Pagi-pagi sekali, Ratih terpaksa berkutat di dapur. Sesekali gadis itu menutup mulutnya, karena menguap, bagai mana tidak, gadis yang berasal dari keluarga kaya itu, sudah terbiasa bangun siang, setidaknya paling pagi pukul 6 pagi. Namun hari ini, dirinya harus bangun lebih awal di rumah calon suaminya.
Bu Mirna melirik ke arah Ratih, tampak seringai tipis yang menghiasi wajah tuanya."Aduk itu nasinya di majicom, biar merata," perintah Bu Mirna. Ratih yang saat itu sedang menggoreng ikan, langsung melangkah menuju meja yang ada di atas meja dapur, di samping lemari tempat menyimpan makanan."Uh, Ratih merasakan sedikit panas, bersamaan uap yang keluar, saat dirinya membuka tutup majicom tersebut. Gadis itu mengibaskan tangannya di atas ucap yang mengepul tersebut, lalu mengambil sendok nasi, dan mengaduknya. Setelah selesai, Ratih menutupnya, dan kembali dengan aktivitasnya semula.Sreeng ....Ratih memasukan ikan ke dalam minyak panas, dengan sedikit melemparnya, membuat minyak tersebut menyiprat ke mana-mana, untung saja tidak mengenai tangannya saat itu."Hei, apa yang kau lakukan? Mengapa kau menggorengnya dengan cara melempar ikan itu? Coba lihat ini, berminyak semua. Cepat kau lap cipratan minyak ini, saya tidak mau terpeleset karena kecerobohanmu itu," ucap Bu Mirna sambil menatap marah pada Ratih."Maaf Bu, saya membereskannya," jawab gadis itu, yang kemudian melangkah menuju kamar mandi, untuk mengambil kain pel, untuk mengelap cipratan minyak tadi.Sedangkan Bu Mirna tersenyum sinis, sambil terus menatap punggung calon menantunya tersebut. "Dasar wanita tidak berguna," gumam Bu Mirna, setelah itu berlalu meninggalkan dapur.Sedangkan Ratih kembali dengan membawa sapu pel, kemudian langsung mengelap cipratan minyak di atas lantai, yang ada di bawah kompor tempatnya tadi menggoreng ikan, setelah selesai, gadis itu kembali melangkah menuju kamar mandi, untuk meletakan kain pel tersebut."Bau apa ini, astaga, ikan ..." pekik Ratih, sambil berlari menuju kompor, di mana saat ini ikan yang tadi ia goreng, kini sudah terlihat berwarna kehitaman, karena gosong. Belum lagi asap yang mengepul dari atas wajan tersebut, membuat Ratih panik dan langsung mematikan kompor tersebut."Aduh, bagai mana ini, kenapa aku teledor banget sih," ucap gadis itu meringis.Sedangkan dari arah depan, terlihat hidung Bu Mirna kembang kempis, seperti mengendus sesuatu, setelah menyadari sesuatu, Bu Mirna langsung berteriak memanggil calon istri Miko tersebut."Ratih ... Ratih, ke sini kamu!" panggil Bu Mirna."Iya Bu," jawab Ratih, sedikit panik. Takut jika calon ibu mertuanya yang kejam itu akan memarahinya."Ratih, bau apa ini hah? Kamu masak gosong ya?" tanya wanita itu sambil berkacak pinggang. Lalu pandangannya beralih ke arah wajan yang gosong."Astaga kau ini ya, kenapa bisa gosong seperti ini, gimana sih kau ini, bisa masak tidak sih sebenarnya kau itu, hah?" hardik Bu Mirna, sambil bersungut-sungut."Lihat ini, kenapa bisa begini? Wajan kesayangan saya jadi rusak begini," protes Bu Mirna, sambil menunjuk ke arah wajan yang ada di depannya."Maaf Bu, saya tidak sengaja," Ratih menundukkan wajahnya, tidak berani menatap wajah sangat Bu Mirna.Yati yang baru saja keluar dari kamarnya, langsung menghampiri suara berisik yang berasal dari arah dapur. "Ada apa sih ini, ribut-ribut? Masih pagi sudah seperti orang mau