Berhenti Menangis
Aku menggendong Bintang, berusaha untuk menidurkannya karna pekerjaan rumah sudah menunggu. Menjadi pendongeng ulung, juga penyanyi berbakat. Aku menceritakan banyak hal, sambil mengelusnya yang mulai terlelap di pelukanku. Menyanyikan lagu dari yang sederhana hingga yang penuh makna karna aku pengarangnya sendiri, ya begitulah.Aku kembali berdiri di depan kaca, sembari menggoyang goyangkan badan, berharap Bintang segera terlelap. Aku melihat ke arah diriku, bukanlah aku seburuk itu? rupanya aku belum bisa melupakan peristiwa tadi pagi. Tiba tiba air mataku menetes, dari ujung mata terdalam. Air mata yang penuh dengan arti, penuh dengan perasaan yang mendalam.Aku mengusap air mata itu, mendongak ke atas, berharap gravitasi akan mengembalikan air mata itu ke tempat semula.“Tidak, aku tidak seburuk itu, dulu bahkan menikahiku karna tergila gila,” gumamku dalam hati.Aku mengingat masa itu, aku dan mas Hanung sekolah di SMA yang sama, lalu bersekolah di universitas yang sama. Dia mengambil jurusan akuntansi dan aku mengambil jurusan hukum. Mas Hanung adalah laki laki yang cukup populer, pandai, cakap, humoris dan juga memiliki visual yang cukup menawan. Tinggi, rajin berolahraga dan itu membuatnya memiliki otot alami yang terbentuk sempurna.Kulitnya putih bersih, dengan wajah proporsional, hidung lumayan tinggi, mata tajam, alis tebal dan bibir tipis sedikit kemerahan. Bahkan beberapa orang menjuluki artis korea lokal, karna dia memang memiliki visual yang menawan.Benar kata orang, laki laki itu seperti kelapa, semakin tua semakin keluar auranya, semakin bersantan, semakin matang, mapan dan mendukung visualnya yang semakin berkharisma. Dia menyukaiku sejak duduk dibangku SMA, mengejarku selama empat tahun, dan aku baru menerimanya ketika memasuki tahun kedua pendidikan di perguruan tinggi.Dia mengejar ngejarku? Ya, karna saat SMA aku memiliki visual yang tidak kalah mempesona, juga otak yang cerdas di atas rata rata. Aku murid terpandai nomor tiga, setelah mengalahkan dua kutu buku dengan visual biasa saja. Karena itu beberapa orang menjulukiku bintang sekolah, cantik dan pintar.Aku melihat mas Hanung begitu keras dalam mengejar cintanya, mendekatiku tanpa lelah, walau aku sering menolaknya dengan alasan ingin berkonsentrasi dalam belajar. Aku luluh, melihat ketulusannya, hingga kita menikah dan memiliki dua orang putra.Aku sempat menjadi pengacara di sebuah firma hukum yang cukup terkenal, namun harus berhenti ketika hamil Adam, kehamilan yang membutuhkan perjuangan, karna aku harus istirahat total. Aku mengalami flek sejak awal kehamilan, karna itu dokter memintaku untuk bedrest total, sampai flek berhenti dan kehamilan sudah dinyatakan aman.Demi kebaikan, aku rela melepaskan karir yang sedang berada di puncak, kembali pada kodrat, menjadi istri dan juga ibu. Keputusan itu juga merupakan keputusan bersama, setelah mempertimbangkan banyak hal. Aku setuju, mas Hanung setuju, juga keluarga.Aku berusaha melupakan semuanya, masih meyakini bahwa mas Hanung masih begitu mencintaiku. Walaupun aku sudah menjadi ibu ibu, ibu dua anak, yang tidak sempat berdandan, tidak sempat merawat kulit, rambut dan wajah. Karena dia tahu, aku lebih mengutamakan keluarga. Mengurus mereka dari ujung rambut hingga kaki. Mengurus perut mereka, tidur mereka dan segala yang terjadi di dalam hidup mereka. Aku yakin mas Hanung tahu dan memahami itu.“Din, din, din,” suara klakson motor tukang sayur yang seketika membuyarkan lamunanku. Suara klakson itu sudah seperti alarm yang seketika akan membuat semua ibu ibu berkumpul. Bintang yang tadinya sudah mulai terlelap terlihat membuka matanya. Aku hanya bisa menghela nafas panjang, lalu mengulaskan senyum.“Bintang, ayo kita belanja,” ucapku pada Bintang.