Zaara sudah tidak mampu menopang beban tubuhnya karena efek gemetar dan seolah lemas ketika melihat hasil dari testpack yang menyatakan dirinya positif hamil ketika ada 2 garis merah di sana.
Sehingga ia langsung berjongkok di sudut kamar mandi dan membenamkan wajahnya di antara kedua pahanya. Tentu saja ia langsung menangis terisak di sana. Rasa menyiksa benar-benar dirasakannya saat menangis dengan suara tertahan, agar tidak ada yang mendengar tangisannya.
"Kenapa hidupku selalu menderita? Apakah memang aku dilahirkan hanya untuk hidup menderita? Apa yang harus aku lakukan? Aku hamil anak dari pria yang sudah hidup berbahagia dengan wanita ular itu. Apa yang harus aku lakukan? Aku akan semakin merepotkan ibu Endang dan abang Willy. Bagaimana ini? Mungkin aku bisa menyembunyikan ini selama beberapa bulan, tetapi tidak selamanya. Karena lama-kelamaan perutku akan semakin membuncit," gumam Zaara yang masih terus terisak.
Rini mengerutkan keningnya saat melihat rasa keingintahuan dari sosok pria tampan yang sebentar lagi akan menikahinya. Rasa cemburu dirasakannya dan berhasil membangkitkan emosi yang ada di dalam jiwanya. Karena apapun yang berhubungan dengan Zaara, selalu membuatnya merasa murka dan tidak bisa membendung amarah. Tentu saja itu karena ia sangat membenci putri dari mantan suami yang tidak pernah menerima kehadirannya sebagai ibu tiri."Kenapa kamu malah menanyakan nama gadis tidak tahu diri itu, Arkan? Apa kamu merasa penasaran dengan anak tiriku?"Arkan bisa melihat kilatan amarah dari manik kecoklatan wanita yang mengarahkan tatapan kelam di depannya. "Calm down, my baby. Kenapa kamu malah marah-marah padaku? Bukankah kamu sendiri yang mulai bercerita dan membangkitkan rasa ingin tahuku? Jangan suka marah-marah, nanti kamu cepat tua."Refleks Rini yang semakin merasa kesal, langsung mengarahkan tangannya pada perut bero
Zaara menatap ke arah telapak tangan dari Willy yang ditunjukkan ke depan wajahnya. Tentu saja ia langsung merutuki kebodohannya karena membuang bekas pembungkus testpack di tempat sampah yang ada di kamar mandi."Bang Willy, itu ...."Karena merasa kebingungan untuk menjawab, membuat Zaara tidak bisa melanjutkan perkataannya. Ia merasa sangat kebingungan saat menjelaskan tentang apa yang saat ini tengah dialaminya.Willy yang pagi tadi membuang bekas alat cukur di tempat sampah, tidak sengaja indera penglihatannya melihat ke arah bungkus testpack di tempat sampah. Sehingga ia yang ingn memastikannya, meraih bungkus alat tes kehamilan tersebut dan menunggu waktu yang pas untuk berbicara dengan Zaara. Dan di saat inilah waktu yang tepat untuk membicarakannya saat Zaara sudah muntah-muntah.Willy yang daritadi menatap tajam gadis yang terlihat sangat kebingungan itu, masih ingin mendengar penjelasan da
Zaara masih terus menatap wajah tampan Willy yang terlihat tidak bermain-main dengan ucapannya. Karena terlihat sebuah keseriusan dari netra pekat dengan silinder hitam yang masih intens menatapnya. Menyadari posisinya yang sangat intim, yaitu tubuhnya masih dalam pelukan Willy, membuat Zaara refleks menjauh."Maaf Bang, aku jadi lemah seperti ini. Apa kata Abang tadi, menikahiku? Abang Willy bercanda," ujar Zaara yang sudah bangkit dari posisinya yang daritadi berjongkok dan sekarang ia sudah berdiri. Perasaannya kini tak menentu saat mendengar keputusan dari pria yang sudah dianggapnya sebagai abangnya sendiri.Willy mengikuti pergerakan dari Zaara dengan bangkit dari posisinya dan kini posisinya sejajar dengan gadis di depannya yang terlihat sangat gelisah tersebut. "Hanya inilah jalan keluarnya, Zaara. Tidak ada cara lain karena janin yang ada dalam rahimmu butuh nama ayah. Agar tidak ada yang menyebutnya anak haram."
Willy membenarkan perkataan dari sang ibu dengan sebuah anggukan kepala dan sekilas melirik ke arah sosok gadis yang saat ini tengah meremas roknya. Tentu saja ia bisa membaca kegelisahan dari Zaara yang terlihat sangat jelas seperti seorang anak yang ketakutan setelah tertangkap basah melakukan kesalahan."Zaara, kamu tidak apa-apa?""A-aku ...."Zaara menoleh ke arah wanita paruh baya di samping kanannya, "Ibu, aku butuh waktu untuk memikirkannya. Tolong, jangan hubungi papaku dulu karena aku masih belum siap. Aku mohon, Bu," lirih Zaara yang sudah menyatukan telapak tangannya dan menampilkan sorot mata penuh permohonan.Endang langsung menurunkan tangan Zaara ke bawah dan merengkuhnya ke dalam pelukannya. "Jangan seperti ini, Zaara. Ibu bisa mengerti apa yang tengah kamu rasakan. Pasti kamu takut papamu akan marah padamu, kan? Tenang saja, biar kami yang memikirkannya."