perang saja, eh tunggu dulu, ini bau apa ya Bu? Kok seperti bau gosong gitu," ucap Yati, sambil mengendus bau gosong tersebut."Nih, coba kamu lihat tuh, isi wajan yang ada di atas kompor," ucap Bu Mirna, menjawab ucapan Yati, namun matanya malah menatap ke arah Ratih dengan tajam, seolah memberitahukan semua orang, jika itu semua adalah perbuatan wanita tersebut."Loh, kok ikannya gosong begini, Bu? Sayang sekali, kalau begini mana bisa di makan lagi," ucap Yati sambil menyayangkan ikan gosong tersebut."Semua ini karena ulah calon kakak iparmu yang cantik ini, katanya saja bisa masak, tapi kenyataannya, goreng ikan saja sampai gosong begini, padahal ini gampang sekali loh, ibu heran entah apa yang Abangmu lihat dari gadis ini," ucap Bu Mirna mencibir.Ratih yang sejak tadi terus dipojokan terlihat meremas tangannya, mencoba untuk tetap sabar dengan perkataan pedas, calon ibu mertuanya tersebut.Pandangan Yati kini tertuju ke arah Ratih, yang kebetulan saat itu juga sedang menatap ke arahnya. "Kamu beneran tidak bisa masak ya Mba? Setidaknya ini kan cuma ikan, tinggal dimasukan saja di atas minyak goreng, masa itu saja Mba Ratih tidak bisa sih," ucap Yati menatap remeh ke arah gadis yang ada di depannya saat ini."Ibu rasa juga begitu, kemarin kalau ibu tidak salah, Miko bilang, jika calon istrinya ini bisa memasak, tapi buktinya apa? Omong kosong," ucap Bu Mirna, kembali mencibir.Di ruangan lain, namun masih didalam rumah yang sama, tepatnya di sebuah kamar yang lumayan luas, terlihat seorang lelaki yang baru saja terbangun dari tidurnya, sebab merasa terganggu, saat mendengar kegaduhan dari arah luar, dan lelaki itu adalah Miko."Kok sepertinya aku mendengar suara ribut-ribut ya," monolognya. Karena merasa penasaran, akhirnya Miko memutuskan untuk segera keluar dari kamarnya. Miko yang saat itu hanya memakai celana boxer di atas lutut, dengan bertelanjang dada, segera mengambil pakaiannya, yang tergeletak di atas ranjang tempat tidurnya. Miko memang tidak pernah memakai baju disaat tidur, setelah memakai kaos nya, lelaki berusia 24 tahun itu segera beranjak keluar.Saat Miko membuka pintu kamarnya, bertepatan itu, Andi juga baru saja keluar dari kamarnya dan Yati."Apa kamu juga mendengar, apa yang aku dengar Ndi?" tanya Miko."Sepertinya begitu Ko, memangnya apa yang terjadi, kenapa sepagi ini mereka terdengar sangat berisik ya," ucap Andi."Entahlah, sebaiknya kita lihat saja sekarang," ajak Miko yang diangguki oleh Andi. Keduanya pun lantas melangkah menuju dapur, di mana asal suara berisik tadi, yang jaraknya hanya beberapa meter dari mereka.Sedangkan di dapur, terlihat Ratih mulai membersihkan peralatan dapur yang gosong, setelah menaruh wajan gosong tersebut diatas wastafel, Ratih pun mulai menyiram, lalu menggosok wajan tersebut dengan kawat halus, yang terbuat dari baja."Aw ...," pekik Ratih saat tidak sengaja tangannya terkena sikat kawat yang tajam itu, saat menyikat area wajan yang gosong tersebut. Cepat-cepat Ratih membasuh tangannya, terlihat sedikit goresan ditangan putihnya. Gadis itu meringis saat merasakan perih karena luka tersebut."Makanya, kalau kerja itu yang benar, cuci piring saja tidak becus," ucap Bu Mirna, yang memang masih berada di dapur. Bukannya kasihan melihat Ratih, justru Bu Mirna malah menyudutkannya."Tahu nih Mba Ratih, lebih baik Mba pikir ulang deh Mba, buat