“Bintang mau makan apa? ayam? daging? udang, wah, mamah akan membuat makanan enak untuk Bintang,” ucapku lagi. Bintang menatapku, lalu seolah seperti menjawab dengan bahasa bayinya.Aku segera meraih kerudung yang ada di atas kursi, memakainya, lalu segera keluar mengejar abang sayur yang biasanya berhenti di depan rumah bu RT.“Good Morning dear,” sapa bu RT yang bernama Teja Arum.Bu RT adalah salah satu ibu komplek yang cukup dekat denganku, dia baik dan sangat humoris. Ibu Rt selalu aktif dan bersemangat dengan tubuh tambunnya yang memiliki berat lebih dari sembilan puluh kilogram. Selalu ceria, dengan make up yang on point. Dia selalu membawa alat tempur ke manapun dia berada, setiap ada kesempatan akan touch up make up untuk mempertahankan riasannya yang menurutku cukup sempurna.Make up sempurna, simetris, proporsional, dengan bulu mata cetar dan lipstik merah sedikit terlihat namun masih dalam kategori warna natural.Walau memiliki tubuh berisi, aku berani dan yakin mengatakan bahwa dia sangat cantik, wajahnya benar benar mempesona, apalagi keahliannya dalam memulas make up, dia layak menjadi kiblat ibu ibu komplek dalam urusan berdandan.“Morning bu RT,” jawabku seraya tersenyum.“How’s your day?” semoga selalu bahagia,” ucap bu RT, wanita yang usianya kurang lebih sama denganku, kita menyebutnya sepantaran.“Tentu, setiap bertemu dengan bu RT, saya akan selalu bahagia,” ucapku yang masih mempertahankan senyum.“Kenapa masih sepi, di mana ibu ibu yang lain?” tanya bu RT yang hanya melihat aku dan dia sendiri yang mendatangi abang tukang sayur.“Mungkin belum datang bu RT,” ucapku.“Wah, apa mereka terlalu sibuk mencuci baju sampai melupakan jadwal mengisi pasokan lemari pendingin?” gerutu bu RT.“Apa yang kamu punya bang? aku akan membuat makanan istimewa hari ini,” tanya bu RT pada tukang sayur.“Seperti yang bu RT pesan, sayuran segar yang mengandung culagen,” ucap abang sayur bernama bang Trimo. Abang sayur yang sangat ramah dan baik, dia sudah berumur lebih dari lima puluh tahun, bertubuh kurus dengan logat jawa yang lucu, sangat ramah sehingga semua ibu ibu komplek selalu setia membeli dagangannya.“Collagen” ucap bu RT membenarkan kata yang diucapkan bang Trimo.“Yes, collagen bu RT, ada brokoli, tomat, paprika,” ucap bang Trimo.“Wah, i love it,” ucap bu RT dengan mata berbinar.“Bu Hesti pasti mau belanja untuk Bintang ya, wah kamu beruntung Bintang, mamahmu sangat pintar membuat makanan, makanan pendamping asimu pasti luar biasa,” ucap bu RT seraya menggoda Bintang yang mulai tersenyum. Dia terlihat meloncat loncat kegirangan di dalam gendongan, dia memang selalu senang setiap kali bertemu dengan bu RT.“Aku mau ikan salmon, tomat, bawang bombay, brokoli dan wortel ya bang,” ucap bu RT.“Siap bu RT,” ucap bang Trimo seraya menggerakkan telapak tangannya mendekat ke arah pelipis, memberi hormat siap sedia.Bu RT terlihat melirik ke arahku, lalu mendekat.“Bu Hesti habis nangis ya?” tanya bu RT seraya berbisik. Aku hanya menjawabnya dengan senyum.“Oh, i know, berantem sama suami?” tebak bu RT. Mendengar itu aku menjawab dengan menggelengkan kepala.“Kenapa menangis, air matanya masih ada itu,” ucapnya. Dengan cepat aku mengusap air mata yang mungkin terlihat olehnya.“Oh my God, benar benar habis menangis ya?” ucap bu RT menelisik. Aku menarik nafas panjang, lalu mengulaskan senyum.Aku memang tidak bisa menyembunyikan apapun dari bu RT, sepertinya dia adalah orang yang ahli dalam membaca wajah. Ada sesuatu yang tiba tiba melintas di kepala, sebuah ide yang selama ini hanya aku pikirkan tanpa pernah direalisasikan.“Bu RT, mau ajari saya make up?” tanyaku.“Make up? Oh of course, tentu saja. Bahkan saya bercita cita menjadi Beauty blogger, hanya saja belum ada kesempatan, Just a hobby” ucap bu RT seraya tersenyum.“Sudah berniat merubah penampilan?” tanya bu RT. Mendengar itu aku mengangguk dengan yakin.