“Kenapa sih Nay kok merengut bae dari tadi?” Tanya Risma ketika Naya sudah duduk dan memangku tangan dengan wajah kecut. “Sebel sama Om Doni, gak peka!” Sungutnya yang mendapat gelengan kepala dari Risma. “Bukannya Om Doni udah balik dari Surabaya?” Naya mengangguk membenarkannya, “Terus?” Tanya Risma penasaran, apa yang membuat Naya kali ini merajuk sampai menyebut Doni tidak peka dengan keadaan. “Dateng malem banget, kalau gak gue telepon juga Om Doni gak bakalan telepon gue. Udah gitu pagi-pagi banget udah heboh mau pulang karena katanya mau ada meeting, terus berkasnya Om Doni yang megang.” Urai Naya yang masih belum dimengerti oleh Risma. “Oalah begitu, terus masalahnya dimana?” Risma mengutarakan ketidaktahuannya. “Masalahnya gue masih kangen.” Ucap Naya yang membuat Risma terbahak dan menjadi perhatian tersendiri oleh Bagas yang baru saja tiba memasuki kelas. “Eh kayaknya ada yang seru nih, ada apa sih?” Tanya Bagas yang langsung duduk lalu menghadap ke belakang. “Kepo.”
“Anak gue bisa sebrutal itu pas kangen sama lu? Gak mungkin banget.” Ucap Rama namun dalam hatinya membenarkannya. ‘Iya juga sih, waktu mau ke Surabaya diganti arah ke Bogor aja ngamuknya bukan main.’ “Pesona gue kan kuat banget Ram, masa iya harus gue jelasin secinta apa anak lu ke gue?” Ceplos Doni yang membuat Rama langsung menoleh cepat dan menatap penuh tanya. “Secinta itu? Maksud lu bagaimana?” Tanyanya penuh penasaran. “Lu tau kan kalau Naya ngintilin gue terus dan gak bisa lepas sejak kecil. Masa iya gak paham-paham juga.” Doni mencoba untuk membelokkan arah perbincangan mereka. “Iya sih emang bener akhir-akhir ini Naya kayanya ketergantungan banget sama lu.” Doni menghembuskan napas leganya ketika Rama mempercayai ucapannya. Jauh dalam lubuk hatinya bergumam, ‘maaf bro gue bohongin lu, abis Naya minta sembunyi-sembunyi sih pacarannya.’ “Kan sekarang udah paham kan?” Rama mengangguk lalu menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara ketukan. “Tuh kayanya dateng Don.” Doni i
Rama yang kembali mengingat kisah cintanya dengan Bella di masa lampau hanya bisa menggelengkan kepala. Kisahnya begitu rumit, terlalu banyak rintangan yang menghampiri kisah cintanya dengan Bella. Cara meyakinkan Bella pun sangat amat sulit didapatkannya. Bagaimana tidak, Bella dahulunya adalah kekasih seorang lelaki pekerja keras dan akan melangsungkan pernikahannya. Namun nahas kisah cinta mereka harus terhenti ketika Saddam, kekasih Bella meninggal dunia karena menyelamatkan anak kecil yang mengejar bola ketika bermain di pantai.Bella mati-matian mewaraskan dirinya ketika mendapati kenyataan tersebut. Berat, sangat berat untuknya ketika akan melangsungkan pernikahan namun harus terjadi musibah untuk kisah cintanya. Bella hampir hilang akal, hari-harinya tak berjalan seperti biasanya. Semua terasa amat sangat menyedihkan untuknya.Sampai tibalah Naya yang bisa membuatnya bangkit dan kuat, serta tentunya dibantu oleh Rama. Perlahan Bella mulai menerima takdir hidupn
Setelah seharian penuh drama masa lalu menghantui, Rama dan Doni akhirnya pulang dengan wajah lelahnya. Naya dan Bella yang menyambut kedatangan mereka di depan pintu saling pandang, wajah mereka berdua sangat lelah dan beda dari biasanya. Apakah pekerjaan hari ini sangat menguras tenaga batin Bella."Mas...." Sambut Bella dengan senyum terkembang ketika Rama mengulurkan tangan kanannya."Assalamu'alaikum." Salam keduanya yang dijawab oleh Bella dan Naya bersamaan."Mas capek banget ya?" Rama mengangguk lalu menoleh sekilas pada putrinya yang meraih tangannya."Rama abis ngamuk Bel." Bisik Doni ketika Rama mengusap puncak kepala putrinya."Oh pantesan." Sahut Bella lirih lalu menggenggam tangan Rama yang akan memasuki rumah."Om..." Panggil Naya yang membuat Doni menoleh."Kenapa Yang?" Tanya Doni yang melihat wajah bingung Naya."Papa kenapa?" Tanya Naya yang membuat Doni tersenyum karena Naya selalu peka dengan mood Rama.
