Yana memasuki toko cctv dengan perasaan takjub. Berbagai jenis dan ukuran cctv telah tersedia di dalam toko tersebut. "Selamat pagi, Bu. Ada yang bisa dibantu?" tanya salah seorang pramuniaga toko ramah. Yana tersenyum dan melihat ke seluruh penjuru toko. "Saya mencari cctv simpel yang bisa terhubung dengan ponsel secara langsung ada nggak? Sekalian cctv berbentuk mungil atau barang yang tidak akan mencurigakan jika diberikan pada orang lain.""Wah, ada banyak Bu. Mari ikut saya. Ada cctv bentuk pena, lampu, bentuk kancing, bentuk mata boneka untuk gantungan kunci, cctv biasa. Terserah Ibu ingin memilih yang mana?" Yana mengikuti langkah pramuniaga itu dan memasuki toko lebih jauh lagi. Setelah puas bertanya, akhirnya Yana memilih tiga cctv berbentuk lampu dan dua cctv berbentuk mata yang terpasang pada boneka ikan kecil yang lucu. Setelah membayar, Yana pun segera pulang dan memasang semua cctvnya. Satu lampu dipasang di ruang cuci. Satu lampu di teras, dan satu lampu di kamar
Yana menghela nafas panjang dan menahan diri untuk segera melabrak Ani. Bagaimana pun Ani sudah berjasa untuk merawat anak-anaknya. Yana melirik jam yang menempel di tembok kamar. "Masih jam tiga. Jadi hal itu yang sering dilakukan Ani saat semua orang sedang terlelap tidur?" bisik hati Yana tidak percaya. Dia terus memandang ke arah ponselnya. Tampak Ani kembali menciumi dan memeluk baju kotor Bagas dengan segenap perasaan. Hati Yana seperti teremas lagi. "Ya Allah, apa Ani kujadikan madu saja ya? Bukankah mas Bagas tidak bisa memiliki anak dengan ku?" bisik hati Yana bingung. "Tapi Ani juga masih punya suami di kampung. Apa yang harus aku lakukan? Kenapa aku tidak bisa marah dengan kelakuan Ani? Apa karena aku merasa aku tidak sempurna dan tidak bisa memberikan mas Bagas anak sehingga aku cuma bisa pasrah saja?"Berbagai pikiran berkecamuk di dalam pikiran Yana. Tapi Ani juga tidak pernah terang-terangan menggoda Bagas. Dia hanya mencium dan memeluk baju Bagas. Yana termangu
"Pagi semua, ayo sarapan bersama. Wah, sudah wangi semua cucu Nenek. Ayo sini. Semua absen sun Nenek ya."Mama Bagas menciumi satu persatu cucunya yang sedang bermain di lantai di ruang makan. Yana dan Ani yang sedang menunggui ketiga anak kecil tersebut tersenyum saat melihat ketiga anak kecil yang kegelian karena perut mereka menjadi sasaran cium oleh nenek mereka. "Ma, sudah mandi?" tanya Bagas yang baru datang lalu meraih punggung tangan mamanya. "Udah dong. Kamu ada-ada aja sih nanyanya. Masa cantik dan wangi gini belum mandi?"Bagas tertawa. "Kalau begitu, ayo kita sarapan bersama.""Yuk."Yana melihat ke arah Mama dan Bagas bergantian. "Tunggu. Ada hal serius yang ingin Yana bicarakan," tukas Yana sambil berdiri. Mama Bagas mengerut kan keningnya. "Ada apa? Sepertinya serius sekali?" tanya Mama Bagas."Iya Ma. Ini hal serius. Karena ada perempuan lain yang mencintai Mas Bagas," sahut Yana. Wajah Ani memucat. Tapi dia berusaha untuk bersikap sewajarnya.Mbok Nem dan Yu Na
Semua pandangan mengarah pada Yana. Tegang. "Ma, ijinkan saya bicara terlebih dahulu sebelum Yana bicara.""Ya, bicara saja, Nak.""Saya langsung saja katakan secara langsung di depan semua orang yang ada di sini. Saya menikah dengan Yana bukan hanya menikah dengan fisiknya. Tapi hatinya. Yana merupakan cinta pertama saya saat sekolah dulu. Jadi biarpun dia nggak punya rahim, dan aku nggak bisa punya anak darinya, aku tidak peduli. Yana lah yang menyelamatkan saya dan anak-anak saya dari kehilangan harapan. Yana adalah ibu susu sekaligus ibu sambung yang baik untuk anak-anak saya. Sampai saya tahu dia kurang tidur saat menyusui anak-anak. Rela memakan sayuran meskipun saya tahu dia tidak begitu suka. Rela meminum pelancar ASI. Rela kurang tidur untuk menyedot ASI dan menyimpan nya dalam botol di freezer. Karena anak saya tidak bisa minum susu sapi dan tidak bisa minum soya. Sekalipun saya tidak ingin berpaling dari malaikat yang tidak bersayap seperti dia."Semua terdiam mendengar