“Interesting! I’m so pround of you dear,” ucap bu RT dengan mata berbinar.Istri Istri TangguhAku kembali ke rumah, bergegas menidurkan Bintang, dengan segenap kesabaran dan kasih, setelah setengah jam mengoyong ngoyongnya, menyanyikan banyak lagu, akhirnya putra kedua ini tidur.Aku masuk ke dalam kamar tidur milik kedua putraku, dengan sangat pelan dan hati hati, berusaha tidak menimbulkan suara apapun, sedikitpun, aku meletakkannya ke dalam box bayi. "Hust, hust, hust," suara itu terus saja aku ulang ulang. Entahlah dari mana asalnya, seolah seperti mantra, benar atau tidak mengenai efeknya, membuat anak kembali tidur ketika terbangun, aku tetap melakukannya. Anggaplah kebiasaan turun temurun, aku juga melakukan itu. Ya, Bintang sudah tidur. Aku segera menyingsingkan lengan daster, bersiap untuk menghadapi pertempuran yang sebenarnya. "Aku siap," ucapku dalam hati dengan ekspresi yang benar benar menjiwai.Aku berjalan mengendap endap keluar dari kamar Bintang, mengumpulkan semua pakaian kotor dari kamar utama, yang berserakan di mana mana, juga yang
Bu RT Luar BiasaBu RT mulai duduk di sampingku dan bu Anna juga sudah duduk di sofa yang ada di sebelah kanan bu RT.“Bu Hesti, saya akan mengajari mengenai dasar dasar make up, oh iya, bay the way, apa yang membuat bu Hesti tiba tiba ingin merubah penampilan?” tanya bu RT seraya menatapku tajam. Tidak mungkin aku mengatakan bahwa aku ingin merubah penampilan setelah melihat nama kontak di ponsel suamiku, itu terdengar seperti lelucon.“Hmmm, ya sepertinya saya kok sudah mulai tidak menarik lagi,” ucapku lirih.“Tidak menarik? Ah yang benar saja, coba sini saya lihat,” ucap bu RT yang kemudian memegang wajahku. “Rahang tegas, hidung cukup mancung, alis tebal kurang rapi, bulu mata pendek, kusam, ada guratan keriput walau tidak terlalu jelas dan bekas jerawat,” gumam bu RT seraya mengamati wajahku dengan seksama. Bintang yang ada di pangkuanku terlihat mulai berceloteh, serta mengamati ke arah bu Rt, mungkin dia juga ingin ikut berinteraksi.“Ya, sebenarnya bu Hesti ini cantik, memi
BAJU HARAM“Ayo Bintang ikut bude,” ucap bu Anna seraya meraih Bintang yang ada di pangkuanku.“Bintang ikut bude Anna ya,” ucapku pada Bintang. Bersyukur sepertinya Bintang mau dan tidak ada penolakan.“Anak pinter, sayangnya bude Anna,” ucap bu Anna yang cukup luwes menggendong bayi, jelas karena dia sudah berpengalaman dengan tiga orang anak.“Wah Bintang mau sama saya bu Hesti,” lanjut bu Anna seraya melihat ke arahku.“Mungkin karna bayi bisa menilai yang benar benar baik sama dia dan yang pura pura, jadi kalau ketemu sama yang baiknya kayak bu Anna, ya anteng,” ucap bu RT seolah seperti melontarkan pujian.“Ah bu RT ini,” ucap bu Anna seraya tersenyum.“Ayo kita bersiap, saya akan merubah bu Hesti menjadi more beautiful,” ucap bu RT yang kemudian mengeluarkan beberapa perlengkapan make up dari kotak besar yang sepertinya terbuat dari material besi. Box make up yang cukup besar untuk ukuran ibu rumah tangga, karena biasanya kotak penyimpanan make up seperti itu dipakai perias waj
Kejamnya RealitaAku sudah membersihkan rumah, mengepel, merapikan semua sisi dan menyelesaikan masakan. Kedua anakku juga sudah mandi, sudah wangi, perut mereka juga sudah terisi. Aku bersiap untuk berubah menjadi guru les, ya, Adam selalu belajar minimal setengah jam setiap hari, mengulang apa yang sudah gurunya ajarkan di sekolah. Ah, pelajaran anak TK, masih bisa aku atasilah, mengenal angka, huruf, membaca, berhitung sederhana, bercerita. Mungkin yang sedikit membuatku repot adalah harus membantu Adam belajar juga menenangkan si kecil yang terus saja mengganggu abangnya.Bintang yang duduk di samping Adam terlihat begitu usil, merebut pensil juga menarik buku yang sedang dibaca Adam. Tidak butuh waktu lama, perang pun terjadi, mereka saling berebut, menarik dan akhirnya akan ada yang menangis. Padahal aku sudah menyiapkan perlengkapan tempur yang sama, buku yang sama, walaupun Bintang belum mengerti, aku tetap memberikannya, dibawah pengawasanku. Ah, mungkin bagi anak anak, milik
