Tangis Alicia pecah ketika mendengar penuturan Jade, bahwa... Mommy baru saja menghembuskan napas terakhirnya dua jam yang lalu. Marah? Tentu saja! Namun, tubuhnya tak cukup kuat lagi untuk mengamuk kepada Jade, bahkan sisa tenaga akibat shock tak cukup kuat untuk menopang tubuhnya saat ini.Kini ia duduk di samping tubuh Mommy yang terbujur kaku di ruangan yang dingin, sedingin jemari Mommy yang ia pegang erat saat ini. Sesekali ia mengguncang-guncang tubuh Mommy dan berteriak memanggil Mommy. Pemandangan yang sangat menyayat hati siapapun yang melihatnya."Mommy, jangan tinggalkan aku seperti ini! Aku tidak memiliki siapapun selain Mommy! Bangunlah... bangunlah, aku mohon bangunlah...!" Alicia kembali mengguncang tubuh Mommy dengan derai air mata yang membanjiri pipinya, mengabaikan Jade yang sedari tadi berupaya menenangkannya.Ia hanyut dalam tangis tergugu dan sesekali meracau dalam sisa kesadarannya, hingga semuanya terasa... gelap dan terdengar suara seorang pria yang meneriakk
Jade meremas kertas yang mendatangkan malapetaka untuknya dengan penuh amarah dan melemparkannya ke tong sampah. Ia berjalan menuju ruangan gym dan melayangkan tinjunya berulang kali pada punchbag, berniat mengalihkan pikiran kacaunya. Peluh yang membasahi sekujur tubuhnya tak cukup untuk menenangkannya. Berbagai olahraga berat satu persatu ia lakukan, tak kunjung meredakan pikiran yang begitu berkecamuk.Pukul dua dini hari, Alicia masih terjaga dalam kesedihan mendalam, menyendiri dalam keheningan di kamar. Bagaimana sekarang? Ia berpikir keras atas langkah yang harus ia ambil saat ini.Tidak! Mommy selalu berpesan padanya untuk tidak mengambil keputusan apapun disaat emosi menguasai diri, karena keputusan itu selalu cenderung salah! Dengan susah payah ia memaksakan diri untuk dapat terlelap.Malam yang berat baru saja berlalu, Alicia mengusap mata sembabnya. Akhirnya, kegelapan malam telah undur dari langit kota New York berganti sinar mentari cerah dan indah, tapi tidak dengan ha
Matahari cerah pagi ini menemani langkah seorang wanita menuju sebuah perusahaan manufakturing kenamaan dan terbesar yang bergerak dibidang baja pusat kota New York, Williams Steel.Ia nampak antusias dalam mempersiapkan dirinya hari ini. Dimulai dari bangun subuh dan merias diri agar terlihat rapi, dan pastinya ia tidak ingin tertinggal oleh jadwal bus yang akan membawanya ke kantor tersebut.Alicia membuka lemari dan mengerjap sejenak melihat makanan instan yang bertebaran di hadapannya. Tidak ada pilihan lain. Ia menjadikan itu sebagai menu sarapannya pagi ini. Ya, kira-kira seperti itulah jika kau merantau seorang diri jauh dari keluarga.Senyum keceriaan begitu melekat dibibirnya. Bagaimana tidak! Setelah berbulan-bulan melamar pekerjaan di sana sini dan menanti panggilan interview. Dan selama penantian tak pasti itu pula menjadikan dia sedikit freak.Ya, setiap kali teleponnya berdering yang ia harapkan adalah panggilan interview dari salah satu perusahaan yang telah ia lamar.D
--------------Tok tok tok"Masuklah. Dengan Nona Alicia Carter?""Iya Mrs. ...?""Kau bisa memanggilku Meghan, mari ikut denganku, aku akan menunjukkan letak meja kerjamu dan menjabarkan sedikit tentang pekerjaanmu."Alicia menyusuri lorong menuju lift mengikuti Meghan, semakin diperhatikan kantor ini terbilang cukup megah dalam balutan minimalis dan pastinya nyaman. Mungkin pemiliknya tidak menyukai motif rumit atau bercorak. Terbukti dari interiornya yang sederhana. Hanya bermotif kayu dan beberapa kaca menjulang tinggi menghiasi tembok sepanjang lorong.Ting"Kau tunggu di sini sebentar Nona Carter, aku akan memberikan dokumen kepada Mr. Williams, aku segera kembali.""Baiklah Meghan, dan kau panggil saja aku Alicia.""Okay Alicia." Ucap Meghan sambil berlalu dari hadapan Alicia menuju sebuah ruangan yang tertutup oleh pintu kayu yang lebar dan tinggi.Sekilas saat Meghan membuka pintu kayu itu, Alicia melihat samar sesosok pria paruh baya berpenampilan rapi dengan senyum menawan
