Share

Fitnah Rouku

“Kak Rouku?”

“Apa yang kau sembunyikan?” tanya Rouku.

“Tidak ada,” jawab Bai Jia.

“Tunjukkan padaku!”

Rouku mengulurkan tangannya untuk meminta barang yang disembunyikan Bai Jia. Namun, Bai Jia justru memalingkan wajahnya.

“Tidak,” jawab Bai Jia tegas.

“Berani kau sekarang padaku?”—Rouku kesal mendapat perlawanan dari orang yang selama ini ia tindas—“sekarang sudah tidak ada kakek guru yang bisa menolongmu, jadi jangan macam-macam padaku! ... kemarikan!”

Rouku berusaha merampas pedang yang terbungkus pakaian Bai Jia itu, akan tetapi Bai Jia terus menghindarinya. Pada akhirnya pertarungan kecil pun tidak terelakkan.

Sejak pertarungan siang tadi Rouku penasaran dengan kemampuan Bai Jia sekarang. Berhubung ada kesempatan, Rouku ingin sekali mencoba mengujinya sendiri.

Meskipun yang dilakukan Bai Jia hanya menghindar, akan tetapi Rouku bisa merasakan perbedaan energi Bai Jia. Energi itu asing bagi Rouku.

“Bagaimana dia mendapatkan tenaga dalamnya ini?” batin Rouku.

Bai Jia yang terus menghindar itupun terkesan mempermainkan Rouku. Harga diri Rouku terasa seperti diinjak.

“Jangan hanya menghindar, brengsek!”

Kesal, Rouku akhirnya mengeluarkan salah satu jurus andalannya, yang mana hal itu dapat langsung melukai Bai Jia. Sebenarnya bukan Bai Jia tidak tahu Rouku menggunakan jurus dan bukan pula Bai Jia tidak bisa menghindar, akan tetapi dia tidak mau terus melawan Rouku.

Bai Jia memilih untuk mengalah. Dia masih belum tahu apa yang terjadi padanya, jadi dia tidak mau gegabah melakukan sesuatu.

Bai Jia menerima serangan Rouku. Dia terhempas ke belakang dan jatuh tergeletak di tanah.

UHUK!

“Sekali tidak berguna tetaplah tidak berguna,” cemooh Rouku, “jangan karena berhasil mengalahkan orang-orang Diyu tadi lantas kau besar kepala, Bai Jia! kau tetaplah pembawa sial bagi Perguruan Lotus Putih. Aku sangat menyayangkan keputusan kakek guru yang begitu bodoh telah mempertahankanmu.”

“Jaga bicaramu!”

“Kenapa? kau tidak terima?”

“Jaga kesopananmu, Kak! meskipun kakek guru sudah tiada, dia tetap guru yang harus kita hormati.”

“Jadi banyak bicara rupanya kau sekarang, bagaimana kalau kau pergi saja menyusul kakek guru? sehingga kau bisa terus bersembunyi di balik ketiaknya.”

Rouku kembali menyerang Bai Jia dengan jurus tenaga dalamnya. Sementara itu, Bai Jia dengan amarah yang tertahan menutup mata dan menggenggam erat pedang di tangannya yang masih terbungkus kain.

Bai Jia berpikir untuk menerima serangan itu. Mungkin kematiannya memanglah hal terbaik untuknya dan orang-orang di sekitarnya.

Hanya saja, ketika ia memejamkan mata, Bai Jia dapat melihat dengan jelas wajah Tao Jin di saat-saat terakhir sebelum meninggal. “Tidak bisa,” batin Bai Jia sambil kembali membuka mata, “aku tidak boleh mati sebelum melenyapkan orang yang membunuh kakek guru.”

Bai Jia mengangkat pedang dalam genggamannya dan menggunakannya untuk menangkis serangan jurus dari Rouku. Hal tersebut menjadikan tubuh Rouku terpental dan menabrak batu di belakangnya.

HUK!

Rouku batuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya. Sementara itu, Yue Er, Jin Hao dan murid-murid lain mulai berdatangan. Suara ribut Rouku dan Bai Jia mengundang rasa penasaran mereka untuk melihat.

“Kak Rouku!”—Yue Er menghampiri Rouku.

Melihat Rouku mengalami luka dalam, Jin Hao lantas menatap Bai Jia dan bertanya kepadanya. “Apa yang baru saja terjadi? bagaimana Rouku bisa terluka?”

“Guru ...,”—Bai Jia bingung bagaimana harus memulai untuk menjelaskannya.

“Bai Jia, jawab dengan jujur! sebenarnya dari mana saja kamu seharian kemarin? dari mana kamu mendapat kekuatan iblis itu?”

