Mencoba Menyelesaikan Sesak HatiMas Hanung pulang kerja, seperti biasa, dia hanya bisa melihat anak anak yang sudah terlelap tidur.Aku menunggunya, walau hari ini jadwal meeting dan dia sampai di rumah pukul sepuluh malam. Aku menyiapkan makan malam, walau tahu kadang dia tidak akan menyentuh makanannya karena sudah makan di luar.Aku menyiapkannya air hangat, membantunya tidur dengan cara memijat punggung juga kakinya. Aku senang melakukannya, bukan sesuatu yang merepotkan, karna segala yang aku lakukan adalah ibadah. Namun sejujurnya, aku ingin, membicarakan sesuatu dengannya, bukan sesuatu yang penting, namun setidaknya melegakan pikiran juga hatiku.Aku ingat pesan bu RT tadi siang saat aku menyatakan ada ganjalan di hatiku, tentang suami.“Bu Hesti coba bicarakan dari hati ke hati, saya tahu perasaan seorang istri itu sangat peka dan sensitif, selalu memikirkan hal hal sepele, bahkan mengkhawatirkan sesuatu yang belum tentu terjadi. Sebaiknya tanyakan langsung, konfirmasikan,
Mulai Beraksi“Tania,” ucap Hanung seraya melihat ke arah Tania, teman rekannya yang malam itu terlihat begitu cantik, tubuhnya dibalut gaun mini warna hitam, sexi.“Sedang ada masalah?” tanya Tania.“Biasalah,” ucap Hanung.“Dengan istri atau dengan rekan kerja?” tanya Tania.“Yang pertama,” jawab Hanung. Mendengar itu, Tania mengulaskan senyum, rupanya Hanung sedang ada masalah dengan istrinya dan Tania menganggap hal ini sebagai kesempatan besar.“Aku tidak pernah melihatmu datang ke sini sebelumnya?” tanya Hanung.“Ya, beberapa teman merekomendasikan tempat ini,” ucap Tania yang kemudian duduk di kursi yang ada di sebelah Hanung.“Ada masalah apa? mungkin aku bisa bantu,” tanya Tania.“Bukan masalah penting, tidak perlu dipikirkan,” ucap Hanung. Mendengar hal itu, Tania terdiam, sesaat mengamati Hanung.“Baiklah, aku akan menemanimu minum kopi,” ucap Tania.“Pulanglah, ini sudah larut malam, besok kamu harus bekerja,” ucap Hanung.“Sama sepertimu, kamu juga bekerja di tempat yang
CURHAT“Bu Hesti,” sapa bu RT yang berdiri di depan rumahku, dia terlihat melambaikan tangan ke arahku.“Bu Rt, ucapku, lalu aku segera menggendong Bintang yang sedang bermain di atas karpet lantai halaman depan, berjalan ke depan rumah untuk menemui bu RT.“Good morning,” ucap bu RT setelah melihatku mendekat ke arahnya.“Morning bu RT,” jawabku.“Bu RT, ada apa? tumben kesini,” tanyaku.“Saya memang mau ke sini,” ucap bu RT.“Wah, ayo masuk,” ucapku dengan mata yang berbinar.“Tadi saya mengantar gamis pesanan bu Edi, sekalian saja saya mampir,” ucap bu RT seraya berjalan masuk ke rumahku.“Bu RT masih berjualan gamis?” tanyaku.“Ya, membantu sesama,” ucap bu RT.“Ayo bu RT, silahkan masuk,” pintaku, bu RT mengulaskan senyum, lalu bergegas masuk ke rumahku.“Hmm, that smells good,” ucap bu RT seraya menarik nafas.“Rumah bu Hesti, wangi sekali,” ucap bu RT setelah masuk ke dalam rumah.“Kebetulan suami saya tidak suka jika rumah berbau tidak enak bu,” ucapku.“Hebat sekali,” ucap b
Jurus MematikanMobil Hanung berhenti di depan apartemen Tania, dia meraih ponsel yang ada di sampimng tempat duduknya, berniat menghubungi Tania, namun tiba tiba Tania sudah betdiri di depan kaca mobil bagian depan.“Aku baru saja akan menghubungimu,” ucap Hanung setelah emmbuka kaca pintu mobil.“Benarkah? aku sudah menunggumu sejak tadi,” ucap Tania yang kemudian segera masuk ke dalam mobil Hanung.“Harum sekali, bau apa ini?” tanya Tania.“Kamu menciumnya, padahal di mobil aku sudah menggunakan anti bau,” ucap Hanung.“Hidungku bisa mencium bau makanan,” ucap Tania seraya tersenyum.“Apa itu untukku?” tanya Tania.“Hmmm, i-iya,” ucap Hanung, padahal tadi dia baru saja ingin mengatakan bahwa itu adalah bekal yangistrinya siapkan.“Wah, kau baik sekali, terimakasih,” ucap Tania dengan mata yang berbinar.“Kamu sudah menghubungi bengkel?” tanya Hanung.“Ya, aku sudah menghubungi bengkel langganan, mereka sedang mengurus mobilku,” ucap Tania.“Baiklah, kita berangkat ke kantor sekaran