menikah dengan Bang Miko, karena setelah Mba nantinya jadi istri Bang Miko, pasti kamu akan terus melakukan pekerjaan ini," sambung Yati, yang malahan membuat suasana semangkin runyam."Benar apa yang dikatakan Yati, sebaiknya kau pikir ulang, untuk menjadi istri Miko, karena perempuan yang pantas untuk menjadi istri Miko, adalah perempuan yang bisa segalanya, tidak sepertimu, baru tergores sedikit saja sudah seperti terkena pisau," ucap Bu Mirna sinis."Ada apa Bu, kenapa Ibu memarahi Ratih seperti itu?" tanya Miko tiba-tiba. Lelaki itu kini sudah berdiri dibelakang Bu Mirna, membuat wanita paruh baya itu langsung membalikan tubuhnya."Miko, kamu sudah bangun?" ucap Bu Mirna, yang malah bertanya balik."Iya, itu karena mendengar suara berisik dari luar, sebenarnya ada apa ini?" tanya Miko, kini tatapannya tertuju pada Ratih, yang saat itu sedang memegangi tangannya."Ratih, ada apa dengan tanganmu?" Miko langsung melangkah mendekati Ratih, lalu melihat tangannya yang terluka karena goresan sikat baja tersebut."Ini kenapa bisa sampai terluka seperti ini, hah?" ucap Miko khawatir. Sedangkan Bu Mirna malah mencibir, menurutnya Miko terlalu berlebihan."Hanya goresan kecil Miko, kamu tidak perlu khawatir seperti itu," jawab Bu Mirna, padahal yang ditanya Ratih."Iya Mas, aku tidak apa-apa kok," sambung Ratih. Lalu menarik tangannya dari genggaman sang kekasih."Tetapi ini berdarah sayang, sebaiknya kita obati sekarang," ucap Miko. Setelah itu, Miko langsung mengajak Ratih keluar dari area dapur, meninggalkan ibu dan anak, yang hanya bisa melongo saat Ratih dibawa oleh Miko."Is, kok Mba Ratih malah ikut Bang Miko sih, terus siapa dong, yang akan membersihkan semua kekacauan ini," ucap Yati, entah kenapa tiba-tiba perasaannya tidak enak."Ya kamu lah, masa ibu. Lagi pula kita tidak bisa memaksa wanita itu, kamu lihat tadi kan, bagai mana Abangmu memperlakukan kekasihnya itu? Seperti ratu," ucap Bu Mirna dengan nada ejekan di dalamnya. Sedangkan Yati hanya bisa mendengus dan pasrah dengan nasipnya.'Ck, ini semua karena Mba Ratih, awas saja kamu Mba,'Ratih mengamati wajah Miko, yang terlihat sedang serius saat mengobati luka di jari tangannya. Ratih tersenyum tipis, sungguh ia merasa sangat beruntung mendapatkan Miko, lelaki itu terlihat sangat menyayanginya. Walaupun keluarganya memperlakukannya dengan tidak baik, namun Ratih tidak begitu mempermasalahkannya, yang terpenting baginya adalah, dirinya selalu bisa bersama dengan Miko, sang kekasih hati."Lain kali kamu hati-hati," ucap Miko setelah selesai mengobati luka goresan ditangan calon istrinya tersebut."Iya Mas, lain kali aku akan lebih hati-hati lagi," jawab Ratih."Harus itu, lagian kamu tadi ngapain berada di dapur sih? Apa Ibu yang menyuruhmu? Kamu itu calon istriku, aku tidak mau kamu merasa terbebani dengan tinggal di sini, dan melakukan semua pekerjaan di rumah ini," ucap Miko, yang merasa keberatan jika kekasihnya itu ikut turun ke dapur, ada saatnya nanti, pikir Miko."Tidak apa-apa Mas, aku juga tidak ada kerjaan, tidak masalah jika aku ikut membantu Ibu di dapur,