Naya menatap heran papanya yang keluar dari kamar Doni seorang diri, sepertinya Rama gagal membawa Doni untuk bergabung dengan mereka, batin Naya. Alisnya menukik ketika Rama menatapnya dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan. Tak biasanya Rama menatap Naya seperti itu, sehingga Naya dibuat kebingungan. “Ada apa Pa?” Tanya Naya ketika tatapan Rama makin sendu.“Om Doni tiba-tiba mau ke Bandung besok. Kamu tau kenapa Om Doni tiba-tiba mau ke Bandung Kak?” Tubuh Naya seketika menegang mendengar itu, sore tadi memang mereka sedang memperdebatkan perihal Fika—sekretaris Bu Ajeng pada zaman dahulu kala.“Enggak tau Pa, emang Papa gak nanya kenapa Om Doni mau ke Bandung tiba-tiba?” Tanya Naya mencoba untuk terlihat biasa saja agar tak menimbulkan kecurigaan Rama.“Papa udah nanya, cuma katanya emang mau ke sana aja. Soalnya tadi Om Doni abis ngamuk di kantor. Mungkin dia butuh penenang, dia kan suka suasana Bandung yang
"Iya heran lah Om, Om kan biasanya gak pernah naik pesawat kalau lagi pergi." Ucap Naya sewot. "Pernah tuh, kalau ke luar kota kan selalu naik pesawat." Kilah Doni. "Iya tapi kan yang jauh Om!" Sentak Naya yang tak mau kalah. "Bandung luar kota bukan?" Tanya Doni. "Iya luar kota lah." "Nah itu tau kan kalau Bandung luar kota, yang namanya luar kota mah udah pasti jauh kan? Terus masalahnya dimana?" Naya mendengkus kesal lalu ingin beranjak dari ranjang Doni namun dicekal oleh Doni. "Mau kemana?" Tanya Doni dengan tangan masih mencekal tangan Naya. "Mau bobok, udah malem. Om kan juga mau istirahat besok ke luar kota." Ucap Naya tak santai. "Kamu marah?" Tanya Doni ketika menyadari wajah Naya berubah merah padam karena marah. "Enggak!" Naya mencoba melepas cekalan Doni. "Kamu marah?" Tanya Doni lagi sampai Naya mau mengakui kemarahannya. "Enggak Om." Kilah Naya yang berhasil membuat Doni menutup la
“Roman-romannya bahagia banget ini Nay?” Tanya Risma ketika mereka akan memasuki kelas.“Gak tuh, b aja.” Jawab Naya yang membuat Risma menoleh cepat.“B aja? Kok cengar-cengir gue perhatiin.”“Besok gue mau ke Bandung, lu mau ikut gak?” Mata Risma seketika berbinar mendengar kota Bandung di ucapkan oleh Naya.“Seriusan ke Bandung Nay?” Naya mengangguk membenarkan pertanyaan Risma. “Emang ikut boleh sama Om Rama?” Naya hanya meresponnya dengan anggukan kepala.“Bolehlah, ayo nanti kita sekamar di hotelnya.” Risma langsung mengangguk antusias.“Asik ke Bandung sebelum ujian. Coba nanti gue tanya Papah sama Mamah dulu ya Nay. Takutnya gak dibolehin.” Naya mengangguk karena memang mendapatkan izin dari Yuni dan Diki susah-susah gampang.“Iya nanti gue temenin sama Om Doni juga bilangnya.”“Emang nanti di jemput Om Doni pulangnya?” Naya mengangguk, “pantesan berangkat di anterin sama Pak Man. Ada maksudnya toh.” Naya terbahak mendengar gerutuan Risma.---Rama dan Doni sudah berada di kan
“Ngapain lu bilang? Setiap orang bukannya punya hak masing-masing? Terus kenapa sekarang lu jadi heboh?” Tanya Doni sewot. “Masalahnya gue kadung janji sama Pak Ryan buat ngenalin lu ke anaknya.” Ungkap Rama jujur agar Doni mengerti maksudnya. “Salah sendiri kenapa gak konfirmasi gue dulu, gue udah pacar apa belum. Lu aja sono kenalan sama anaknya Pak Ryan. Barangkali kalian cocok.” Sarkas Doni sambil menatap tajam Rama yang mulai salah tingkah karena merasa bersalah dengan Doni. “Abisnya lu gue liat-liat gak ada pergerakan sama sekali. Ya gue inisiatif sendiri lah sebagai orang terdekat lu.” Kilah Rama yang membuat Doni menaikkan sebelah alisnya. “Terserah, susah emang kalau ngomong sama orang yang gak mau mengakui kesalahannya mah. Berasa bener aja udah semua yang dia lakuin. Angel, angel.” Ucap Doni dengan menirukan logat jawa Anita—ibu Bella. “Lu-nya aja yang gak berterimakasih jadi orang.” “Apa? Terimakasih lu bilang? Gue gak sala