"Yana memang sekarang menjadi sangat cantik. Ah, gimana kalau aku mencoba meminta maaf dengan tulus padanya? Siapa tahu dia akan kembali padaku. Apalagi sudah ada Fajar diantara kita berdua," gumam Slamet."Tapi gimana kalau Yana menolakku? Dia kan sudah punya suami? Aduh, pening aku!" bisik Slamet sambil menarik kailnya ke atas karena sudah ditarik oleh ikan. Slamet membawa ikan tersebut dan memasukkannya ke dalam kantung yang terbuat dari bambu. Lalu mengaitkan umpan ke tali pancing dan melemparkannya ke sungai sekali lagi. "Ah nggak tahu lah. Aku akan mencoba untuk menjenguk Fajar saja nanti. Sekalian bisa lirik-lirik si Yana," gumam Slamet bersemangat. Lelaki itu bersiul-siul dan semakin bersemangat saat memancing. Sehingga mendapatkan ikan yang banyak. Kemudian Slamet pun masuk ke dalam sungai dengan membawa pengki yang terbuat dari bambu dan yang biasa digunakan untuk menampung sampah saat menyapu, tapi kali ini dia gunakan untuk menjaring ikan kecil. "Hm, sudah cukup banyak
Bagas menyalami Ayah dan Bunda Yana dengan takzim. Lalu setelah itu menyalami Dina dan Ali. Kedua kakak Yana tampak sangat bahagia melihat Bagas. "Mas Ali, kenapa senyum-senyum?" tanya Bagas heran. "Aku cuma merasa bahagia melihat kamu dan Yana."Bagas mengerutkan keningnya. "Kok bisa?""Karena suaminya yang dahulu sangat jahat dan tidak perhatian pada Yana. Tapi sekarang kamu sangat perhatian bahkan pada ayah kami."Bagas tersenyum. "Saya sangat mencintai Yana, keluarga Yana adalah keluarga saya juga. Jadi Ayah adalah Ayah saya juga."Semua yang ada di ruangan itu tersenyum bahagia mendengar ucapan Bagas. Sedangkan Yana tersipu. Pipinya bersemu merah. "Semoga kalian langgeng dan bahagia selamanya.""Aamiin. Terimakasih untuk doanya. Doa yang sama untuk mbak Dina dan mas Ali."Ayah Yana tersenyum mendengar perkataan Bagas. "Ayah juga lega karena Yana sudah menemukan suami yang baik. Kalaupun Ayah harus meninggal, Ayah ikhlas," sahut Ayah Yana tersenyum."Ayah bilang apa sih? Ayah
"Ma-malam Yan. Aku kesini karena ingin menjenguk Fajar. Apa boleh?" tanya Slamet dengan ragu-ragu. Yana menoleh pada Bagas. Bagas menganggukkan kepalanya. "Boleh saja. Masuk saja dulu ke dalam," sahut Yana.Slamet mengangguk. Sejenak ragu untuk menyalami Yana dan Bagas atau tidak. Namun akhirnya, Slamet pun mengulurkan tangannya ke arah Bagas dan Yana.Bagas tetap terdiam dan masuk ke rumahnya dengan kaku, sementara itu Slamet mengikuti langkah kedua pasutri itu dengan canggung. "Duduk, Mas," tukas Yana basa basi. "Sebentar ya, aku bawa Fajar kesini."Slamet mengangguk dan segera duduk di sofa empuk di rumah Bagas. Sedangkan sang empunya langsung berlalu menuju kamar. Slamet memandang ke sekeliling ruang tamu rumah Bagas. Tampak besar dan indah. 'Kamu kayaknya hidup enak sekarang, Yan. Jauh daripada dibandingkan denganku,' batin Slamet minder.Rumah Bagas memang besar. Berbentuk L dan terdapat dua pintu depan. Bangunan yang menghadap utara digunakan untuk rumah Bagas dan Yana. S
"Berhenti! Fajar tidak akan kemana-mana!"Yana dan Slamet menoleh. Terlihat Bagas dengan langkah tegak melangkah ke arah Slamet. "Jangan bawa Fajar kemana-mana!" seru Bagas tegas. Slamet berdiri dari posisi jongkoknya dan memandang nyalang ke arah Bagas. Keduanya berhadapan. Wajah Ani tampak ketakutan. "Mbak, ayo kita pindahkan anak-anak ke kamar," pinta Yana. Ani mengangguk. Kedua perempuan itu lalu menggendong Fajar dan si kembar kembali ke kamarnya. "Tunggu. Mau dibawa kemana anakku? Aku masih ingin menggendongnya."Slamet berlari ke arah Yana untuk merebut Fajar. "Tunggu! Kamu sedang emosi. Tidak baik menggendong anak kecil saat hati sedang emosi," tukas Bagas sambil menahan bahu Slamet. Slamet menoleh. "Lepaskan! Tahu apa kamu tentang anakku? Akulah ayah kandungnya. Aku lebih berhak padanya. Kamu ayah sambung, nggak akan bisa menyayangi Fajar."Bagas tersenyum."Oke. Aku lepas."Bagas melepaskan cekalan tangannya dari bahu Slamet. "Apa kamu sadar kalau kamu telah melakuk
