*Saat sedang asik berbelanja, Damar tak sengaja bertemu dengan Aryo dan juga Putri."Lho, ngapain lu di sini, Mar?" tanya Aryo. Damar bergumam pelan, saat melihat Aryo dan Putri bergandengan tangan dengan mesra."Nggak liat lu, gue lagi belanja. Lu tega banget ya, nggak ada jengukin anak gue yang ganteng di rumah," ujar Damar mengomel pada Aryo."Sorry, Bro. Saat itu gue sama Ayang gue lagi mutusin buat bulan madu. Jadi nggak tau, kalo Nita bakalan melahirkan. Bahkan gue sama Ayang gue juga baru tau, kalo Nita udah melahirkan," ujar Aryo lagi bersungguh-sungguh meminta maaf."Maaf ya, Mar. Kita nggak bermaksud cuek, baru aja kemarin aku sama Aryo datang liburan. Ini rencananya mau belanja juga, mau kasih hadiah sekalian buat si ganteng," ujar Putri pada Damar.Damar lalu tertawa. "Hadeh, lu berdua kayak sama siapa aja? Gue bercanda kali, nggak beneran marah. Nggak papa kok, lagian pengantin baru juga wajar kali liburan.Sorry-sorry, nggak usah diambil hati lho, ya. Ya udah ke rumah a
Nita begitu terkejut bukan main saat melihat Laura yang dengan tidak malunya menempel selalu terhadap Damar, suaminya.Padahal dari tadi Damar seolah menghindar dan mencoba duduk di tempat lain, tapi tetap saja Laura selalu mengikuti Danar tanpa memperhatikan keadaan sekitar yang sudah mulai mencekam karena tak suka dengan sikapnya yang tak tau malu itu."Sudah main kejar-kejarannya?" tanya Bagas membuat Damar berhenti bergerak dan Laura yang kembali mengambil posisi tepat di samping Damar.Nita yang melihat itu, mengembuskan napas kasar dan menahan rasa kesal di dalam lubuk hatinya. Ia menatap tajam sang suami yang menatapnya dengan sendu.'Matilah aku,' batin Damar meringis karena mendapatkan tatapan tak bersahabat dari sang istri kesayangan."Tante gimana kabarnya?" tanya Laura basa-basi sambil menatap Aida yang kecantikannya sama sekali tak berkurang."Tanta baik-baik saja, bagaimana denganmu, Laura?" tanya Aida sambil tersenyum manis. Kenal dengan Laura begitu lama, membuat merek
"Mas, aku merasa ... merasa bahwa pandangan Mama terhadap Laura berbeda," ujar Nita langsung to the point menceritakan yang ia rasakan.Damar bingung, hingga nampak kerutan di dahinya. Tak paham dengan apa yang dikatakan Nita. "Berbeda? Berbeda bagaimana maksudmu, Sayang?" tanya Damar yang memang tak paham."Aku takut, Mas.""Takut apa?""Takut kamu berpaling dariku dan melupakan semua kisah yang pernah kita lalui bersama. Aku merasa akan ada sesuatu buruk yang terjadi, tapi ... tapi aku tak yakin itu apa?" Nita menjelaskan dengan terburu-buru, hingga napasnya pun ngos-ngosan tak beraturan."Tenanglah, Sayang, jelaskan secara perlahan. Aku tak paham dengan apa yang kau maksudkan itu," ujar Damar yang khawatir melihat sang istri seperti cemas berlebihan."Lagipula, aku tak akan berpaling darimu. Sudah kutekadkan dalam hati, tak akan menyakitimu lagi. Aku sudah bisa berpikir lebih baik, karena apa? Karena sekarang kita bukan hanya punya Arkanza, tapi juga cinta.""Cinta yang membuat ika
"Mas, buru-buru banget. Masih pagi lho ini, sini sarapan dulu," ujar Nita pada Damar. Damar yang sibuk ke sana kemari mengurus berkasnya, tak mendengar apa yang dikatakan sang istri"Mas!" teriak Nita melihat Damar yang tak peduli pada ucapannya."Apa, Sayang?" tanya Damar yang sedikit terkejut mendengar teriakkan sang istri. Damar lalu menghentikan sebentar kesibukannya, dan menghampiri Nita yang memasang raut wajah kesal."Sarapan dulu, masih pagi. Nggak usah buru-buru gitu kayak orang dikejar hantu," kata Nita dengan lembut."Nggak sempat, Sayang. Aku lupa, pagi ini ada meeting, jadi harus ke kantor lebih pagi. Karena ada berkas yang nggak selesai aku kerjain," ucap Damar memberi pengertian pada sang istri."Nggak usah sedih gitu, nanti selesai meeting. Aku bakalan pulang ke rumah untuk makan siang ya," bujuk Damar. Mendengar perkataan sang suami, muncullah senyuman yang menghiasi bibir mungil Nita."Nah, gitu dong senyum. Cantik banget istri aku," goda Damar sambil mencubit pipi sa
"Ngapain dia ke sini, Mas?" tanya Nita dengan nada ketus. Sambil menikmati makanan yang dibawa istrinya, Damar menatap sang istri yang cemberut."Cemburu ya?" tanya Damar dengan nada meledek."Enggak!""Cemburu nih istri aku.""Nggak! Siapa yang cemburu sih," ucap Nita sambil memalingkan wajahnya."Aku nggak tau, Sayang. Tiba-tiba dia datang gitu aja, sambil bawain makanan buat aku. Tapi kamu tenang aja, makanannya nggak aku makan kok, sempat aku cicipi, cuman ya itu," ujar Damar tak melanjutkan ucapannya."Apa? Enak banget gitu!" tanya Nita dengan nada yang tegas. Ia penasaran dengan rasa masakan Laura."Kok diam? Enak ya?" tanyanya lagi, tapi tak kunjung mendapatkan jawaban dari Nita."Enggak, Sayang, kalo enak mungkin udah habis makanannya aku makan." Ucapan Damar membuat wajah Nita merah, bukan karena salting tapi menahan kesal yang semakin menggelora."Jadi, kalo enak makanan dia bakalan kamu habisin gitu?" tanya Nita memalingkan wajahnya ke arah lain. Matanya mulai berkaca-kaca.
