Bab 25
Laila menepuk pipi Dika berkali-kali sampai sadar. Dika langsung memeluk Laila dengan eratnya.Tangan Laila gemetar dan terasa kikuk, perlahan ia membalas pelukan Dika dengan erat."Ka-kamu kenapa, sih?" tanya Laila, dirinya masih merasa sangat gugup mendapat pelukan dari Dika."Aku takut tau, aku belum siap kalau harus lihat hantu terus kayak gini, jadi aku mohon jangan tinggalkan aku," pinta Dika."Iya, aku gak akan tinggalkan kamu," sahut Laila."Oh... rupanya kalian di sini," tegur Lasmi dari atas pohon yang berada di samping Dika dan Laila."Udah deh, jangan kejar Dika! Lelaki ini milik aku," ucap Laila memeluk Dika kembali."Hmmm... oke, silahkan kau miliki sampai puas kalau gitu. Hmmm, kalian ingin tetap tinggal di sini atau mau ke luar dari hutan ini?" tanya Lasmi yang perlahan turun.Sayangnya daster putih miliknya tersangkut ranting dan membuatnya terjebak menggantung di ranting pohon bBab 26 Kuntilanak Sebentar saya buka dulu mata batin kamu," ucap pria renta yang memakai ikat kepala hitam itu.Ia lalu memberi perintah agar pria bernama Edo itu berlutut."Terus gimana nih, Lasmi?" tanya Laila mulai takut."Udah kita liat aja nanti," ucap Lasmi.Tak lama kemudian Edo terperanjat dan langsung mundur menyeret bokongnya menjauh kala melihat dua sosok kuntilanak di hadapannya."Gak usah takut, coba beranikan diri kamu untuk lihat!" perintah dukun itu.Edo akhirnya memberanikan diri untuk melihat ke arah para kuntilanak itu. Meski masih ada rasa takut, lalu Edo memberanikan diri untuk menunjuk ke arah Laila. "Saya mau yang itu, Mbah!" seru Edo."Nah, kamu siap-siap ya paku dia nanti saya bantu tangkap,” ujarnya.Mbah Dukun itu lantas merapalkan mantera yang membuat Laila tak bisa bergerak."Laila, dia mengincar kamu, hihihihi... Aku pergi dulu ya, daaah…." Lasmi langsung pergi terbang meninggalkan Laila begitu saja. Ia melarikan diri."Kunti somplak! Dasar kutu kupret
Bab 27 Kuntilanak Setelah sampai di dekat lahan pasar traditional, Laila dan Dika menghentikan langkahnya."Lai, gimana ini?" tanya Dika."Gimana apanya?" "Mbah Dukun itu...." Dika masih saja merengek."Berisik, nih! Dia itu orang jahat bukan orang baik, orang sesat pula dan sukanya menyesatkan orang lain, udah lah gak usah kamu sesali!" tukas Laila."Tapi aku gak mau jadi pembunuh, aku mau ngaku aja, kita ke kantor polisi, yuk!" ajak Dika."Heh, bodoh! kalau kamu ke kantor polisi terus kamu dipenjara, memangnya kamu siap? apalagi nanti kalau kamu dapat hukuman penjara seumur hidup, siap?" Dika menggeleng pasti."Nah, kalau gak siap udah sih tenang aja, anggap tadi itu gak kejadian apa-apa, oke?" tanya Laila meyakinkan Dika.Dika menjawab dengan anggukan kepala mengiyakan."Ya udah, sekarang kita pergi ke Desa Merah, ke tempat nenek kamu, tuh sang fajar udah nongol," tunjuk Laila.Sosok Laila lalu menghilang.Tak jauh dari tempat Dika berdiri, munculah sebuah andong yang dikemudika
Bab 28Beberapa orang laki-laki terlihat menggotong tubuh pria tua yang Dika kenal sebelumnya itu, dari kejauhan."Duh, mati aku!" gumam Dika seraya menepuk dahinya sendiri."Kek, ayo buruan! Atau saya aja yang bawa andongnya sendiri nih," ancam Dika."Jangan gitu dong, mau nyuri itu namanya, wong numpang aja kok merintah segala," ucap Kakek Danu mengerucutkan bibirnya."Saya bayar deh, lima puluh ribu, gimana?" tanya Dika menawarkan.Kakek Danu tak bergeming juga."Nanti saya kasih nomor telepon nenek saya, mau gak?" Dika mencoba menggoda Kakek Danu. "Mbok ya dari tadi bilang mau bayar, ya udah ayo kita berangkat. Jangan lupa nomor telepon nenek kamu ya, lumayan kakek ini lagi jomblo nih," ucap Kakek Danu meringis.Kemudian ia pamit pada Pak Kades menaiki andongnya dan bergegas pergi mengantar Dika.Saat andong milik Kakek Danu bergerak pergi, Dika melihat wajah Mbah Dukun yang menoleh ke arahnya saat sedang digotong para warga.Dika langsung buru-buru menutupi wajahnya dengan tas r
