"Aku pengen kita sama-sama memperbaiki diri. Aku minta maaf pernah menorehkan luka yang begitu besar dalam hatimu, kamu mau maafin aku, 'kan?" tanyaku padanya. Aku sangat berharap jawabannya iya. Meskipun tadi aku sudah mendengar bahwa dia memaafkan, hanya saja hati ini rasanya masih belum puasa dengan perkataan yang dia ucapkan saat aku pura-pura memejamkan mata tadi."Mas, a-aku ....""Aku benar-benar bodoh, kenapa tidak bisa membencimu yang jelas-jelas selalu menyakiti hatiku. Aku bodoh, Mas," ujarnya tiba-tiba memukul kepalanya berkali-kali.Aku lalu duduk dari posisi berbaring dan segera membawanya ke dalam pelukan."Maafkan aku. Andai dari awal aku tak seceroboh dan sekeras itu. Mungkin luka yang aku berikan tak akan sedalam yang kamu rasakan saat ini," ujarku memeluknya erat.Terlihat bahu Nina yang bergetar, dia menangis? Padahal baru saja tadi aku menggodanya dan sekarang dia kembali menangis lagi.Tangisannya hanya membuat aku merasa semakin bersalah."Maafin aku, Nita," li
"Pantesan kamu marah-marah terus ya tadi di rumah sakit, ternyata lagi PMS," ucap Damar saat mereka sekarang sudah berada di rumah."Mas, apaan sih. Nggak usah ngomong gitu bisa nggak," ucap Nita pada sang suami yang terlihat menyebalkan.Mereka sekarang berada di dalam kamar yang sama, tak lagi berpisah seperti dulunya.Saat Nita berjalan menuju kamar mandi, Damar langsung menarik Nita duduk ke pangkuannya. Nita sedikit terhenyak saat mendapatkan perlakuan begitu."Kamu cantik," goda Damar. Ia sangat senang melihat pipi memerah milik sang istri. Terasa begitu menggemaskan saja menurutnya."Mas, nggak usah mulai deh," ujar Nita terlihat kesal. Bukan karena apa, pasalnya jantung ia berdegup sangat kencang. Tak bisa diajak kompromi untuk biasa-biasa saja ketika berdekatan dengan Damar."Kenapa? Sama istri sendiri nggak papa, 'kan," ucap Damar lagi."Mas, jangan kayak gini deh. Aku ... aku nggak bisa, Mas." Nita langsung berdiri dari pangkuan Damar, ia sangat terpukul atas kejadian yang
Selesai mandi, dia lalu ke luar kamar. Pergi ke ruang kerjanya. Padahal dia baru saja ke luar dari rumah sakit, hanya saja karena banyak pekerjaan yang bertumpuk. Mau tak mau dia harus mengerjakannya malam ini juga.Karena Sarah, perusahaannya hampir saja mengalami kebangkrutan. Untungnya ada Aryo yang siap sedia menangani masalah demi masalah yang sedang terjadi. Jadi itu semua bisa dikendalikan sebelum akhirnya berakibat fatal."Tuan, tuan belum makan. Bibi sudah siapkan di atas meja ya." Mpok Wati berbicara dari balik pintu, Damar yang mendengar menghentikan pekerjaannya terlebih dahulu.Ia membuka pintu ruang kerjanya, lalu melangkahkan kaki menuju meja makan."Anita belum bangun, Mpok?" tanyanya saat melihat Mpok Wati menata makanan di atas meja."Belum, Tuan, saya belum melihat Nyonya daritadi," ujar Mpok Wati. Damar menganggukkan kepala, Nita memang harus banyak istirahat. Bukan hanya karena kejadian itu, tapi sekarang hormonnya sedang tidak stabil. Mungkin karena fase yang ser
***Nita bangun sedikit lebih pagi. Badannya pun terasa lebih enakkan sekarang. Ia lalu memutuskan untuk mandi dan bersiap membantu Mpok Wati membuat sarapan.Saat ingin bangun, tiba-tiba saja tangannya ditarik oleh Damar. Nita lalu kembali terjatuh ke atas ranjang."Mau ke mana?" tanya Damar dengan mata terpejam dan suara yang serak."Aku mau mandi, Mas. Sekalian mau cuci pakaian yang sudah menumpuk di keranjang pakaian,", jawab Nita.Damar lalu menaruh kepalanya di antara bahu dan leher Nita. Bulu kuduk Nita merinding mendapatkan perlakuan begitu."M-mas, kamu mau a-apa?" tanya Nita sambil mengontrol jantung yang mulai jedag-jedug."Nanti saja mandinya, kamu masih harum," ujar Damar semakin menenggelamkan kepalanya di leher Nita. Dan ini sangat membuat Nita merinding."Mas, aku harus bersiap. Hari ini aku juga akan ke toko kue. Karena sudah lama tidak ke sana,* ujar Nita mencoba memberi pemahaman pada sang suami."Nanti saja, aku masih kangen sama kamu." Damar melingkarkan tangannya
Nita sekarang