“Apa? kekuatan iblis?” batin Bai Jia.

Bai Jia syok mendengarnya. Tentu saja dia tidak tahu menahu mengenai hal itu.

“Aku ... aku tidak tahu, guru.”

“Bohong! kau pasti sudah bersekongkol dengan para iblis Diyu itu,” tuduh Rouku, “buktinya, ke mana kau saat mereka menyerang perguruan? jika kau bisa mengalahkan mereka, seharusnya kau datang lebih awal, tapi kau justru datang setelah semuanya binasa.

“Kau tiba-tiba datang bak pahlawan dengan energi gelapmu itu. Kau pasti telah bersekongkol dengan mereka, itulah alasan mengapa jenderal iblis Diyu bisa kabur saat bertarung denganmu. Kau pasti sengaja membiarkannya.”

Bai Jia geleng-geleng kepala. Bagaimana bisa kakak seperguruannya memiliki pemikiran jahat seperti itu.

“Tidak, semua itu tidak benar, aku punya alasan kenapa aku baru muncul tadi dan dengan keadaanku seperti ini.”

“Kalau begitu katakan!” perintah Jin Hao.

“Guru, aku akan menceritakan semuanya, tapi tolong percaya padaku!”

Jian Hao diam sejenak untuk berpikir. Lalu, tidak lama kemudian ... “Kalian kembalilah ke gua!” perintahnya pada Yue Er dan yang lain.

“Guru,”—Yue Er ingin menyampaikan pendapatnya.

“Yue Er, obati luka Rouku! aku akan kembali setelah selesai bicara dengan Bai Jia.”

Yue Er tidak diberi kesempatan untuk berpendapat. Jin Hao berjalan memasuki hutan meninggalkan Yue Er dengan diikuti oleh Bai Jia.

“Yue Er, aku tidak percaya pada Bai Jia, aku akan mengikuti mereka,” ucap Rouku.

“Tidak, Kak, kamu terluka, biarkan aku mengobatimu. Aku yakin tidak akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap Guru Jin Hao,”—Yue Er beralih berucap dalam batin—“aku percaya pada Bai Jia, dia tidak mungkin menyakiti Guru Hao.”

Sebenarnya Rouku bukan khawatir pada gurunya, akan tetapi khawatir Bai Jia akan bicara macam-macam pada sang guru, sekalipun dia tahu gurunya akan tetap berpihak padanya. Rouku, dia hanya sangat penasaran dengan isi perbincangan Bai Jia dan Jin Hao. Dia ingin tahu dari mana asal kekuatan Bai Jia.

Di saat Rouku masih harus bergelut dengan rasa ingin tahunya, di tengah hutan sana Bai Jia menunjukkan pedang temuannya kepada Jin Hao. Begitu kain pembungkus dibuka, kilauan besi pipih itu menusuk mata Jin Hao.

“Dari mana kamu mendapatkan pedang ini?” tanya Jin Hao sembari menghalau kilauan pedang tersebut.

“Ceritanya panjang, guru,” jawab Bai Jia, “tapi intinya saat perguruan diserang, saat itu aku tengah terbawa arus sungai yang meluap dan terdampar di sebuah gua. Di gua itulah aku menemukan pedang ini.”

Bai Jia menceritakan semua kronologi yang terjadi di gua kepada Jin Hao. Namun, rupanya Jin Hao mengabaikan cerita Bai Jia dan lebih tertarik untuk menatap pedang tersebut.

Seolah terhipnotis, Jin Hao berjalan mendekat dan berusaha meraih pedang itu. “Guru!” panggil Bai Jia saat menyadari ada yang tidak beres dari sang guru.

Berhasil, Jin Hao berhasil memegang pedang yang ada di tangan Bai Jia. Namun, tidak lama setelah itu sengatan listrik menjalar ke seluruh tubuh Jin Hao dan membuatnya berteriak sejadi-jadinya karena kesakitan.

Teriakan Jin Hao yang sangat keras itupun mengundang Yue Er dan Rouku untuk datang memeriksa. “Seharusnya kau percaya padaku Yue Er! tidak seharusnya kita biarkan Guru Hao hanya berdua bersama Bai Jia.”

Yue Er sama sekali tidak memberi tanggapan. Dia hanya fokus berlari karena ingin segera sampai ke tempat guru Hao-nya.

Hanya tersisa satu guru dari perguruan Lotus Putih dan itu adalah Jin Hao. Jika terjadi sesuatu pada Jin Hao, maka Yue Er lah yang akan menggantikan posisi pemimpin di klan mereka. Yue Er, dia belum siap.

-

-

-

“Guru!” teriak Yue Er histeris.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status