Teman-temannya dalam bahaya. Meski Angga dan Aryan tetap dengan gengsi mereka yang setinggi bangunan Burj Al-Arab, tapi anggota lain mulai bergantian mengirimi Danish pesan dengan rengekan-rengekan mereka untuk minta bantuan. Sekarang yang jadi musuh geng mereka adalah 2 sekolah dengan siswa mayoritas laki-laki. Sangat pantas kalau Konoha mulai keteteran, dan meski Danish ikut bergabung, belum tentu mereka akan menang, apalagi jika tidak? Setiap hari ada saja korban yang tumbang di jalanan. Terakhir Oliv yang dihadang oleh 3 sepeda motor dan babak belur dipukuli mereka.
Pikiran Danish benar-benar kacau dan tidak lagi berada di tempat. Dia tidak konsen belajar, tidak konsen mengejar Sayna, susah tidur dan kepikiran terus teman-temannya. Apa dia harus egois dan terus keras kepala seperti ini? Tidak mau membantu mereka meski sebenarnya sangat mampu?
Sayna: Nish, gue sama Bolu udah siap. Mau jemput atau ketemuan aja di tempat janjian?
Ah,
Danish: Bolu anaknya papa Danish lagi apa? Udah makan belum? Sayna sengaja mengabaikan pesan itu sejak setengah jam yang lalu. Dia bangun pagi-pagi sekali, membersihkan kamar tidur, lalu mandi dan sarapan sambil menyuapi Bolu makan pagi. Baru setelahnya bersiap-siap untuk sekolah. Kemarin tingkah Danish menyebalkan sekali, dia tiba-tiba kehilangan mood bicara dan tidak seru diajak kencan lagi. Mereka bahkan tidak makan malam bersama, belum sempat membeli pakan untuk Bolu, dan Sayna juga berjanji akan membelikan Bolu mainan baru, tapi semua rencananya ambyar karena mereka langsung pulang setelah itu.Menyebalkan. Danish pergi meninggalkannya buru-buru. Memberikan semua belanjaan mereka pada Sayna tanpa membaginya, melupakan soal pembagian dana di amplop gaji yang Sayna terima. Danish pergi tanpa pamit setelah menurunkan Sayna di depan gerbang. Semalaman tidak memberi kabar. Baru muncul pagi-pagi sekali, sepertinya dia
Aryan pingsan setelah mendapat serangan tiba-tiba dari murid SMK Zamrad saat dia baru saja pulang les kemarin sore. Perutnya dipukul dan kebetulan dia belum makan seharian, maka serangan itu langsung membuatnya terjengkang. Untung saja ada Angga di sekitar situ, dan perkelahian tak dapat dihindarkan, anak-anak lain mulai datang menyusul dengan anggota seadanya, mereka mulai saling pukul. Tidak ada tawuran terencana, tertata dan terorganisir seperti dulu.Peperangan mereka sekarang jauh lebih brutal. Siapa saja yang ditandai sebagai penyerang bisa mendapat pukulan tiba-tiba, bahkan hanya ketika membeli sesuatu ke warung dekat rumah seperti yang terjadi pada Anggun dan Rian. Suasana makin memanas dan sangat tidak kondusif, geng Konoha kalah jumlah, terlebih sejak Danish keluar dari sana, mereka kuwalahan, hanya saja baik Angga maupun Aryan tidak ingin bilang. Mereka mau Danish hidup tenang.“Bilangin ke Sayna gue ada urusan.” Danish menitip pesan pada Arvin d
“Shareloc,” gumam Danish dengan geram di ujung tenggorokan sambil memacu motornya dengan kecepatan tak keruan.Sampai beberapa detik yang lalu, Anggun masih terhubung dengannya lewat panggilan telepon. Tapi kemudian suara bising dan rusuh menelan itu semua. Danish benar-benar buta, tidak tahu di mana tepatnya mereka bentrok dengan musuh sekarang. Dia berusaha berpikir dan mendatangi satu per-satu sekolah yang menjadi musuh bebuyutan mereka. Tapi tidak ada siapa-siapa di sana dan tidak ada yang memberitahunya di mana mereka melakukan bentrokan.Danish berhenti di sisi jalan lalu mencoba menghubungi nomor Angga yang tadi pun sempat memanggilnya tapi dia abaikan begitu saja. Dua kali panggilan tidak tersambung dan tidak mendapat jawaban, kali ketiga, Danish mendapat pesan. Sebuah peta menuju lokasi tawuran. Dia pun bergegas ke sana.Dan lagi-lagi, yang didapatnya tetap kehampaan. Tidak ada siapa-siapa, bahkan tidak dengan polisi sekalipun. Hanya tersisa
Aryan benar, bukan? Danish tidak ikut tawuran. Tidak pernah lagi, tidak sejak dia berjanji pada Sayna, Danish tidak pernah mengingkari. Jadi, sore yang hampir gelap itu dia kembali melajukan motornya ke sekolah, berharap Sayna masih ada di sana, masih menunggunya, masih mau... memaafkannya. Karena harusnya dia mendapatkan Sayna setelah kehilangan teman-temannya, bukan?Jauh dalam lubuk hatinya, Danish benar-benar tidak keruan. Pikirannya melayang, pada Oliv, pada Angga, pada anak geng mereka yang terciduk dan... pada Sayna. Meski besar harapannya memikirkan Sayna yang masih menunggu di sekolah usai melatih klub taekwondo, tapi sisi lain dari dirinya juga tahu bahwa itu tidak mungkin. Sayna pasti sudah pergi, Sayna mana mungkin menunggunya sampai saat ini.Dan semuanya terjawab saat Danish berusaha menyeberang ke sebelah kanan, tempat di mana gerbang sekolahnya berada. Dia tertegun lama dalam sunyi dan remang kala mendapati gadis pujaannya masih berdiri di sana. Mereka
