertemu dengan sosok yang dikenalnya. Erlina!Erlina memandangnya dan berpura-pura khawatir, "Om kenapa? Nggak enak badan?"Saat mengatakan itu, Erlina berjinjit, mencoba memeriksa kening Sergio dengan punggung tangannya.Sergio mundur setengah langkah tanpa sadar dan menghindari tindakannya tepat waktu.Erlina berdiri dengan sepatu hak tinggi dan berjinjit. Tiba-tiba, dia kehilangan keseimbangan dan tubuhnya gontai, hampir jatuh ke lantai.Untung saja dia berhasil berpegangan pada dinding di sampingnya tepat waktu untuk menstabilkan posisinya."Om, aku cuma mau peduli sama Om. Kenapa kamu sekejam itu kepadaku?"Mendengar tuduhannya, Sergio tetap tenang dan berkata, "Aku nggak butuh kepedulianmu. Aku akan katakan untuk terakhir kali. Aku sudah menikah. Kalau kamu punya kesadaran diri, harusnya kamu nggak punya angan-angan yang nggak realistis."Mata Erlina memerah dan air mata langsung membanjiri matanya. "Paman, katakan, apa yang kurang d
Namun, semuanya tidak berjalan sesuai yang diharapkan Sergio. Hazel menyaksikan semua itu.Apa Hazel akan takut padanya dan membencinya?Hazel tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Sergio. Ketika melihat ada yang tidak beres dengan Sergio, dia segera berlari dan melemparkan dirinya ke dalam pelukan Sergio."Om nggak apa-apa? Apa yang barusan terjadi?"Merasakan kelembutan di pelukannya, Sergio berusaha keras untuk menekan emosi yang membuncah di dalam hatinya dan bertanya dengan suara serak, "Hazel, kenapa kamu ada di sini?""Aku dapat pesan, katanya ...." Hazel menatap Erlina dengan tatapan dingin dan melanjutkan, "Katanya Om pesan hotel sama wanita lain. Bukan cuma alamat hotelnya saja yang dikirimkan padaku, tapi nomor kamarnya juga."Hazel segera bergegas ke mari setelah menerima pesan teks dari Erlina.Dia tidak percaya Sergio akan selingkuh. Namun, dia ingin datang dan menyaksikannya sendiri.Dia tidak mendapat undangan, jadi menelepon Rafael dan memintanya mengajaknya masuk.Dia
Setelah mendengar jawaban Rafael, Hazel akhirnya duduk kembali di dalam mobil.Dia memandang Rafael dan berkata dengan suara yang dalam, "Katakan sejujurnya apa yang terjadi."Mata Rafael menghindar dan tidak berani menatap mata Hazel. Dia menggerutu pelan, "Sebenarnya Sergio pernah menderita penyakit jiwa, yang merupakan gejala sisa dari penculikan yang terjadi saat dia masih kecil."Kata-kata ini bagaikan guntur yang meledak di hati Hazel.Dia membeku di tempat karena terkejut dan pikirannya menjadi kosong untuk waktu yang lama.Melihat ekspresinya, Rafael langsung menenangkan, "Tapi jangan khawatir, Hazel, penyakitnya hampir sembuh. Aku cuma merasa kalau kondisinya barusan mirip dengan penyakitnya sebelumnya."Hazel mengatupkan bibirnya erat-erat dan tidak mengatakan apa pun.Makin Hazel bersikap seperti ini, Rafael makin tidak tenang.Mungkinkah dia melakukan kesalahan yang sangat besar?Saat itu, Sergio diculik dan terluka parah. Dia bahkan sempat tidak sadarkan diri cukup lama se
Rafael mengumpat, lalu meminta Hazel keluar.Hazel yang merasa tidak enak hati pun memutuskan untuk keluar dari kamar.Saat ini, pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka dari dalam dan Vexal keluar dari sana. Dia berpakaian rapi, tidak terlihat seperti baru selesai mandi.Jawabannya sudah jelas, Sergio ada di dalam sana.Hazel bertanya dengan bingung, "Vexal, apa Om datang ke sini? Apa dia baik-baik saja?"Vexal meliriknya, membenarkan kacamata yang bertengger di pangkal hidungnya dan menjawab, "Ada di dalam. Aku nggak sarankan kamu masuk sekarang. Ada yang memberinya perangsang.""Apa?"Mata Hazel penuh rasa tidak percaya. Gambaran saat dia bertemu Sergio di hotel tiba-tiba muncul di benaknya.Ternyata Sergio tidak sakit, melainkan sedang marah.Pesan teks yang dia terima mungkin sengaja dikirimkan kepadanya oleh Erlina.Hazel kembali bertanya, "Apa ada solusi? Apa Om sangat tersiksa? Aku ingin bertemu dengannya."Vexal merenung sejenak, lalu menjawab, "Aku sudah minta seseorang buat kirim
Pintu dibuka dan Vexal melangkah keluar dari kamar mandi.Hazel melangkah maju dan bertanya dengan mendesak, "Vexal, bagaimana keadaan Om? Apa penawarnya sudah bekerja?""Ya, tapi dia masih perlu berendam beberapa jam lagi. Begitu efek obatnya hilang, dia akan baik-baik saja. Kamu bisa masuk dan merawatnya."Hazel mengangguk, kerutan tanda kekhawatiran di keningnya akhirnya mengendur.Dia teringat akan sesuatu dan sudah membuka mulutnya, tetapi dia menahannya.Vexal memperhatikan perubahan ekspresinya dan bertanya dengan tenang, "Ada pertanyaan?"Saat menghadapi Hazel, dia terlihat lebih sabar dibandingkan saat menghadapi orang lain.Rafael yang melihat ini pun sangat terkejut.Dia telah mengenal Vexal selama bertahun-tahun dan merasa bangga karena telah mengenalnya dengan baik.Vexal adalah orang yang hidup di dunianya sendiri dan tidak pernah peduli dengan perasaan orang lain.Bahkan di dunianya pun tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, apalagi bersikap lembut kepada seseorang.
Pupil mata yang semula kosong dan membesar perlahan mulai fokus, tertuju pada wajah cemas Hazel. Tatapan Sergio berhenti dan dia dengan cepat menekan rasa dingin di matanya.Dia memegang tangan Hazel dan menggelengkan kepalanya. "Aku baik-baik saja. Bukannya aku sudah bilang kamu nggak perlu datang? Kenapa kamu tetap datang?"Hazel bertanya kepadanya dengan mata merah, "Kalau aku nggak datang, apa kamu akan terus menyembunyikannya dariku dan berpura-pura nggak terjadi apa-apa?"Sergio mengerutkan bibir tak berdaya. Dia memang punya pemikiran seperti itu.Dia tidak ingin Hazel khawatir, apalagi sampai menangis karenanya.Hazel mendecih, sudah tahu kalau Sergio akan bersikap seperti ini.Meski belum lama menikah, Sergio hampir selalu menunjukkan sisi terbaiknya di hadapan Hazel dan tidak pernah membiarkannya mengetahui sisi rentannya.Hal inilah yang membuat pemahaman Hazel terhadap Sergio terlalu terbatas.Hazel tidak menyukai ini karena membuatnya merasa ada suatu lapisan yang menjadi