Masa Lalu“Bu RT, tetangga kita yang baru cakep sekali ya bu RT, wah pak RT ada saingan ini,” ucap bu Anna pada bu RT.“Oh bapak pengacara itu, iya tampan sekali, tapi tetap lah bu Anna, bagi seorang istri, suami nomor satu dalam hal segalanya,” ucap bu RT.“Ah, tapi dia memang tampan, cakepnya, ah,” ucap bu Anna dengan mata yang berbinar.Aku hanya mendengarkan perbincangan mereka, sembari menyuapi Bintang pisang kesukaannya.“Bu Hesti, iya kan?” tanya bu Anna, pertanyaan itu membuatku kaget sekaligus gugup.“A-apa bu? saya tidak mengerti,” ucapku gugup.“Yang kemarin berkunjung membawa cize cake, dia tampan kan?” tanya bu Anna.Aku hanya tersenyum untuk menjawab pertanyaan itu, tidak mungkin juga mengatakan iya.“Bu Hesti punya artis idola?” tanya bu RT.“I-iya bu, punya,” ucapku.“Siapa?” tanya bu Anna.“Mungkin, hmmm, Lee Dong-wook, Cha Eun-woo, Lee Je-hoon dan Lee Min-ho,” ucapku yang kemudian tersenyum sempurna, memperlihatkan deretan gigi putih yang aku miliki.“Amazing,” ucap
Usaha KerasPonsel Bram berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Dia terlihat meraih ponsel yang ada di sebelah komputernya.“Hesti,” bisik Bram ketika melihat nama itu muncul. Bram terlihat mengarahkan mata pada Hanung.“Apa benar Hesti?” bisik Bram dalam hatinya.Dia segera membuka pesan itu.“Bram, aku membawa makanan kesukaanmu, aku tunggu di parkiran bawah, keluarlah sebentar,” bunyi pesan yang dikirim Hesti seraya memperlihatkan foto dirinya yang memegang rantang makanan.“Hesti,” gumam Bram yang kemudian menunjukkan wajah khawatir,“Apa dia tidak tahu aku bekerja dengan suaminya,” ucap Bram lirih, seraya menunjukkan wajah cemas.Bram segera berdiri dari tempat duduknya.“Mau ke mana Bram?” tanya Hanung.“A-Aku, hmmm, aku mau membeli air mineral,” ucap Hanung mencari alasan. Bram segera bergegas meninggalkan ruang kerjanya.“Kenapa dia, sebentar lagi juga jam istirahat,” ucap Hanung heran.Bram segera masuk ke dalam lift, turun, bergegas menemui Hesti, sahabatnya.“Hesti,” uca
Melupakan Kejadian PentingHanung terlihat menghubungi Hesti, menyampaikan sesuatu yang penting.“Mah, maafkan papah hari ini papah harus pulang telat karena ada meeting mendadak,” ucap Hanung di telephone.“Tumben sekali pah, minggu kemarin bukannya sudah rapat divisi?” tanya Hesti.“I-iya, hanya saja ada sedikit masalah, aku harus menyelesaikannyam” ucap Hanung.“Rencananya pulang jam berapa?” tanya Hesti.“Mungkin seperti biasa, jam sepuluh,” jawab Hanung.“Baiklah, hati hati,” ucap Hesti.“Oh, iya mas,” ucap Hesti terhenti setelah mendengar bunyi tut, tut, tut, yang menandakan Hanung menutup panggilan telephone itu.“Mas, padahal aku ingin mengingatkan besok pagi jangan sampai lupa pentas kreativitas di sekolah Adam, Ucap Hesti yang kemudian menghela nafas panjang.“Jangan kecewakan Adam mas, dia putramu, kamu bekerja untuk dia, mengurusnya, memenuhi kebutuhannya, jangan patahkan hatinya,” ucap Hesti lirih.Hesti melihat begitu banyak makanan yang sudah dia siapkan, karna seingatny
Kekecewaan Seorang IstriAku terbangun, rupanya aku tertidur di kamar anak anak, sembari memeluk Bintang di tempat tidur Adam. Aku melirik ke arah jam yang tergantung di dinding, jam empat pagi.“Aku ketiduran, mas Hanung pasti langsung tidur,” ucapku yang segera mengendap endap keluar dari kamar anak anak. Aku segera menuju ke kamar utama yang merupakan kamarku dan juga kamar mas Hanung.Sesampainya di dalam kamar, aku terdiam, belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Aku segera meraih ponsel yang ada di atas meja kamar, tidak ada telephone masuk maupun pesan. Aku mulai gugup, bingung, berusaha menguasai diri. Beberapa kali menarik nafas panjang, menstabilkan segala perasaan yang campur aduk.Aku menghubungi mas Hanung, namun ponselnya tidak aktif. Aku coba berkali kali, namun tetap saja percuma. Ponsel itu mati, entah sengaja atau memang kehabisan daya.Aku segera menghubungi Bram, mungkin dia masih tidur, apalagi hari minggu seperti ini.“Bram, Bram, apa mas Hanung bersamamu,” u
