Sore harinya, Alina pergi ke dapur untuk menyeduh secangkir kopi. Ia berniat untuk membuka obrolan dengan Maya yang sekarang sedang duduk di taman belakang vila. Maya bukan tipikal orang yang betah berlama-lama dalam situasi tegang dan marah. Jadi Alina sungguh berharap pendekatannya di sore ini membuat Maya mau memaafkannya.
"Bubuk kopinya di mana?" Alina sudah membongkar di beberapa tempat bahkan hingga rak atas. Tapi sama sekali tidak menemukan di mana bubuk kopi mawar nya.
"Engga mungkin habis kan? Aku ingat masih ada beberapa kotak lagi semalam" Alina kembali membongkar tempat-tempat penyimpanan tapi hanya menemukan bubuk teh.
"Kau cari apa?" Zayyad berjalan ke dapur, membuka kulkas dan mengambil sebotol air dingin.
"Bubuk kopi" Jawab Alina yang masih sibuk mencari, "Perasaan semalam aku simpan disini kok gak ada ya?"
Sesaat Zayyad terkesiap. Jelas ia adalah dalang dibalik hilangnya bubuk kopi Alina.
"Jangan bilang—" Alina terus m
"Maya, ku mohon maafkan akuu" Alina mengatupkan kedua tangannya didepan dada. Matanya yang berkaca-kaca itu memohon dengan sangat pada Maya agar mau memaafkannya.Alina sungguh tidak tahan terjerat dalam perang dingin dengan Maya. Padahal baru saja beberapa jam, tapi—Alina merasa seperti separuh hidupnya telah hilang.Maya menghela nafas berat. Sebenarnya ia sangat kecewa karena selama ini Alina sudah membohonginya. Tapi mengingat Alina melakukannya dengan terpaksa karena takut hubungan di antara mereka renggang. Maya mau tak mau, mencoba untuk mengerti."Ini yang terakhir kali ya!""Jadi, ini maksudnya kamu mau maafin aku kan?""Em""Aaa..makasih sayang" Alina memeluk Maya erat dan menjerit kegirangan. Ia tau kalau temannya yang lembut pengertian itu pasti juga tidak tahan marah terlalu lama dengannya."Janji ya ini yang terakhir?" Tegas Maya. Jujur saja, salah satu hal yang paling menyakitkan, itu adalah ketika kau di
"Kenapa? Kau ingin menyangkal kalau dia itu bukan mantan mu?" Ketus Alina. Membuat Zayyad berkali-kali menghela nafas tak percaya. Zayyad sungguh tidak tau kenapa Alina bisa berpikir begitu tentangnya."Aku normal Alina" Bantah Zayyad penuh penekanan. Ia hanya takut pada wanita, tapi bukan berarti itu membuatnya beralih orientasi terhadap pria."Kau mungkin bisa menipu publik, tapi kau tidak bisa menipu ku" Alina melipat kedua tangannya didepan dada, mengangkat kepalanya dengan pongah pada Zayyad."Aku sungguh tidak tau kenapa kau bisa berpikir begitu. Tapi jika karena rumor, itu jelas salah. Aku tidak pernah mengencani pria manapun dan hubunganku dengan Bakri hanya sebatas profesional antara bawahan dan atasan— tidak lebih" Terang Zayyad. Ia ingin meluruskan kesalahpahaman Alina mengenai orientasi seksualnya yang dari dulu hingga sekarang itu tidak pernah berubah.Ia hanya pria normal yang menyukai kecantikan sebagaimana pria pada umumnya. Jelas bu
Awalnya Alina menerima gelas itu dan menyesapnya sedikit. Mendapati itu tidak enak, Alina langsung menjauhkan mulutnya dari bibir gelas, "Aku engga mau minum ini""Kenapa?" Kening Zayyad berkerut heran."Rasanya agak aneh" Sedikit berbeda dengan susu vanilla yang Alina minum di setiap sarapan pagi. Hanya saja Alina tidak tau mendeskripsikannya bedanya seperti apa."Kau harus habiskan, ini bagus untuk janin""Zayyad, kenapa tidak kamu saja yang hamil?" Gerutu Alina kesal. Sudah bubuk kopinya disembunyikan dan sekarang ia didesak untuk minum susu aneh itu?"Diminum ya, sedikit lagi saja.." Bujuk Zayyad lembut."Engga mau" Alina menggelengkan kepalanya dengan tegas menolak."Tapi ini sungguh bagus buat kandungan mu""Kau saja yang minum""Alinaa""Aku bilang enggak mau ya gak mau" Ketus Alina bersikeras menolak. Seharian ini ia terus takluk dibawah kendali pria itu. Tapi tidak malam ini. Keukeh Alina dalam hati.