"Sayang, boleh nggak?" tanya Damar pada sang istri.Nita yang mendengar ucapan Damar mengerutkan dahinya tak mengerti apa yang diminta sang suami."Ngapain?" tanya Nita. Saat ini Arkanza bersama dengan Asih, Asih bilang ia merindukan sang cucu dan memilih untuk tidur bersama Arkanza."Anu," ujar Damar setengah-setengah, Nita yang sedang mengecek data hasil penjualan kuenya pun berhenti sejenak. Memfokuskan pikirannya terhadap keinginan Damar."Anu apaan? Yang jelas dong ngomongnya, kalo kamu anu-anu mulu aku nggak ngerti, Sayang," ujar Nita pada sang suami.Damar lalu tersenyum, sangat terlihat menggemaskan. Ia lalu turun dari ranjang mendekati sang istri."Kita bikin adek buat Arkanza," bisiknya di telinga Nita.Nita langsung membulatkan bola matanya. "No! No! No! Aku nggak mau. Aku mau membuatkan Arkanza Adek saat ia berusia 4 atau 5 tahun, aku takut kasih sayang kita terbagi untuknya."Ucapan Nita membuat Damar sejenak berpikir, mungkin apa yang dikatakan sang istri ada benarnya.N
"Sayang, makan dulu. Sudah seharian ini kamu nggak ada makan." Damar yang khawatir melihat kondisi sang istri langsung menghampiri Nita di kamar."Aku masih belum lapar, Mas. Kamu kalo lapar, makan duluan aja ya." Nita menolak untuk makan, hal itu membuat Damar sedikit ingin marah pada Nita.Namun Damar paham, Nita sekarang baru saja kehilangan orang tuanya. Jadi dia tak ingin mengikuti rasa egoisnya yang ingin segera marah pada sang istri, karena tak mau makan."Sayang." Damar memegang bahu sang istri, Nita masih asik memberikan asi pada Arkanza yang terlelap dalam pangkuannya."Nita belum lapar, Mas. Mas Damar makan aja ya duluan," ujar Nita tersenyum hangat pada sang suami."Sayang jangan menyiksa diri kamu sendiri, kalo kamu sakit nanti kasihan anak kita Arkanza. Dia masih kecil," bujuk Damar pada sang istri. Nita langsung termenung dan memikirkan ucapan Damar sang suami.Benar apa yang dikatakan Damar, jika dia sakit tentu saja itu juga akan berpengaruh pada kesehatan Arkanza, pu
*Nita terbangun sambil membuka matanya yang terasa berat akibat menangis semalaman."Mas,", panggil Nita saat melihat sang suami sudah tak berada di kamar. Ia lalu mengambil posisi duduk dan memegang kepalanya yang terasa sakit."Mas Damar," panggilnya sekali lagi. Namun masih tak kunjung ada sahutan, Nita lalu terdiam."Mungkin Mas Damar sudah berangkat bekerja,* gumam Nita, lalu turun dari tempat tidurnya. Ia segera mandi dan bergegas untuk ke kamar sang putra."Mama," panggil Nita saat melihat Aidansedang bercanda dengan Arkanza di ruang keluarga."Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Aida yang melihat sang menantu sudah ke luar dari kamar. Nita terlihat lebih segar dari kemarin."Ma, maaf ya, Nita kesiangan," ucap Nita pada Aida."Tidak apa-apa, Sayang. Mama mengerti dengan keadaanmu. Kamu harus bisa menerimanya dengan lapang dada, ya. Sejatinya manusia memang akan berpulang pada sang pencipta." Aida tersenyum sambil menatap Nita yang berjalan mendekati mereka berdua."Iya, Ma. Nita