Ratih mengamati wajah Miko, yang terlihat sedang serius saat mengobati luka di jari tangannya. Ratih tersenyum tipis, sungguh ia merasa sangat beruntung mendapatkan Miko, lelaki itu terlihat sangat menyayanginya. Walaupun keluarganya memperlakukannya dengan tidak baik, namun Ratih tidak begitu mempermasalahkannya, yang terpenting baginya adalah, dirinya selalu bisa bersama dengan Miko, sang kekasih hati.
"Lain kali kamu hati-hati," ucap Miko setelah selesai mengobati luka goresan ditangan calon istrinya tersebut."Iya Mas, lain kali aku akan lebih hati-hati lagi," jawab Ratih."Harus itu, lagian kamu tadi ngapain berada di dapur sih? Apa Ibu yang menyuruhmu? Kamu itu calon istriku, aku tidak mau kamu merasa terbebani dengan tinggal di sini, dan melakukan semua pekerjaan di rumah ini," ucap Miko, yang merasa keberatan jika kekasihnya itu ikut turun ke dapur, ada saatnya nanti, pikir Miko."Tidak apa-apa Mas, aku juga tidak ada kerjaan, tidak masalah jika aku ikut membantu Ibu di dapur," jelas Ratih."Baiklah kalau itu mau kamu, tapi untuk saat ini jangan dulu, karena aku mau mengajakmu mengelilingi desaku ini," ucap Miko."Sepagi ini?""Iya, ya sudah ayo!" ajak Miko."Tunggu, aku mau ambil jaket dulu di kamar," ucap Ratih, lalu segera beranjak menuju kamarnya."Loh, Bu,coba lihat mereka! Mau pergi kemana sepagi ini?" ucap Yati, saat melihat Miko dan Ratih keluar dari rumah."Biarkan sajalah, nanti kita pikirin lagi bagai mana cara membuat wanita itu pergi dari rumah ini," ucap Bu Mirna. Mereka lupa, jika masih ada seseorang di dapur tersebut.'Jadi mereka ingin menyingkirkan Ratih? Tetapi kenapa? Bukankah Ratih gadis yang baik,' batin hati orang tersebut, yang tidak lain adalah Andi."Ekhem ..." Andi berdehem, untuk memberitahukan keberadaannya di ruangan tersebut."Loh, kamu ada di sini juga Ndi?" ucap Bu Mirna sedikit kaget, karena sama sekali tidak menyadari keberadaan menantunya tersebut. Karena memang Andi berada cukup jauh dibelakang Miko, karena memang dirinya tidak ingin terlalu ikut campur."Bang Andi sudah lama di sini Bang?"tanya Yati sedikit gugup, sebab ia tidak ingin kalau sampai suaminya tersebut berpikiran buruk tentang dirinya, karena selama ini, Yati tidak pernah menunjukan sikap buruk di depan Andi."Lumayan, sampai Ibu bilang cara untuk menyingkirkan seseorang, memangnya siapa orang yang Ibu maksudkan itu Bu?" tanya Andi. Lelaki berusia 23 tahun tersebut berpura tidak tahu siapa orang yang sedang mereka bicarakan.Bu Mirna sejenak melirik ke arah putrinya Yati, wanita paruh baya itu tampak memberikan isyarat untuk Yati, agar memberikan penjelasan atas jawaban suaminya itu, sedangkan Yati yang paham langsung menganggukan kepalanya."Oh, itu bukan hal yang penting Bang, ya sudah kalau begitu kita ke depan saja, yuk!" ajak Yati sambil mengajak Andi meninggalkan dapur.Sedangkan Bu Mirna langsung berdecak kesal, dengan kelakuan Yati, yang malah meninggalkan pekerjaan yang belum selesai tersebut."Astaga, ujung-ujungnya aku juga yang harus membereskan semua ini," gerutu Bu Mirna.DI TEMPAT LAINTerlihat sepasang sejoli sedang berjalan menyusuri jalanan desa. Meskipun tinggal di pedesaan, namun di sana bukanlah tempat yang terpencil, sebab banyak juga sebagian penduduk desa yang