3 bulan kemudian...Cahaya matahari pagi bersinar terang memantulkan kilaunya ke jendela kamar seolah mengetuk untuk membangunkan sang penghuni yang masih terlelap. Alicia mulai mengerjapkan mata dan melompat kaget melihat jarum jam menunjukkan pukul 08.10 menit. "I'm late!" teriaknya ketika melompat turun dari ranjang single bednya. Gosh, look at the time! Bagaimana bisa aku tidur seperti kerbau?Alicia memberhentikan Taxi yang ditumpanginya di Coffee Shop yang terletak tidak jauh dari kantornya untuk menjemput sesuatu. Ya, menjemput sesuatu bukan seseorang."Hai Amber, pesananku!" ujar Alicia tergesa-gesa kepada salah satu waitress di sana."Hei, ada apa denganmu? Kau habis dikejar Blacky? Atau dikejar pria tampan?" tanya Amber seraya meraih satu cup lemon hangat dengan taburan daun mint di atasnya."Aku tidak akan lari jika dikejar keduanya, lari dari Blacky maka aku digigit, lari dari pria tampan maka aku rugi." Jawab Alicia asal sambil menyesap lemon hangat favoritnya.Coffee Sh
Dengan tangan yang agak gemetar Alicia mengetuk pintu itu dan terdengar suara dari dalam, "Masuk.""Duduklah.""Terima kasih." Alicia hanya menunduk dan meremas jemarinya berusaha setenang mungkin mengontrol dirinya atas keputusan yang akan segera ia dengar.Namun tiba-tiba ia merasakan langkah kaki Jade semakin mendekat duduk tepat di samping kanannya. Ia terperanjat saat Jade menggerakkan tangannya menyentuh lututnya dan mengoleskan sesuatu sejenis cream di lutut memarnya. Alicia sontak berdiri dan mundur selangkah."Jangan takut. I won't hurt you. Aku hanya ingin mengoleskan obat ini di lutut memarmu." Ujar Jade yang juga terkejut melihat pergerakan Alicia."Aa...kuu... bisa melakukannya sendiri, Mr. Williams." Alicia kembali duduk dan ia memilih untuk duduk di ujung sofa.Jade tersenyum, kekakuan Alicia menjadi pemandangan lucu di matanya. "Ada keperluan apa Mr. Williams mencariku?" Tanya Alicia dengan gugup, ia merasakan detak jantung yang semakin tak beraturan disaat ia mulai b
To: Amber (Coffee Shop)Amber, jangan siapkan aku lemon hangat pagi ini, karena aku ada urusan kantor. Thanks. Alicia melanjutkan dirinya bersiap-siap setelah mengirim pesan kepada Amber. Pagi ini ia akan berangkat sedikit lebih awal karena harus menemani Dazzlene bertemu dengan Supplier untuk pengecekan barang dan sebelumnya ia harus mampir ke kantor untuk absen terlebih dahulu.Alicia bersyukur teman-teman di tim Purchasing adalah orang-orang yang menyenangkan. Terutama Meghan dan Dazzlene yang terbilang cukup dekat dengannya semenjak ia berada di sana.Meghan yang tampaknya dingin dan jarang bicara nyatanya adalah seseorang yang keibuan dan perhatian kepada bawahannya. Mungkin perilaku itu didominasi oleh posisinya sebagai Manager Purchasing untuk selalu menjaga wibawa dan attitude. However, dia tetap menjadi Manager favorit bawahannya. Dan Dazzlene, seseorang yang easy going, memiliki banyak kesamaan hobi dengannya. Terkadang begitu cerewet namun memiliki hati yang tulus dalam p
Alicia bergeming memikirkan nasibnya menjadi karyawan dari Boss yang diktator, hobi menguntit, kepo dan otoriter.Untung saja kontraknya hanya dua tahun, kalau lebih dari itu mungkin aku akan benar-benar berkarat di perusahaan ini."Sudah kukatakan, kau menjadi tanggung jawabku sampai kakimu sembuh, jadi aku menyuruh orangku untuk mengikutimu, memastikan keselamatanmu, dan apa yang kau lakukan di dalam sana?" tanya Jade mengunci tatapan terkejut Alicia."Mr. Williams, maafkan aku, aku tidak berusaha membohongimu, tapi tolong jangan menatapku seperti itu, aku ... akan menjelaskannya." Raut wajah memelas dan takut Alicia meredakan sedikit emosi Jade, terlihat dari Jade yang menghela napas mendengar jawaban Alicia."Alicia, jangan takut padaku. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja, okay?" suara Jade saat ini terdengar melembut. Bukannya ia tidak tahu apa yang Alicia lakukan. Namun Jade murka ketika mendapat laporan bahwa Alicia masuk ke dalam sebuah wisma yang menjadi tempat pro