Bab 29 Dika menaiki bus menuju Desa Merah bersama Laila. Rasa kantuk menyerangnya kala itu juga karena semalaman ia terjebak di Hutan Kuntilanak bersama Laila.Namun, Dika kembali membuka kedua matanya karena teringat sesuatu."Kamu kenapa?" tanya Laila."Aku lagi mau memastikan kalau kita gak naik bus hantu," sahut Dika."Hahahaha... udah sih tidur aja lagi, aku pastikan ini bukan mobil hantu," sahut Laila yang menepuk wajah Dika saat bersandar di bahunya.Seorang pria yang baru duduk memperhatikan Dika dengan raut wajah aneh dan bergidik ngeri.Baru sepuluh menit perjalanan, ternyata bus tersebut mengangkut penumpang juga dari halte. Beberapa orang naik dari halte tersebut. Seorang wanita duduk di samping Dika yang masih tertidur pulas di samping Laila. "Nih cewek dari tadi merhatiin aja sih, gak jelas!" gumam Laila.Dika terbangun saat lonjakan dalam bus itu terjadi. Bus itu melewati jalanan berbatu yang cukup membuat para penumpang mual. Tangan kanan Dika tak sengaja sampai terj
Bab 30Laila menahan Dika yang sedang kesal dan berdiri dari kursinya."Udah diam-diam aja di sini, daripada nanti kamu yang jadi korbannya."Kenek itu melangkah ke depan menuju penumpang lainnya untuk meminta tiket bus."Tuh apa aku bilang, makanya aku gak suka tadi tuh cewek genit sama kamu. Ehz taunya dia maling, ih gak nyangka," sahut Laila."Tapi, Lai… kasian dong abang yang lagi di jebak itu," ucap Dika."Biarin aja sih, salah sendiri tuh abang tergoda sama cewek itu," sahut Laila."Lagian tuh abang menikmati gitu kok pegang-pegang dada ceweknya," keluh Laila.Dika mencoba berdiri berpura-pura merogoh sesuatu dari sakunya, padahal ia ingin mengintip perbuatan si Mbak dan calon korban yang tadi dibicarakan si Kenek."Woi! kepo aja nih!" Laila menarik tangan Dika."Hehehe... penasaran Lai, kayak apa," sahut Dika.Tak berapa lama kemudian, wanita itu turun di halte depan bersama dua
Bab 31"Ada hantu? masa sih?" potong Dika."Ih gak percaya dibilanginnya," sahut Laila."Tapi, aku kalau lagi deket kamu kok nggak bau melati, sih?" tanya Dika.Laila mencium dua ketiaknya bergantian. "Iya, aku kok gak wangi melati ya, gak bau apa-apa," ucap Laila."Nak, sini diminum dulu kopinya!" Wanita paruh baya itu memanggil Dika dengan kibasan tangannya. "Ummm... gak jadi, Mbah. Aku mau lanjut jalan aja ke dusun sana," ucap Dika."Tadi, katanya mau cerita si mata merah, sini ceritain," ucapnya."Eng, enggak usah Mbah, mungkin saya salah lihat." "Oh... salah lihat kalau mata merah kayak gini sama gak?" Tiba-tiba kedua mata wanita itu menjadi merah bola matanya bahkan ia melotot seraya tersenyum menyeringai. Kedua bola matanya seperti ingin melompat ke luar rongga matanya. Perlahan demi perlahan, benar saja, dua bola matanya terlepas dan jatuh ke tangan wanita itu.
Bab 32Wanita paruh baya bernama Nenek Asih itu langsung terperanjat dan menghamburkan diri memeluk Dika."Dika? Kamu Dika cucu Nenek? Oalah ganteng banget kamu rupanya.” Nenek Asih langsung memeluk Dika dengan eratnya."Iyalah aku cucu Nenek yang paling ganteng," sahut Dika menyambut pelukan hangat sang nenek."Kamu sama siapa ini ke sini?" tanya Nenek Asih dia menoleh pada Laila.Dika dan Laila mengernyit bersamaan. Ia tak menyangka kalau sang nenek ternyata dapat melihat Laila."Maksud, Nenek?" Dika masih berusaha merasa kalau Nenek Asih tak mampu melihat Laila."Itu perempuan cantik itu, namanya siapa?" tanya sang nenek."Hah? Nenek bisa lihat Laila?" tanya Dika."Nenekmu itu masih punya mata yang bisa melihat dengan awas. Malahan sepertinya Nenek pernah melihat gadis ini, tapi di mana ya?" gumam Nenek Asih."Nenek beneran bisa lihat saya?" Laila menunjuk dirinya sendiri. "Kalian ini pada kenapa sih dari tadi pada tanya Nenek bisa lihat apa enggak. Ya Nenek masih bisa lihat la
Bab 33 - Suami Istri Dika dan Laila masih menatap sebuah foto bergambar kedua orang tuanya Laila. Mereka tersenyum bersama dengan kedua orangtuanya Dika."Ini kan foto ayah sama ibu. Iya, iya beneran ini orang tua aku," ucap Laila."Itu orang tua kamu, serius Lai?" tanya Dika terperangah.Lututnya terasa lemas sampai ia menjatuhkan bokongnya duduk di atas sofa. "Ada apa sih sebenarnya ini? Lalu pria dan wanita ini siapa?" Laila menunjuk Tuan Nugroho dan Nyonya Riri."Ini anakku, Ayahnya Dika," ucap Nenek Asih."Oh, jadi orang tua aku sama Dika berteman, wah dunia ini sempit ya," ucap Laila."Mereka bukan hanya berteman, tapi mereka juga berbesanan," sahut Nenek Asih seraya tersenyum senang."Maksudnya besan?" Laila mengernyit."Apa kamu tak tahu jika Dika dinikahkan dengan anak perempuannya si Agus Kuncoro? Tapi, yang saya dengar anaknya itu meninggal dalam perjalanan pernikahan, bukan begitu kan, Dika?" Nenek Asih menoleh ke arah Dika yang masih termenung menutup wajahnya. Pemuda