Sudah tiga hari Ratih tinggal di rumah Miko, selama tiga hari pula Pak Restu sang ayah tidak pernah menghubunginya, walaupun Ratih marah dengan penolakan ayahnya pada pilihan hatinya, namun sebagai seorang anak, Ratih juga merasa rindu dengan sosok tersebut. Karena setelah kepergian sang ibu, hanya tinggal Pak Restu lah keluarganya. Walaupun Pak Restu tidak pernah ada untuknya disaat dia butuh sosok seorang ayah. Namun Ratih tetap menyayangi dan menghormati ayahnya.Pernah suatu hari Ratih meminta perhatian sang ayah, walaupun hanya untuk sekedar makan malam saja, ataupun teman untuk bercerita, sebenarnya Ratih merasa kesepian, semenjak kematian sang ibu, Pak Restu sudah jarang di rumah, setiap waktunya selalu ia habiskan diluar, pergi pagi, dan pulang dimalam hari, itupun disaat Ratih sudah tertidur pulas di kamarnya. Jadi, walaupun mereka tinggal satu rumah, namun sangat jarang bertemu.Namun setiap Ratih mengutarakan keinginannya, Pak Restu selalu menolak, dengan alasan banyak kerj
"Dasar anak durhaka, bisa-bisanya kamu melawan papa hanya karena laki-laki kere ini," ucap seorang lelaki paruh baya, sambil menunjuk ke arah putrinya, yang saat ini sedang berdiri di depannya, bersama seorang lelaki yang dicintainya."Pah, aku dan Mas Miko saling mencintai, tolong restui kami, Pah." ucap gadis itu mohon, dengan netra yang terlihat sudah berkaca-kaca."Iya Om, saya mohon ijinkan kami untuk menikah, saya sangat mencintai Ratih, Om, saya janji akan membuat putri Om bahagia," ucap lelaki itu, mencoba meyakinkan ayah dari wanita yang dicintainya."Apa tadi kau bilang? Membahagiakan putri saya? Apa saya tidak salah mendengar? Bahkan kau sendiri saja belum bekerja, bagai mana caramu untuk membahagiakan anak saya? Jangankan membahagiakan nya, mungkin memberi makan saja belum sanggup kamu," ucap remeh lelaki paruh baya tersebut, dengan amarah yang mulai memuncak."Tapi orang tua saya punya usaha Om, dan saya yang akan meneruskan usaha tersebut, saya yakin, putri Om tidak akan
"Oh, jadi kamu orangnya, wanita yang sudah membuat anak saja tergila-gila, dan meminta agar saya, segera menikahkannya denganmu," ucap wanita paruh baya tersebut, dan dia adalah ibu dari Miko, kekasih yang dicintainya."Ratih, beliau ini adalah Ibuku," ucap Miko, memperkenalkan ibunya.Ratih langsung bangkit dari duduknya, dan langsung meraih tangan wanita paruh baya itu, bermaksud ingin menciumnya. Namun bukannya mengulurkan tangan, wanita itu malah dengan sengaja melipat tangannya di atas dada, sambil terus melempar pandangan sinis ke arah Ratih. Ratih kembali menarik tangannya, jangan lupakan senyum yang masih menghiasi wajah lembutnya, walaupun tidak mendapatkan respon yang baik, dari ibu kekasihnya, namun Ratih sama sekali tidak mempermasalahkannya."Bagai mana Bu, Miko tidak salah pilihkan? Ratih ini cantik, dan pintar Bu, dan yang lebih penting, Miko sangat mencintainya. Miko harap Ibu segera memberikan restu kepada kami Bu, karena Miko sudah tidak sabar ingin segera menikahi
Ratih terkejut bukan main saat pintu kamarnya dibuka oleh seseorang, gadis itu mengusap dadanya beberapa kali, untuk menenangkan diri."Maaf, Mba siapa ya? Kenapa tiba-tiba masuk? " tanya Ratih.Terlihat seorang wanita muda yang lumayan cantik, sedang berdiri di depannya, dengan tatapan menyelidik, Ratih sedikit risih, karena wanita itu terus menelisik penampilannya sejak tadi."Jadi kamu calon istri, Bang Miko?" tanya balik gadis itu."I-iya, memangnya kamu siapanya Mas Miko?" tanya Ratih lagi."Aku adalah adiknya Bang Miko," ucap gadis itu."Oh, jadi kamu yang bernama Yati, adiknya Mas Miko ya, senang melihatmu, maaf ya, kalau tadi Mba kurang sopan sama kamu, habisnya Mba kaget saat kamu tiba-tiba buka pintunya," ucap Ratih. Padahal yang seharusnya minta maaf itu adalah Yati, sebab gadis itu yang membuka pintu tanpa mengetuk lebih dahulu."Tidak masalah, sebenarnya Ibu itu sudah memiliki seorang gadis yang ingin dijodohkan dengan bang Miko," ucap Yati santai. Gadis itu masih berdiri