NyamanHanung terlihat menyeruput kopi hangat di sebuah kafe Bersama dengan Bram, di jam makan siang.“Kamu sudah jarang makan bersamaku,” ucap Bram yang juga meminum kopi dingin. Hanung terlihat menyilangkan kaki, terlihat begitu santai.“Aku lihat lihat, hubunganmu dengan Tania semakin dekat, apa aku salah lihat?” tanya Bram menelisik, dengan wajah yang serius namun berusaha dia buat santai.“Kamu mengawasiku?” tanya Hanung.“Mengawasi? Yang benar saja, aku bisa melihatnya dengan mata telanjang. Aku melihat kalian begitu dekat, setidaknya akhir akhir ini,” ucap Bram.“Apa kamu memiliki hubungan dengan Tania?” tanya Bram penasaran. Mendengar hal itu, Hanung hanya terdiam, lalu tersenyum kearah Bram. Itu sudah cukup mewakili jawaban iya, dan Bram mulai tidak percaya dengan semua itu.“Apa kamu sudah gila? Kamu sudah menikah Hanung, ada Hesti, ada Bintang, ada Adam, mereka keluargamu,” ucap Bram.“Aku benar benar tidak habis pikir,” lanjutnya.“Aku tidak akan mengecewakan Hesti, tenang
Mahalnya Sebuah PerhatianAku menyiapkan makan malam untuk mas Hanung, entah dia akan memakannya atau tidak, aku tetap menyiapkannya. Segelas air putih dingin, yang harus selalu ada, juga cemilan manis.“Sudah selesai mandi mas?” tanyaku ketika melihat mas Hanung keluar dari kamar mandi, dengan handuk yang digunakan untuk menggosok rambutnya.“Ya, aku sudah makan mah, kita istirahat saja,” ucap mas Hanung.“lagi?” bisikku dalam hati karena beberapa hari ini mas Hanung tidak makan di rumah, padahal bukan jadwal meeting perusahaan atau divisinya.“Kamu sudah makan mas?” tanyaku.“I-iya, sudah,” ucapnya. Aku mulai menunjukkan wajah sedikit kecewa.“Maafkan aku, tadi ada teman yang ulang tahun, jadi dia mentraktir kita semua,” ucap mas Hanung.Langkahnya terhenti ketika dia hendak masuk ke dalam kamar.“Kamu habis pergi?” tanya mas Hanung.“Pergi?” tanyaku.“Itu cize cake yang biasa kita beli di mall,” ucap mas Hanung dengan isyarat mata mengarah pada kue keju yang ada di atas meja.“Oh i
Masa Lalu“Bu RT, tetangga kita yang baru cakep sekali ya bu RT, wah pak RT ada saingan ini,” ucap bu Anna pada bu RT.“Oh bapak pengacara itu, iya tampan sekali, tapi tetap lah bu Anna, bagi seorang istri, suami nomor satu dalam hal segalanya,” ucap bu RT.“Ah, tapi dia memang tampan, cakepnya, ah,” ucap bu Anna dengan mata yang berbinar.Aku hanya mendengarkan perbincangan mereka, sembari menyuapi Bintang pisang kesukaannya.“Bu Hesti, iya kan?” tanya bu Anna, pertanyaan itu membuatku kaget sekaligus gugup.“A-apa bu? saya tidak mengerti,” ucapku gugup.“Yang kemarin berkunjung membawa cize cake, dia tampan kan?” tanya bu Anna.Aku hanya tersenyum untuk menjawab pertanyaan itu, tidak mungkin juga mengatakan iya.“Bu Hesti punya artis idola?” tanya bu RT.“I-iya bu, punya,” ucapku.“Siapa?” tanya bu Anna.“Mungkin, hmmm, Lee Dong-wook, Cha Eun-woo, Lee Je-hoon dan Lee Min-ho,” ucapku yang kemudian tersenyum sempurna, memperlihatkan deretan gigi putih yang aku miliki.“Amazing,” ucap
Usaha KerasPonsel Bram berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Dia terlihat meraih ponsel yang ada di sebelah komputernya.“Hesti,” bisik Bram ketika melihat nama itu muncul. Bram terlihat mengarahkan mata pada Hanung.“Apa benar Hesti?” bisik Bram dalam hatinya.Dia segera membuka pesan itu.“Bram, aku membawa makanan kesukaanmu, aku tunggu di parkiran bawah, keluarlah sebentar,” bunyi pesan yang dikirim Hesti seraya memperlihatkan foto dirinya yang memegang rantang makanan.“Hesti,” gumam Bram yang kemudian menunjukkan wajah khawatir,“Apa dia tidak tahu aku bekerja dengan suaminya,” ucap Bram lirih, seraya menunjukkan wajah cemas.Bram segera berdiri dari tempat duduknya.“Mau ke mana Bram?” tanya Hanung.“A-Aku, hmmm, aku mau membeli air mineral,” ucap Hanung mencari alasan. Bram segera bergegas meninggalkan ruang kerjanya.“Kenapa dia, sebentar lagi juga jam istirahat,” ucap Hanung heran.Bram segera masuk ke dalam lift, turun, bergegas menemui Hesti, sahabatnya.“Hesti,” uca