Sebuah GairahHanung terlihat tidur di sebuah ranjang, dengan bertelanjang dada, juga selimut menutupi sebatas perut. Dia terlihat begitu lelap, tidur yang sepertinya dia butuhkan setelah melewati hal besar.Dia tidak sendiri, di sebelahnya ada seseorang, ya dia adalah Tania, teman kerjanya, yang juga merupakan kekasih gelapnya.Apa yang direncanakan tidak berjalan seperti yang seharusnya. Dia berjanji pada dirinya sendiri, hubungan ini hanya sebatas saling mengisi satu sama lain, tidak hingga pada hubungan di atas tempat tidur. Dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, dia tidak bisa membendung hasrat yang menggebu gebu, ada di dalam dirinya, dia tidak mampu dan tidak sanggup.Tania masih terlihat tidur dengan pulas, padahal matahari sudah begitu tinggi. Dia pun terlihat tidak mengenakan pakaian, selimut putih dan tebal menutupi tubuhnya hingga sebatas leher.Mundur ke malam itu.Hanung dan Tania berjalan masuk ke dalam hotel, rencananya mereka hanya akan makan malam romantis, ya ha
Bekerja Atau Ibu Rumah Tangga"Hesti, kamu tidak ingin bekerja lagi?" tanya Evan seraya melihat ke arahku, kita masih berada di aula, menunggu giliran pementasan putraku."Bekerja?" tanyaku, lalu aku mengulaskan senyum, senyum yang mendalam. Pikiranku melayang, ke waktu itu, di hari kelulusan Adam dari kelompok bermain, atau biasa disebut PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).Aku menyiapkan diri untuk menghadiri acara penting itu, di sekolah putra pertamaku Adam. Aku memandangi baju yang akan aku pakai, baju yang menurutku indah, beberapa saat termenung, seolah memikirkan sesuatu, sesuatu yang sering melintas di pikiranku.Aku sangat memahami bahwa hidup adalah perjuangan, iya selalu berjuang hingga hembusan nafas terakhir, tidak ada waktu tanpa perjuangan, karna sesungguhnya hasil tidak akan pernah menghianati usaha.Semua orang berlomba lomba untuk menjadi yang terbaik, sebenarnya tidak semuanya, sebagian yang mengerti betapa pentingnya hidup di masa depan yang penuh dengan tantangan,
Menekan AmarahAdam tampil di atas panggung yang dibuat khusus untuk acara pementasan ajang kreativitas, pelepasan tahun pertama, menuju ke TK besar. Dia terlihat begitu menikmati perannya, terbalut dalam kostum sapi, bernyanyi, juga menceritakan sebuah dongeng. Teman yang lain ada yang memakai kostum harimau, jerapah, kambing dan berbagai binatang lainnya. Aku tersenyum, putraku yang berharga.Beberapa kali aku memeriksa ponsel, mas Hanung benar benar keterlaluan, dia sama sekali tidak menghubungiku, atau minimal mengirim pesan. Apa dia benar benar melupakan hari penting putranya, kenapa dia harus menginap tanpa konfirmasi lebih dulu.Wajahku menyiratkan senyum bahagia, namun tidak dengan hatiku. Aku menutupinya, sekuat mungkin, supaya Adam tidak khawatir.Sekali dua kali aku melirik ke arah Evan, dia terlihat memperhatikanku, apa dia kasihan? entahlah, aku benar benar tidak ingin melibatkan dia dalam kehidupanku.***Jam sebelas tepat, acara telah berakhir. Aku keluar dari gedung au
Bukti NyataJam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, mas Hanung sudah tenggelam dalam tidurnya, begitu juga dengan kedua putraku. Aku sebenarnya juga ingin merebahkan punggung, namun pekerjaan masih harus aku selesaikan.Aku mengulaskan senyum, walaupun hari ini mas Hanung mengawali hari dengan kekecewaan yang diberikannya, namun dia berhasil menutup hari dengan bahagia. Adam terlihat begitu bahagia, mendapat makanan kesukaan, juga kasih dari ayahnya. Dia berhasil menjadi ayah yang mampu meredakan kekecewaan anaknya, aku bersyukur.Aku segera melangkah menuju ke belakang, membereskan pakaian kotor. Aku mengeluarkan barang yang mungkin ada di kantong baju dan celana milik mas Hanung. Aku mendapat sebuah kertas kecil, dari kantong celana kerjanya. Aku membuka kertas yang sepertinya sudah diremas remas itu.Jantungku berdegup, kepalaku nyaris terhuyung. Aku membaca tulisan yang ada di sana, itu adalah bukti pembayaran dari debit card milik mas Hanung. Bukan itu masalahnya, namun apa y