Bu Mirna melangkah mendekati ketiga wanita yang berbeda usia tersebut. Wanita paruh baya itu tersenyum ke arah wanita yang bernama Erna."Tumben kamu ke sini, ada perlu apa?" tanya Bu Mirna lembut. Berbeda sekali saat ia berbicara dengan Ratih, kata-katanya selalu kasar, dan terkesan sinis."Kebetulan tadi aku ke pasar, lalu membeli kue ini buat Ibu," ucapnya sambil menyerahkan satu kotak kue pada Bu Mirna."Wah, kamu baik sekali Nak, beruntung sekali Miko jik mendapatkan seorang istri seperti kamu," puji Bu Mirna."Ibu bisa saja, ini juga beli Bu, bukan buatan sendiri," jawab Erna tersenyum malu." Ya tidak masalah Sayang, kalau pun beli, toh yang penting itu kan niatnya, jaman sekarang sangat susah mencari istri yang pengertian dengan ibu mertuanya," ucap Bu Mirna, lalu melirik sinis ke arah Ratih, dan itu disadari oleh Erna."Yati bilang, katanya Ibu sedang masak ya, apakah boleh aku bantu?" tanya Erna, sepertinya wanita itu berniat sedikit lama berada di sana."Tentu saja, nanti j
Ratih terhuyung dan hampir saja tersungkur di atas lantai, jika saja Miko tidak cepat menangkapnya, namun ternyata nasib buruknya tidak sampai disitu, belum lagi hilang rasa kagetnya, tiba-tiba saja Ratih merasakan panas diarea pipinya karena tamparan seseorang.Plaak ..."Dasar wanita murahan, berani-beraninya kamu melakukan hal yang tidak senonoh di rumah saya, merayu Miko, hingga berbuat hal seperti ini, untung saja saya cepat melihatnya, coba kalau tidak, saya tidak tahu lagi apa yang akan terjadi," ucap Bu Mirna, dengan nafas naik turun karena amarahnya."Ibu, apa yang Ibu lakukan? Kenapa menampar wajah Ratih Bu," ucap Miko tidak terima dengan perlakuan Ibunya terhadap sang kekasih. Ya Bu Mirna lah yang dengan berani mendaratkan tangannya diatas wajah cantik Ratih, bahkan wajahnya terlihat ada gambar lima jari milik calon ibu mertuanya itu."Apa yang ibu lakukan kamu bilang? Tentu saja untuk memberi pelajaran pada perempuan murahan ini," ucap Bu Mirna sambil menunjuk ke arah Rati
Ratih cukup terkejut saat melihat seorang lelaki dari masa lalunya, berada di rumah Miko, calon suaminya. Membuat berbagai pertanyaan langsung bersarang di kepalanya."Kamu ..." ucap Ratih, membuat lelaki tersebut langsung menoleh ke arah sumber suara."Ratih," gumam lelaki itu. Walaupun tidak begitu jelas, namun pria itu tahu pasti, sosok gadis yang ada di depannya adalah Ratih. Mantan kekasihnya dua tahun yang lalu."Sedang apa kamu di rumah ini?" tanya Ratih."Seharusnya aku yang bertanya, sedang apa kamu di sini?" tanya balik lelaki itu."Aku--,""Sayang, sedang apa kamu di dapur?" suara Miko tiba-tiba mengagetkan keduanya, lebih tepatnya Ratih, gadis itu langsung terlihat tegang. Seolah sedang tertangkap basah, padahal mereka sama sekali tidak melakukan apapun."Mas Miko," ucap Ratih sambil memaksakan senyum.Miko menekan tombol lampu, agar ruangan tersebut lebih terang. " Loh Andi, kamu sudah pulang ternyata," ucap Miko, saat melihat seorang lelaki yang ternyata bernama Andi."I