sudah berdiri di depan toko kue miliknya. Matanya berbinar merindukan toko yang sudah lama ia kelola.Dari depan toko ini terlihat sepi, padahal buka. Namun, Nita berusaha berpikir positif mungkin karyawannya sedang sibuk di dalam sana. Perlahan tapi pasti, Nita melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam toko. "SURPRISE!!" Teriakkan yang menggema mengejutkan Nita, Nita memegang dadanya yang berdegup sangat kencang.Dengan penuh rasa haru ia meneteskan air mata, karena karyawannya berinisiatif untuk memberikan surprise kepadanya dirinya."Selamat datang kembali, Ibu, kami semua merindukan Ibu," ucap salah satu karyawati kepercayaan Nita. Namanya Dina, Nita menyambut bunga yang berada dalang genggaman tangan Dina. "Terima kasih, Dina. Sudah menjadi karyawan yang sangat jujur, bertanggungjawab. Terima kasih juga untuk karyawan saya yang lain, tanpa kalian apalah saya sekarang," ujar Nita sambil menangis tersedu.Dina lalu memeluk Nita yang mulai terbawa perasaan, disusul ole
"Dia udah sering ke tokomu?" tanya Damar pada Anita. Saat ini mereka baru saja melakukan perjalanan untuk kembali ke rumah."Kalo dari info yang Dina kasih, katanya sih iya, Mas. Pak Adit sering pesan kue di toko, baik itu untuk acara penting maupun tidak." Anita menjelaskan pada suaminya."Oh gitu, jangan terlalu dekat sama dia. Aku takut dia punya niat buruk sama kamu," ujar Damar sambil memfokuskan pandang ke jalanan yang lumayan padat."Kamu cemburu, Mas?" tanya Nita ketika melihat raut wajah sang suami yang terlihat tak suka."Enggak, aku kayak gini demi kebaikan kita bersama. Aku cuma nggak mau aja kejadian buruk terjadi di antara kita berdua," ucap Damar menjelaskan. Namun jauh di lubuk hatinya yang terdalam memang tersimpan rasa cemburu yang begitu besar."Yah, aku pikir kamu cemburu. Baru saja aku mau senang," ucap Nita dengan sendu. Ia sengaja melakukan itu, ingin melihat bagaimana tanggapan sang suami terhadap apa yang ia katakan."Kalo aku bilang aku cemburu? Kamu senang g
"Enak 'kan, Mas, baksonya?" tanya Nita saat melihat sang suami menghabiskan tiga mangkok bakso di depannya.Nita menggelengkan kepalanya kecil melihat tingkah laku sang suami yang seperti anak kecil."Enak, Sayang. Kamu kok baru sekarang sih ngajak aku ke sini, kalo tau di sini baksonya enak. Setiap pulang kerja, pasti aku bakalan mampir terus ke sini," ucap Damar sambil memasukkan sebiji pentol ke dalam mulutnya."Ya kan kemarin kita nggak seakrab sekarang, Mas. Jadi gimana aku mau ngajak kamu ke sini, orang setiap bicara aja kamu selalu ngehindar," ujar Nita dengan nada suara yang seolah-olah sangat sedih. Padahal aslinya tidak.Damar mengunyah makanan dengan sangat cepat, ia ingin segera menjawab perkataan sang istri. "Maafin aku ya, Sayang, kemarin itu bukan aku. Mungkin bisa jadi aku, tapi ... ah gimana ya jelasinnya pokoknya gitu lho, saat ini aku benar-benar sudah sangat mencintaimu. Kamu percaya kan sama aku," ujar Damar lalu memegang telapak tangan Anita.Anita tersenyum man
Anita menangis tersedu-sedu di atas ranjangnya. Bahkan matanya sudah sangat bengkak karena hampir satu jam ia menangis tak hentinya."Sayang, aku benar-benar minta maaf. Aku nggak bermaksud buat bikin kamu luka lagi." Damar berusaha menghentikan tangisan Anita, tapi Niya malah terlihat tak peduli dengan ucapannya.Damar mengacak rambutnya frustasi, tak tahu harus apa sekarang? Ia bahkan sangat-sangat bingung bagaimana cara membujuk sang istri agar tak menangis lagi."Sayang, jangan menangis lagi. Aku benar-benar minta maaf," lirih Damar. Dia memegang telapak tangan Nita yang terasa dingin.Nita lalu menghentikan isak tangisnya dan menatap Damar dengan pilu."Mas, nggak perlu minta maaf. Itu semua salah aku, coba aja waktu itu aku nggak usah pakai acara pergi dari rumah. Mungkin anak kita masih hidup sampai sekarang," ujar Nita dengan suara yang parau. Damar sangat sedih melihat kondisi istrinya sekarang, padahal baru tadi siang mereka bersenang-senang dan menikmati waktu bersama denga