memiliki kendaraan pribadi. Begitu pula dengan Miko, almarhum ayahnya, memiliki sebuah kendaraan roda empat yang terparkir di garasi, namun sayangnya semenjak ayahnya meninggal, kendaraan tersebut tidak pernah lagi digunakan, karena selain mobil tersebut sudah tua, Bu Mirna juga melarang anak-anaknya untuk menggunakan kendaraan peninggalan suaminya tersebut.Bukan tanpa alasan wanita paruh baya itu melarangnya, namun ada sesuatu yang membuat Bu Mirna trauma saat melihat mobil tersebut. Maka jadilah mobil yang sebenarnya masih layak digunakan itu, hanya tersimpan dan terbungkus rapi di dalam garasi.Sepanjang perjalanan Ratih hanya diam, Miko yang menyadari itu langsung menghentikan langkahnya, membuat Ratih otomatis juga ikut berhenti."Kamu kenapa Sayang? Masih kepikiran ucapan Ibu tadi ya? Maaf ya sayang, kalau perkataan ibu menyinggung perasaanmu, tapi sebenarnya ibu baik kok, hanya saja sedikit cerewet, tapi yakinlah, kalau kamu bisa mengambil hati ibu, pasti ibu akan sangat sayang denganmu, kalian berdua hanya butuh waktu untuk saling lebih dekat satu sama lain," jelas Miko panjang lebar."Iya Mas, aku akan berusaha untuk lebih dekat dengan Ibu," jawab Ratih."Terimakasih ya Sayang, Mas tahu, kalau kamu itu orang yang sabar," ucap Miko tersenyum. Lelaki itu mengelus lembut wajah sang kekasih, lalu kembali membawanya untuk menikmati pemandangan desa tersebut.Saat ini Miko dan Ratih sudah berada di persawahan yang berada dipinggir jalan desa, udara pagi di desa tersebut sangat sejuk, walaupun hawa dingin di pagi itu cukup menusuk sampai ke tulang, namun tidak membuat sepasang kekasih itu mengurungkan niatnya untuk meninggalkan tempat tersebut."Kamu kedinginan ya?" tanya Miko, saat melihat Ratih mengusap kedua lengannya."Sedikit Mas, tapi tidak masalah. Karena sudah terbayar dengan pemandangan indah dan udara yang sejuk seperti ini," ucap Ratih. Matanya terus memperhatikan hamparan padi yang sudah mulai menguning, terlihat juga orang-orangan sawah, yang terbuat dari jerami, diantara tanaman padi tersebut. Dengan tujuan untuk menghalau atau sekedar menakut-nakuti burung, agar tidak merusak tanaman padi para petani tersebut."Mas, coba lihat di sana?" tunjuk Ratih, ke arah matahari yang baru saja muncul dengan malu-malu, dengan warnah kuning keemasan. Sangat indah di pandangan mata, biasanya orang-orang menyebutnya dengan 'sunrise.'"Sangat indah ya Mas," sambung Ratih lagi, gadis itu menyandarkan tubuhnya di dada bidang Miko, sedangkan Miko sendiri merangkul pinggang ramping sang kekasih, hingga keduanya tidak berjarak."Ya, itu sangat indah, aku sangat bahagia kita bisa bersama seperti ini Sayang," ucap Miko. Lelaki itu mengecup lembut pucuk kepala kekasihnya, sambil menghirup dalam aroma shampo yang menguar dari rambut gadisnya itu.Tidak jauh dari keduanya, terlihat seorang gadis, yang terus memperhatikan keduanya sejak tadi. Tangan gadis itu terkepal, memperlihatkan urat halus di pergelangan tangannya.