Sayna memandangi Bolu yang tengah bengong menatapnya sambil berurai air mata. Sudah satu minggu berlalu sejak kejadian itu. Sejak patah hati terhebat dalam hidupnya selama 17 tahun. Saat dia dan Danish saling meneriaki dan menyakiti di sore menjelang malam itu. Satu minggu, yang berjalan lebih lambat dari biasanya, dan itu menyedihkan. Teman-teman geng Danish masuk dalam penahanan pihak berwajib, dua di antara mereka terluka parah—luka di kepala hingga pendarahan dan menerima perawatan di rumah sakit. Angga, Aryan dan yang lain diperiksa polisi, sementara Danish... dia memilih pindah duduk di pojokan kelas tanpa mau berbaur dengan siapa pun lagi. Danish yang ceria, yang biasanya tidak gampang marah, yang selalu ramah pada siapa saja dan meladeni obrolan orang yang mengajaknya bicara, kini sudah tidak ada. Dia berubah jadi pemurung, bahkan tidak tampak tersenyum selama satu minggu belakangan. Atau... dia memang tidak berniat menyungginkan senyum saat ada Sayna di seki
“Heh, awas!” Danish sudah bermenit-menit menunggu, dan anak dalam gelas putar yang ada di halaman sekolahnya itu belum juga sadar diri untuk turun. Padahal sejak tadi Danish berdiri di sekitar sana untuk menunggu giliran, bukan untuk menontonnya bermain putar-putaran sendirian. Anak itu bertubuh mungil, kalau tidak berlebihan mungkin Danish akan mengira dia baru berusia tiga tahun andai tadi mereka tidak ditempatkan di kelas yang sama. Ternyata anak itu seusia dengannya, hanya saja dia bertubuh mini seperti kurcaci. “Gue udah nungguin dari tadi!” kata Danish ngegas begitu mereka berpapasan saat ia akan naik ke gelas putar untuk menjemput gilirannya. Bocah mungil itu diam saja dan hanya berdiri menunggu di sisi halaman, seperti yang tadi Danish lakukan. Baru setelahnya dia berbinar melihat Danish berlari sambil memutari wahana dan buru-buru naik saat kecepatan sudah maksimal. Rambutnya berkibar diterbangkan angin, Danish berdiri di tengah-tengahnya sam
Bau disinfektan, orang yang berlalu lalang di sepanjang lorong jalan, serta angka-angka di daun pintu membuat Danish pusing bukan kepalang. Dia membolos jam pelajaran olahraga, dibantu oleh Hamam, Arvin dan Herdian, tiga konco setianya di kelas 2 IPA 3. Dan setelah berhasil melarikan diri tanpa membawa Michiko, Danish naik taksi menuju rumah sakit tempat Oliv dirawat. Danish tidak tahu harus membawa apa sebagai buah tangan, tapi Oliv sangat suka gorengan, dan apakah pasien yang sakit, patah tulang, pendarahan di dalam—dan di kepala, boleh makan gorengan? Dia merasa tidak yakin, jadi memutuskan untuk tidak membawanya. Kata Dinara, lebih baik Danish membawa roti dan buah serta makanan enak untuk yang menjaga pasien dan tidak bisa ke mana-mana. Dia dapat kabar dari salah satu mantan anak geng Konoha bahwa Oliv sudah siuman dan keluar dari ruang ICU satu hari yang lalu. Itu artinya Oliv sudah dipindah ke ruang inap biasa dan dapat menerima kunjungan. Sudah beberapa hari
Sore itu hampir semua murid sudah keluar dari kelas dan beranjak pulang ke rumah masing-masing. Hanya ada beberapa yang masih tertinggal, tempat parkir pun semakin sepi. Namun Sayna diam-diam sembunyi di balik tiang untuk mengamati. Sebuah sepeda motor dengan perawakan gendut berwarna abu-abu yang pemiliknya menghilang sejak pelajaran olahraga tadi berdiri sendirian saat kendaraan lain satu persatu meninggalkannya yang parkir sendiri. Ke mana Danish? Kenapa tega meninggalkan Michiko sendirian seperti ini? Setelah Bolu, apakah Michiko juga terkena imbas atas putusnya hubungan mereka berdua? Seperti anak-anak korban perceraian orangtua, anak broken home. Dan Sayna sedih mendapati kenyataannya. “Say... duh, dicariin ke mana-mana juga.” Sayna refleks berbalik dan membuat kuda-kuda saat bahunya disentuh oleh seseorang dari belakang. Rupanya itu adalah gerombolan Hamam, Arvin dan Herdian. Tiga teman Danish yang cukup dekat saat di kelas.