Bugh!Slamet mengayunkan tendangan kaki kanannya ke arah Bagas, dengan sigap Bagas menangkis tendangan yang diberikan oleh Slamet dengan mencengkeram betis lelaki kurus itu. Lalu Bagas memberikan pukulan siku pada tulang kering Slamet.Bugh!"Aargh!"Slamet berteriak keras. Bagas melepaskan kaki Slamet. Lelaki itu meringis kesakitan dan berjalan terhuyung."Jangan membuat gaduh di rumahku!" seru Bagas berkacak pinggang dengan satu tangan. Sedangkan tangan lainnya untuk menuding Slamet. "Kamu yang jangan sembarangan! Aku berhak terhadap anakku! Siapa kamu? Hanya bapak sambungnya saja belagu!""Apa kamu bilang? Kamu bapaknya Fajar? Jangan melawak ya?! Kemana saja kamu selama ini? Kamu tidak pernah memberikan perhatian, kasih sayang, dan uang untuk kebutuhan anak kamu. Dan sekarang kamu kesini dan mengklaim dia anak kamu? Udah nggak waras kamu? Atau jangan-jangan ada udang di balik batu sampai kamu mendadak mendekati Yana? Kamu benar-benar mencurigakan. Ada niat apa kamu kemari sekar
"Oh ya? Bagaimana caranya?" tanya Yana antusias. "Aku akan menyewa satpam dan memasang CCTV di sini. Kalau perlu aku akan memasang alarm maling di sini."Yana mendelik. "Memang perlu seekstrim itu ya?" tanya Yana bingung. "Tentu saja. Slamet itu makhluk paling berbahaya sekarang. Terlihat sekali dia mengincar kamu. Mungkin mengincar harta kita juga dengan memanfaatkan Fajar."Yana menghela nafas. "Maaf ya gara-gara aku, Mas Bagas dan Mama jadi bertemu dengan mas Slamet yang aneh.""Enggak apa-apa. Kamu dan Fajar memang harus dilindungi. Aku tidak keberatan untuk melindungi kalian berdua."Yana tersenyum dan memandang Bagas penuh cinta. Mamanya seketika berdehem."Duh manten baru. Dunia milik berdua ya? Yang lain ngontrak atau ngekost. Kalau mau ehem-ehem, nunggu Mama dan anak-anak tidur lah. Apa-apaan kalian ini," tegur Mama Bagas mengulum senyum.Bagas dan Yana tersipu dan tersenyum malu-malu. "Ya sudah. Kalau begitu ayo kita suapin anak-anak sampai kenyang biar tidur," tukas Bag
Pak Suryo terdiam dan terlihat berpikir.Lalu tak lama kemudian dia melihat Tita dari atas ke bawah dan mencebik. "Ck, kamu mencoba merayu saya ya? Saya sudah punya anak istri, tahu?!" Tita mendekat ke arah pak Suryo lalu menyentuh dada lelaki berusia 45 tahun itu. "Yah, barangkali aja bosen makan pecel terus pengen makan sate, ya kan?" tanya Tita mengedipkan sebelah matanya. "Emang kalau aku mau tidur sama kamu, kamu mau bunga berapa?" 'Yes, akhirnya kena kan kamu, Pak?! Gayanya tadi sok nggak mau,' batin Tita. "Yah, kalau bisa tanpa bunga dong. Yang penting dibayar kan?" Pak Suryo terlihat berpikir sejenak. Diam-diam lelaki itu menelan ludah melihat Tita yang bergaya memilin-milin rambutnya dengan duduk menopang kaki di atas meja. "Oke. Baiklah, kalau begitu deal ya? Aku akan menghilangkan bunga pembayaran atas pinjaman kamu. Tapi rahasiakan pada keluarga dan orang lain," tukas pak Suryo sambil menjilat bibir bawahnya sendiri. Mata Tita berbinar. Meskipun di dalam hatiny
"Astaga, kenapa istrimu bisa kemari, Pak? Bapak menjebak saya? Bapak mau saya digerebek dan dilaporkan ke polisi? Tega bener Bapak!" seru Tita dengan mata berkaca-kaca."Aku belum gila, Tita! Aku tidak memanggilnya kesini. Entah kenapa mendadak istriku kemari."Pak Suryo pun terlihat panik. Sedangkan Tita segera membetulkan bajunya yang masih amburadul. Ketukan di pintu berubah menjadi gedoran. "Mas! Kamu ngapain sih di dalam? Ada siapa? Kamu mencurigakan sekali! Buka pintunya, Mas!"Suryo memandang Tita yang juga memucat. Bayangan Tita tentang dia yang diseret dan dijambak tergambar jelas dalam kepalanya. "Pak, saya harus bagaimana?"Suryo berpikir cepat. "Kamu harus keluar lewat jendela. Sekarang!"Suryo membuka jendela di ruangannya. Jendela kaca besar dengan bingkai kayu. Jendela itu tanpa teralis. Tita mendelik. "Apa Bapak tega menyuruh saya untuk melalui jendela ini? Kenapa saya jadi seperti kucing?" protes Tita. "Woy, Mas Suryo! Kalau kamu tidak mau membukakan pintu, akan k