"Ugh" Sekali lagi, Alina bertindak seperti merasa mual padahal nyatanya tidak. Ia ingin melihat, apa Zayyad yang polos itu akan mengikuti permainannya? "Sini, aku bantu" Zayyad mengambil gelas susu vanilla itu dari tangan Alina. Mendapati itu, Alina menahan keras kedua rahangnya untuk tidak tertawa. Alina melihat Zayyad yang mulai meneguk susu dan dengan ragu-ragu mendekati wajahnya. Alina yang merasa tak sabar itu, langsung mencondongkan wajahnya ke depan dan menabrak mulut Zayyad lembut. Sepasang mata coklat Zayyad membulat terkejut. Tapi setelahnya, ia dengan tenang membuka mulut kecil Alina dan membantu wanita itu minum seperti tadi. Alhasil Zayyad terus mengulang adegan itu sampai ia terbiasa, tak lagi canggung dan segelas susu itupun habis. Zayyad meletakkan gelas kosong itu di meja dan mengelap bibirnya yang sudah basah dan lembab menyisakan lemak susu yang manis. Samar-samar ia masih dapat merasakan tekstur bibir kecil Alina mendominas
"Apa? Faqih kecelakaan?" Zayyad baru saja mengambil buku dan bersantai di sofa kamarnya dengan bacaan. Tapi mendengar kabar itu dari Bakri melalui telepon, Zayyad terus meletakkan buku itu kembali di rak."Dia dirawat di rumah sakit mana?" Zayyad melangkah masuk ke ruang ganti dan bersiap-siap dengan cepat."Baik, saya segera ke sana sekarang"Di lantai bawah, Maya sibuk membantu Ferdi bersih-bersih vila. Ia tentu saja tidak enak jika tidak berbuat apa-apa. Biar sebagai tamu sekalipun, Maya tetap berusaha menjadi tamu yang sopan."Jadi, non Maya ini teman dekatnya Bu Alina?" Tanya Ferdi, di sela-sela memangkas tanaman hias yang ada di sekitar pekarangan vila."Benar paman" Maya sibuk menyapu dedaunan kering yang berserakan dan mengumpulkannya menjadi tumpukan-tumpukan kecil."Sudah, non Maya istirahat saja di dalam. Saya jadi gak enak kalo non nyapu-nyapu disini" Ferdi jelas merasa tidak enak dengan Maya. Terlebih lagi Maya adalah tamu istim
Reaksi Alina sungguh diluar dugaan Bara. Wanita pada umumnya paling tidak akan menjadi gugup gemetar dengan pemberitaan itu tapi Alina terlihat abai dan tak peduli. Sikap Alina itu, kian mengundang antusias Bara.Bara terus mengambil jalan keluar dari kepadatan kota dan menepikan mobilnya di jalan yang sepi. Alina tiba-tiba tersadar kalau sepertinya Bara akan benar-benar melewati batas saat ini. Tapi Alina mencoba untuk tetap tenang."Kau serius ingin berselingkuh denganku?" Mata Bara menatap penuh hasrat pada wajah Alina yang terbilang cukup cantik, natural dan memikat."Selama kau punya jabatan itu, kenapa tidak?" Alina sadar ada yang lain dari tatapan Bara terhadapnya. Tapi itu tidak menahan Alina untuk bertindak lebih ekstrim dan menantang.Bara melepaskan sabuk pengamannya dan dengan agresif ia menerjang Alina. Bibirnya itu siap menyambar mulut kecil Alina yang terus saja menggoda birahinya sejak tadi. Tapi refleksi Alina jauh lebih cepat. Alina memb
Alina sudah turun dari mobil dan bersembunyi di balik sebuah pohon besar dekat jalan. Ia menunggu Zayyad datang menjemputnya di sana. Bisa gawat jika Bara menemukan keberadaannya. Ia tidak mungkin berada dalam keberuntungan dua kali. Di samping itu ia juga sadar diri kekuatannya tidak lah seberapa dibanding Bara yang seorang lelaki.Setelah beberapa menit menanti, sebuah mobil hitam mengkilap yang tak lagi asing dimatanya muncul di pertengahan jalan yang sepi.Alina ingin berteriak memanggil Zayyad. Tapi mendengar suara pintu mobil terbuka, Alina menoleh pada mobil merah yang masih terparkir di tepi jalan itu. Tampak di sana Bara keluar dari mobil dalam keadaan pusing."Brengsek kau!" Betapa terkejutnya Alina mendapati Zayyad yang entah kapan sudah turun dari mobil, mendatangi Bara dan menendangnya hingga jatuh tersungkur ke jalan."Apa-apaan ini?" Bara berteriak marah. Tangannya memegang perutnya yang sudah sakit dua kali hari ini. Satu karena gebukan ka
Setelah tiga hari berlalu sejak kejadian itu. Bara akhirnya terbukti bersalah dan terjerat dalam penjara yang dingin. Alina tersenyum puas mendengar kabar itu. Ia merasa seperti sudah berhasil membalaskan dendamnya. Tidak sia-sia ia merekam pembicaraan mereka tempo hari, hingga itu menjadi bukti yang kuat dalam proses penyelidikan Bara. "Bagaimana keadaan mu?" Alina melirik Faqih yang berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan tatapan acuh tak acuh. Faqih yang sudah tidak lagi asing dengan sikap cuek Alina, mengulas senyum tipis, alih-alih menjawab, ia berkata, "Senang liat kak Alina datang menjenguk" Alina tersenyum, tapi tidak seperti senyum. Sekilas terlihat seperti tidak ikhlas. Walau jujur saja, ia datang ke sana memang murni ingin melihat keadaan bocah ingusan itu! "Kak Maya beneran udah balik ke kota Z?" Tanya Faqih pada Alina. Sekilas mata Faqih berkilat sedih. Kemarin cinta pertamanya itu pamit padanya untuk kembali ke kota Z. Tidak