Ani mengarahkan pisaunya tinggi-tinggi dan mengarahkan nya ke arah Dena. Bersamaan dengan itu, semua orang yang ada di sana berteriak dengan ngeri!"Tidak!" Yana menjerit dan melompat ke arah Ani lalu menggigit tangan Ani yang memegang pisau. Aaarghhh!Bersamaan dengan itu Bagas segera melompat pula ke arah Ani dan Yana. Ani melepaskan Dena mendadak. Bagas dengan cepat menangkap Dena yang menangis kencang. Mama Bagas segera memeluk erat cucunya. Sementara itu Ani berhasil menjambak rambut Yana dan menggulingkan nya di lantai. Ani menindih Yana yang bertubuh kurus dan mencekik nya. Sementara itu Yana berusaha mencakar wajah Ani. Setelah Bagas memastikan Dena dipeluk oleh Mamanya, dia segera menghambur ke arah Yana dan Ani yang sedang berkelahi.Bagas mendorong bahu Ani sehingga Ani terpelanting ke belakang. Tidak cuma itu, Bagas sekarang menduduki Ani sambil menekan kedua pergelangan tangan perempuan itu ke lantai."Lepaskan saya Pak Bagas! Dunia ini tidak pernah adil bagi saya! L
Yana masih membuka salah satu daun pintunya dan tidak mengijinkan tamunya untuk masuk, saat Bagas menyusul sang istri. "Akhirnya kalian kesini?" tanya Bagas melalui bahu Yana yang ada di hadapannya. Tampak dua orang dan satu orang anak berusia empat tahun berdiri di depan pintu masuk rumah Bagas. "Saya mohon cabut laporan untuk Ani, Pak!" seru seorang perempuan yang berusia tua. "Oh, ya? Kenapa saya harus mencabut nya?" tanya Bagas. "Apa kalian gila? Kalian sudah memenjarakan perempuan yang mempunyai anak balita!" seru seorang laki-laki yang datang bersama dengan perempuan berusia tua itu. "Siapa sih yang datang? Kok nggak disuruh masuk?" tanya Mama Bagas menyusul menantu dan anaknya."Loh, kamu?""Anita! Bebaskan menantu saya. Saya mohon!" seru perempuan tua itu dengan intonasi memelas. Mama Bagas mengerutkan dahinya. "Dita? Ayo masuk dulu. Kebetulan kalian datang. Ada yang sangat penting ingin kukatakan padamu."Mertua dan suami Ani berpandangan. "Baiklah. Asal kamu mau memb
Yana menyeringai saat mendengar seorang lelaki yang mengatakan hal buruk tentang dirinya. Tapi dia tidak bisa marah, karena hal tersebut adalah fakta. "Hei, jaga ya mulut kamu! Yana memang tidak sudah tidak mempunyai rahim. Lalu apa kaitannya dengan kamu? Yana jauh lebih bahagia daripada Ani, istri kamu yang mempunyai suami gendeng!" "Astaga, jaga mulut kamu dong! Bu, ayo pulang saja. Kita kesini hanya untuk dihina saja. Nggak sudi aku kesini! Huh, apalagi kalau ketemu orang seperti mereka dan ngemis-ngemis biar mencabut laporan untuk Ani. Nggak sudi lah!""Ya sudah. Kalian silakan pulang saja. Suami dan mertua yang nggak tahu diri seperti kalian bikin mata sakit!" seru Bagas. "Oke!" seru Satria sambil berdiri dan berkacak pinggang."Aku juga tidak sudi melihat kamu lagi. Semoga kita tidak bertemu lagi."Satria dan Ibunya pun bergegas meninggalkan rumah Bagas, membuat Bagas menghela nafas. "Kok ada yang lelaki seperti itu. Sudah mengandalkan istri untuk cari uang, eh, pas istrinya
"Katakan saja. Apapun yang bisa kulakukan, akan kulakukan untuk kamu. Yang penting aku benar-benar bisa lepas dari mantan suami sekaligus bisa hidup baru dengan anakku." "Aku hanya ingin kalau kamu keluar dari penjara, kamu harus jalani hidup kamu dengan baik. Dan jangan menjadi pelakor lagi. Lupakan semua masa lalu dan kenangan buruk. Hiduplah dengan benar. Apa kamu bisa?" tanya Yana seraya menatap wajah Ani antusias. Ani menatap Yana dengan berkaca-kaca. "Apa benar kamu mau membantuku dengan syarat seperti itu?" Yana mengangguk dengan tegas. "Tentu saja. Memang kenapa dengan syarat seperti itu?" "Syarat itu terlalu mudah. Aku pastikan aku akan menjalani hidup baruku dengan baik kalau aku bisa keluar dari penjara dan aku bisa lepas dari mertua serta suami ku." "Benarkah? Apa kamu mau berjanji?" "Tentu saja. Tapi bolehkah aku tahu, kenapa kamu memberikanku bantuan seperti ini?" Yana menghela nafas dan tersenyum. "Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, bukan? Kesempata