***Setelah puas berkeliling, dan menikmati sejuknya udara pagi di desa tersebut. Akhirnya Miko dan Ratih memutuskan untuk segera kembali ke rumah. Setelah menempuh kurang lebih tiga ratus meter berjalan kaki, akhirnya pasangan tersebut sampai juga di rumah."Assalamu'alaikum ..."Miko dan Ratih memberi salam secara bersamaan, namun tidak ada jawaban dari dalam rumah, membuat Miko dan Ratih saling pandang."Sepertinya tidak ada orang deh," ucap Miko."Tidak mungkin Mas, ini pintunya terbuka, kalau Ibu pergi pasti pintunya di tutup kan?" jelas Ratih,"Benar juga kamu, ya sudah ayo kita masuk saja, mungkin Ibu lagi di dapur," ajak Miko sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, di susul oleh Ratih dibelakangnya."Loh, Ibu ada di dalam ternyata," ucap Miko setelah melihat Bu Mirna yang sedang duduk bersandar di atas sofa ruang tamu."Kenapa tadi Ibu tidak menjawab salam kami, Bu?" sambung Miko lagi."Jawab, tapi tanpa suara." ucap Bu Mirna, sekilas ia melirik ke arah Ratih yang berada disamping Miko, lalu kembali pandangannya ia tujukan pada anak kesayangannya tersebut."Kamu pasti laparkan? sebaiknya kamu sarapan dahulu, ibu sudah masak untuk kamu, tetapi maaf ya, ibu tidak masak ikan, soalnya ibu belum sempat belanja di pasar, sedangkan ikan yang tinggal satu-satunya gosong, saat di goreng sama calon istri kamu itu," ucap Bu Mirna, dengan nada menyindir, sedangkan Ratih yang merasa tersindir, hanya menundukkan kepalanya karena merasa bersalah dengan kecerobohannya.Sebelum menjawab, Miko sempat melirik ke arah Ratih. Dirinya tahu, jika gadisnya itu pasti merasa bersalah. "Sudahlah Bu, tidak masalah kok, lagi pula, kebetulan pagi ini Miko tidak ingin makan ikan, lagi pula masih ada ayam dan juga sayurkan?" ucap Miko. Lelaki itu meraih tangan kekasihnya, membuat Ratih yang tadinya menunduk, langsung mengangkat wajahnya, dan menoleh ke arah Miko. "Ayo kita sarapan," ajak lelaki itu sambil tersenyum ke arah kekasihnya tersebut.Bu Mirna mendengus, sambil mencibir dalam hati.Sudah tiga hari Ratih tinggal di rumah Miko, selama tiga hari pula Pak Restu sang ayah tidak pernah menghubunginya, walaupun Ratih marah dengan penolakan ayahnya pada pilihan hatinya, namun sebagai seorang anak, Ratih juga merasa rindu dengan sosok tersebut. Karena setelah kepergian sang ibu, hanya tinggal Pak Restu lah keluarganya. Walaupun Pak Restu tidak pernah ada untuknya disaat dia butuh sosok seorang ayah. Namun Ratih tetap menyayangi dan menghormati ayahnya.Pernah suatu hari Ratih meminta perhatian sang ayah, walaupun hanya untuk sekedar makan malam saja, ataupun teman untuk bercerita, sebenarnya Ratih merasa kesepian, semenjak kematian sang ibu, Pak Restu sudah jarang di rumah, setiap waktunya selalu ia habiskan diluar, pergi pagi, dan pulang dimalam hari, itupun disaat Ratih sudah tertidur pulas di kamarnya. Jadi, walaupun mereka tinggal satu rumah, namun sangat jarang bertemu.Namun setiap Ratih mengutarakan keinginannya, Pak Restu selalu menolak, dengan alasan banyak kerj
"Dasar anak durhaka, bisa-bisanya kamu melawan papa hanya karena laki-laki kere ini," ucap seorang lelaki paruh baya, sambil menunjuk ke arah putrinya, yang saat ini sedang berdiri di depannya, bersama seorang lelaki yang dicintainya."Pah, aku dan Mas Miko saling mencintai, tolong restui kami, Pah." ucap gadis itu mohon, dengan netra yang terlihat sudah berkaca-kaca."Iya Om, saya mohon ijinkan kami untuk menikah, saya sangat mencintai Ratih, Om, saya janji akan membuat putri Om bahagia," ucap