Nama Itu Sudah BerubahAku menyiapkan makan malam untuk mas Hanung, sepiring nasi, teh hangat, semangkuk garang asem gentong kesukaannya. Aku tahu, walaupun dia kenyang, dia tidak akan bisa menolak jika aku menyuguhkan makanan kesukaannya.Mas Hanung menghampiriku dengan rambut basah acak acakan dan handuk di tangan, mengusap rambutnya yang masih basah karena baru keluar dari kamar mandi.“Wah, aku bisa gemuk mah, ini pasti enak sekali,” ucap mas Hanung dengan mata berbinar.“Tidak apa apa, aku tetap cinta,” ucapku.“Wah tapi tetap saja mah, kan aku kerja di perusahaan kosmetik, tidak mungkin tidak memperhatikan penampilan,” ucap mas Hanung.“Kan papa akunting, bukan karyawan dibagian yang harus tampil dengan visual sempurna, memangnya papah brand ambasador?” ucapku.“Ya, bukan begitu mah, penampilan juga penting,” ucap mas Hanung.“Jadi ini dimakan atau tidak?” ucapku sedikit kesal seraya berdiri, seolah bersiap untuk mengambil piring dan mangkuk yang aku sajikan.“Eh ya iya dong, man
Ritual MalamAku masuk ke dalam kamar, mas Hanung terlihat sudah siap di tempat tidur, dengan senyum genitnya. Entah sudah berapa hari aku tidak melihat senyum itu, ya, karna ini biasanya terjadi sebulan sekali, atau paling sering sebulan dua kali. Maklum lah, keluarga dengan anak dua. Aku tidak menyangka akan melewati malam indah ini, wah istimewa, berkat make up natural yang merubah si buruk rupa menjadi istimewa, oh bukan, yang alami tanpa riasan menjadi luar biasa. Aku tidak menyetujui pendapat itu, aku bukan buruk rupa. Tidak ada wanita yang buruk rupa, semua wanita cantik. Titik, tidak boleh ada koma. Aku mendekat ke arah suamiku, dia terlihat menerimaku dengan begitu banyak cinta. Tangannya terbuka, siap menerimaku. Aku menjatuhkan diri ke pelukan suamiku. Sungguh sangat hangat dan membuat hatiku bahagia.Hatiku bergetar, ritual malam yang begitu penuh gelora akan segera dimulai. Suami ke terlihat mulai memandangku, lalu tersenyum. Apa mungkin dia terpesona? oh, mungkin karna
Aku Benci Dengan CurigakuAku membuka mata, jam menunjukkan pukul empat pagi. Ini hari sabtu, anak anak libur, begitu juga dengan mas Hanung, harusnya aku bisa tidur sedikit lebih lama, namun entah kenapa dentuman keras di hatiku masih terasa dan itu sangat mengganggu tidurku.Aku segera bangkit, mungkin dengan beraktifitas akan mampu memperbaiki suasana hati yang diliputi rasa curiga.“Apa mungkin suamiku memang sudah menganggapku si buruk rupa, karna itu pula dia mencoba memilih wanita lain?” tanyaku dalam hati.“Apa itu mungkin? kita sudah menyepakati mengenai banyak hal, tidak mungkin semudah itu dia berkhianat,” bisikku dalam hati.Aku menyiapkan bahan makanan untuk membuat sarapan, sarapan yang berbeda untuk tiga golongan. Makanan pendamping ASI, anak anak dan dewasa, mereka memiliki selera yang sama. Aku mengambil bahan makanan dari dalam lemari pendingin, membawanya ke dapur, meletakkannya di meja.“Sailor Moon? Hah” gumamku. Aku masih memikirkan itu, pikiran yang sebenarnya ti
Suami Orang LainAku mengetuk pintu rumah bu RT, dengan wajah yang berusaha ceria, karena aku tidak ingin sekalipun mengumbar aib rumah tangga. Bukan aib juga sebenarnya, namun semacam buku masalah rumah tangga yang belum jelas apa yang tertulis di dalamnya.Aku menghela nafas panjang, beberapa detik setelah itu, pintu terbuka, rupanya pak Radit yang membuka pintu itu. Pak RT tampan yang selalu menjadi bahan perbincangan ibu ibu.“Pak RT,” sapaku.“Bu Hesti, mau cari istri saya?” tanya pak RT.“Iya, bu RT ada?” tanyaku.“Ada ada, ada di dalam, langsung masuk saja,” ucap pak RT yang kemudian mempersilahkanku masuk. Aku melihat pak RT dengan pandangan fokus, beberapa detik.“Astagfirullah,” ucapku lirih, lalu segera merubah pandanganku.Aku bukan suka, bukan pula tertarik, hanya sekejap memuaskan rasa penasaran. Pak RT ini sungguh memiliki tubuh yang tinggi atletis, dengan otot tubuh yang terbentuk sempurna. Dia teman satu pusat olahraga dengan mas Hanung, hanya saja mungkin pak RT lebi