Share

Bab 145: Jangan Menangis!

Bab 145: Jangan Menangis!

**

Aku tak kuasa menahan haru, melihat ketiga ayah ibu beranak itu berpelak-peluk dalam tangisan melepas rindu. Apalagi kemudian Razak, Alim dan Ifah, adik-adik Idah melebur pula di dalam lingkaran itu.

Semuanya bagaikan mimpi bagi Pak Latif dan Bu Latif. Darah daging mereka yang hilang telah kembali ke pangkuan. Berganti-ganti mereka menanyai Idah sesuatu, tentang apa saja yang ingin mereka tahu.

“Kamu diikat, Idah? Mulut kamu ditutup?”

Idah menggeleng, bersamaan dengan menyeka air mata dengan pundaknya.

“Kamu di sana tidurnya bagaimana, Idah? Di gudang? Di kamar?”

“Di kamar, Mak”

“Di tikar atau di kasur?”

“Di kasur.”

“Kamu makan apa di sana?”

“Makan nasi.”

“Ada yang memukul kamu?”

Idah menggeleng. “Tidak ada, Mak.”

“Ada yang menyakiti kamu? Mencubit? Atau, atau..,”

Idah menggeleng lagi.

“Siapa yang menjaga kamu, Nak? Siapa teman kamu di sana?”

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status