lelaki itu, mencoba meyakinkan ayah dari wanita yang dicintainya."Apa tadi kau bilang? Membahagiakan putri saya? Apa saya tidak salah mendengar? Bahkan kau sendiri saja belum bekerja, bagai mana caramu untuk membahagiakan anak saya? Jangankan membahagiakan nya, mungkin memberi makan saja belum sanggup kamu," ucap remeh lelaki paruh baya tersebut, dengan amarah yang mulai memuncak."Tapi orang tua saya punya usaha Om, dan saya yang akan meneruskan usaha tersebut, saya yakin, putri Om tidak akan
"Oh, jadi kamu orangnya, wanita yang sudah membuat anak saja tergila-gila, dan meminta agar saya, segera menikahkannya denganmu," ucap wanita paruh baya tersebut, dan dia adalah ibu dari Miko, kekasih yang dicintainya."Ratih, beliau ini adalah Ibuku," ucap Miko, memperkenalkan ibunya.Ratih langsung bangkit dari duduknya, dan langsung meraih tangan wanita paruh baya itu, bermaksud ingin menciumnya. Namun bukannya mengulurkan tangan, wanita itu malah dengan sengaja melipat tangannya di atas dada, sambil terus melempar pandangan sinis ke arah Ratih. Ratih kembali menarik tangannya, jangan lupakan senyum yang masih menghiasi wajah lembutnya, walaupun tidak mendapatkan respon yang baik, dari ibu kekasihnya, namun Ratih sama sekali tidak mempermasalahkannya."Bagai mana Bu, Miko tidak salah pilihkan? Ratih ini cantik, dan pintar Bu, dan yang lebih penting, Miko sangat mencintainya. Miko harap Ibu segera memberikan restu kepada kami Bu, karena Miko sudah tidak sabar ingin segera menikahi
Ratih terkejut bukan main saat pintu kamarnya dibuka oleh seseorang, gadis itu mengusap dadanya beberapa kali, untuk menenangkan diri."Maaf, Mba siapa ya? Kenapa tiba-tiba masuk? " tanya Ratih.Terlihat seorang wanita muda yang lumayan cantik, sedang berdiri di depannya, dengan tatapan menyelidik, Ratih sedikit risih, karena wanita itu terus menelisik penampilannya sejak tadi."Jadi kamu calon istri, Bang Miko?" tanya balik gadis itu."I-iya, memangnya kamu siapanya Mas Miko?" tanya Ratih lagi."Aku adalah adiknya Bang Miko," ucap gadis itu."Oh, jadi kamu yang bernama Yati, adiknya Mas Miko ya, senang melihatmu, maaf ya, kalau tadi Mba kurang sopan sama kamu, habisnya Mba kaget saat kamu tiba-tiba buka pintunya," ucap Ratih. Padahal yang seharusnya minta maaf itu adalah Yati, sebab gadis itu yang membuka pintu tanpa mengetuk lebih dahulu."Tidak masalah, sebenarnya Ibu itu sudah memiliki seorang gadis yang ingin dijodohkan dengan bang Miko," ucap Yati santai. Gadis itu masih berdiri
Bu Mirna melangkah mendekati ketiga wanita yang berbeda usia tersebut. Wanita paruh baya itu tersenyum ke arah wanita yang bernama Erna."Tumben kamu ke sini, ada perlu apa?" tanya Bu Mirna lembut. Berbeda sekali saat ia berbicara dengan Ratih, kata-katanya selalu kasar, dan terkesan sinis."Kebetulan tadi aku ke pasar, lalu membeli kue ini buat Ibu," ucapnya sambil menyerahkan satu kotak kue pada Bu Mirna."Wah, kamu baik sekali Nak, beruntung sekali Miko jik mendapatkan seorang istri seperti kamu," puji Bu Mirna."Ibu bisa saja, ini juga beli Bu, bukan buatan sendiri," jawab Erna tersenyum malu." Ya tidak masalah Sayang, kalau pun beli, toh yang penting itu kan niatnya, jaman sekarang sangat susah mencari istri yang pengertian dengan ibu mertuanya," ucap Bu Mirna, lalu melirik sinis ke arah Ratih, dan itu disadari oleh Erna."Yati bilang, katanya Ibu sedang masak ya, apakah boleh aku bantu?" tanya Erna, sepertinya wanita itu berniat sedikit lama berada di sana."Tentu saja, nanti j