Arkan dan Krisna tengah fokus menatap ke arah benda pipih yang menampilkan video dari seorang gadis dengan rambut panjang di bawah bahu. Tentu saja suara rintihan kesakitan bisa didengar oleh indera pendengaran mereka. Sedangkan bocah berusia 3 tahun itu terus berbicara dengan menyebutkan 'atak Sara' dengan jari telunjuk yang mengarah pada ponsel tersebut.Tentu saja Arkan kini mulai mengerti apa yang dimaksud oleh Arka dan saat ia melihat sosok gadis yang sudah diperlakukan sangat kasar oleh Rini, membuatnya benar-benar tidak bisa berpikir jernih."Zaara? Dia ... adalah anak tiri yang selalu diceritakan oleh Rini dan menjadi pelampiasannya untuk membalas dendam pada Cakra Baihaqi. Jadi, Zaara adalah putri pria yang merebut kekasihku dan aku sudah memperkosa gadis malang yang sudah tidak mempunyai ibu kandung dan selalu menangis saat mengingat almarhumah ibunya. Takdir macam apa ini? Bagaimana mungkin?" batin Arkan yang langsung menole
Zaara terlihat berjalan mondar-mandir di dalam kamar dengan perasaan yang tidak menentu. Tentu saja saat ini yang dipikirkannya adalah mengenai perkataan dari Endang dan Willy yang akan memberitahukan pada papanya tentang kehamilannya."Bagaimana ini? Papa tidak boleh tahu mengenai kehamilanku. Bagaimana jika papa bertanya padaku tentang siapa ayah dari janin yang aku kandung ini? Aku tidak mungkin mengatakan bahwa daddy Arkan lah yang menghamiliku. Daddy Arkan ... aku bahkan tidak bisa menghilangkan panggilan sayangku padanya setelah apa yang dia lakukan. Harusnya aku membencinya," lirih Zaara yang meremas rok panjang yang dikenakannya.Semenjak ia diperkosa, penampilannya berubah total. Karena selama ini ia lebih menyukai memakai rok mini dengan atasan lengan pendek. Namun, semua itu berubah karena sekarang ia selalu memakai rok panjang dan kaos casual dengan lengan panjang. Seolah ia saat ini benar-benar menjaga tubuhnya setelah ternoda.
Arkan mengemasi barang-barangnya karena ingin menginap di hotel lain agar tidak bertemu atau terganggu dengan keberadaan Rini. Karena ia ingin fokus untuk mencari keberadaan dari Zaara yang sudah diketahuinya adalah putri dari Cakra Baihaqi. Ia memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper dan saat melihat gaun pesta yang merupakan milik Zaara, membuatnya mengarahkan hidungnya untuk mengendus aroma yang tertinggal di sana. Karena ia sengaja tidak mencuci gaun indah itu. Hal itu sengaja dilakukannya untuk mengingatkan kesalahannya saat mencium aroma khas dari Zaara yang telah diperkosanya. "Bahkan aromamu masih tertinggal di gaun ini, Zaara. Aku tidak bisa melupakan aroma tubuhmu di malam aku memperkosamu. Sekarang kamu ada di mana? Jika kamu tidak pulang ke Mansion dan tidak memakai kartu kredit yang aku berikan padamu, kamu hidup dengan apa?" Jantung Arkan langsung berdegup kencang ketika membayangkan kemungkinan buruk yang ada di pikirann
Willy masih terdiam beberapa saat ketika merasakan rasa sakit yang dirasakan olehnya begitu mendengar isi hati dari gadis yang saat ini tengah dipeluknya. Hingga ia merasakan pergerakan dari Zaara yang melepaskan diri dari pelukannya dan menghapus kasar air mata di pipi putih itu."Bagaimana perasaanmu, Zaara? Kamu sudah merasa tidak khawatir lagi, kan? Jadi, batalkan niatmu yang ingin pergi dari sini. Karena aku tidak akan pernah membiarkan kamu pergi." Willy mengarahkan tatapan tajam pada gadis yang membulatkan kedua matanya begitu mendengar ucapannya.Zaara mundur 1 langkah ketika merasa seperti seorang pencuri yang sudah ketahuan, "Abang Willy, apa maksudmu? Apakah kamu mengetahui kalau aku akan pergi dari sini nanti malam? Astaga," keluh Zaara yang sudah berkali-kali menepuk jidatnya begitu menyadari kebodohannya."Dasar bodoh, kenapa kamu malah mengungkapkan sendiri rencanamu," batin Zaara yang merutuki kebod