Ratih terhuyung dan hampir saja tersungkur di atas lantai, jika saja Miko tidak cepat menangkapnya, namun ternyata nasib buruknya tidak sampai disitu, belum lagi hilang rasa kagetnya, tiba-tiba saja Ratih merasakan panas diarea pipinya karena tamparan seseorang.Plaak ..."Dasar wanita murahan, berani-beraninya kamu melakukan hal yang tidak senonoh di rumah saya, merayu Miko, hingga berbuat hal seperti ini, untung saja saya cepat melihatnya, coba kalau tidak, saya tidak tahu lagi apa yang akan terjadi," ucap Bu Mirna, dengan nafas naik turun karena amarahnya."Ibu, apa yang Ibu lakukan? Kenapa menampar wajah Ratih Bu," ucap Miko tidak terima dengan perlakuan Ibunya terhadap sang kekasih. Ya Bu Mirna lah yang dengan berani mendaratkan tangannya diatas wajah cantik Ratih, bahkan wajahnya terlihat ada gambar lima jari milik calon ibu mertuanya itu."Apa yang ibu lakukan kamu bilang? Tentu saja untuk memberi pelajaran pada perempuan murahan ini," ucap Bu Mirna sambil menunjuk ke arah Rati
Ratih cukup terkejut saat melihat seorang lelaki dari masa lalunya, berada di rumah Miko, calon suaminya. Membuat berbagai pertanyaan langsung bersarang di kepalanya."Kamu ..." ucap Ratih, membuat lelaki tersebut langsung menoleh ke arah sumber suara."Ratih," gumam lelaki itu. Walaupun tidak begitu jelas, namun pria itu tahu pasti, sosok gadis yang ada di depannya adalah Ratih. Mantan kekasihnya dua tahun yang lalu."Sedang apa kamu di rumah ini?" tanya Ratih."Seharusnya aku yang bertanya, sedang apa kamu di sini?" tanya balik lelaki itu."Aku--,""Sayang, sedang apa kamu di dapur?" suara Miko tiba-tiba mengagetkan keduanya, lebih tepatnya Ratih, gadis itu langsung terlihat tegang. Seolah sedang tertangkap basah, padahal mereka sama sekali tidak melakukan apapun."Mas Miko," ucap Ratih sambil memaksakan senyum.Miko menekan tombol lampu, agar ruangan tersebut lebih terang. " Loh Andi, kamu sudah pulang ternyata," ucap Miko, saat melihat seorang lelaki yang ternyata bernama Andi."I
Pagi-pagi sekali, Ratih terpaksa berkutat di dapur. Sesekali gadis itu menutup mulutnya, karena menguap, bagai mana tidak, gadis yang berasal dari keluarga kaya itu, sudah terbiasa bangun siang, setidaknya paling pagi pukul 6 pagi. Namun hari ini, dirinya harus bangun lebih awal di rumah calon suaminya.Bu Mirna melirik ke arah Ratih, tampak seringai tipis yang menghiasi wajah tuanya."Aduk itu nasinya di majicom, biar merata," perintah Bu Mirna. Ratih yang saat itu sedang menggoreng ikan, langsung melangkah menuju meja yang ada di atas meja dapur, di samping lemari tempat menyimpan makanan."Uh, Ratih merasakan sedikit panas, bersamaan uap yang keluar, saat dirinya membuka tutup majicom tersebut. Gadis itu mengibaskan tangannya di atas ucap yang mengepul tersebut, lalu mengambil sendok nasi, dan mengaduknya. Setelah selesai, Ratih menutupnya, dan kembali dengan aktivitasnya semula.Sreeng ....Ratih memasukan ikan ke dalam minyak panas, dengan sedikit melemparnya, membuat minyak ters