Share

Bab 5 - Menolongmu

Bab 5 - Menikahi Mbak Kunti

Bau bensin lantas tercium dari mobil sedan hitam tersebut.

"Bau bensin nih, ayo keluar!" ucap Laila.

"Kamu tolong bantu teman saya ini dulu," ucap Dika.

Akan tetapi Laila tak bisa menyentuh tubuh Robi meskipun berkali-kali ia ulang.

"Aku gak bisa nolong dia, aku cuma bisa sentuh kamu," ucap Laila mulai panik.

Dika melihat kejadian tersebut tak mengerti, bagaimana bisa Laila tak dapat menyentuh Robi sementara ia dapat menyentuhnya.

Laila lantas saja menarik tangan Dika keluar dari sana sekuat tenaganya.

"Minta tolong sama yang lain buat selametin kawan aku, ayolah!" Dika memohon pada Laila lagi.

Tubuhnya yang lunglai ia pasrahkan pada Laila. Rasa sakit menjalar di sekitar tubuhnya kala itu.

"Duh, ini orang gak sadar kali ya kalau aku hantu, gimana mau manggil orang-orang sekitar nih," batin Laila.

DUAAARR!

Tak berapa lama kemudian mobil sedan di hadapan Dika dan Laila meledak dengan kobaran api besar yang membuat Cahyo dan Robi tewas di dalamnya. Dika menangis sejadi-jadinya sambil berteriak memanggil nama Cahyo dan Robi yang terbakar. Sejurus kemudian, pria itu tak sadarkan diri.

***

Dika tersadar saat berada di ranjang Rumah Sakit Kota Lurik Ayu. Laila menemani Dika sedari tadi.

"Hai!" sapa Laila.

"Kamu yang membawaku ke sini?" tanya Dika.

"Ummm... bukan. Yang bisa bawa kamu tadi itu bapak tukang nasi goreng. Dia lihat kamu, dia yang nolong kamu," ucap Laila.

"Ya berarti kamu yang kasih tau dia ya, kan?" Dika mengerjap sejenak, kepalanya berdenyut hebat sekilas. Ia menahan rasa sakitnya.

Tak lama kemudian, suara derap langkah datang tergesa-gesa memasuki kamar perawatan tempat Dika terbaring.

"Dika anak Mamah! Kamu enggak apa-apa kan, Nak?" Nyonya Riri datang langsung memeluk putranya.

"Aku kenapa-kenapa lah Mah, sakit ini kepala aku," jawab Dika kesal.

"Untung saja kamu selamat, kamu kok bisa sih seperti ini?" Riri mencoba membantu Dika untuk duduk.

"Karena dia mabuk-mabukan!” Suara Tuan Nugroho terdengar ketus. Ia datang tak lama kemudian seraya kedua tangan yang tersimpan di saku celananya.

"Apa benar itu, Nak, kamu mabuk-mabukan?"

Nyonya Riri menatap Dika dengan menahan air matanya, ia mencari kejelasan dari mulut putra semata wayangnya itu, meskipun terlihat sulit terucap.

"Dika cuma minum dikit kok, Mah," sahut Dika lirih.

"Dikit apanya?! Itu buktinya dua kawan kamu lainnya mati. Kamu bilang cuma dikit? Gak mungkin kalau kalian gak pada mabuk berat, iya kan hah?!" Tuan Nugroho membentak Dika.

"Pah, ini rumah sakit tolong tenang sedikit! Lagi pula bukan Dika yang menyetir, pasti kawannya lah yang mabuk." Nyonya Riri masih membela Dika.

"Halah... terus saja kamu membela bocah tengik itu, dasar anak sial! Dia selalu saja membuat orang tua malu!" Tuan Nugroho langsung keluar dari ruangan meninggalkan Dika dan ibunya.

"Sudah jangan kamu dengarkan papah kamu itu. Sekarang kamu istirahat saja ya, Nak. Sebentar lagi suster akan membawa kamu buat CT scan," ucap Nyonya Riri lalu mencium kepala Dika dan pamit pergi menyusul suaminya.

Laila yang melihat perlakuan ayahnya Dika ikut merasa sedih.

"Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Laila.

"Kamu lihat semuanya, ya? Papah aku tuh emang gitu. Dia gak peduli gak mandang ada orang lain atau nggak. Ya kalau dia mau marahin aku, ya marah aja dia. Aku udah biasa kok digituin sama dia. Dia tuh gak pernah nunjukin kalau dia sayang sama aku semenjak kematian adikku," ucap Dika. Raut wajah tampan berubah sendilu.

Laila tahu ada kesedihan terpancar dari mata pemuda itu. Mata yang mulai berkaca-kaca dan susah payah ia sembunyikan sekuat wajahnya yang mencoba menarik senyum.

‘Cakep juga sebenarnya nih cowok. Duh, mana ada lesung pipinya itu lho menggoda banget buat di sentuh,’ batin Laila dalam hati.

Derap suara langkah seorang suster memasuki ruangan. Ia mendorong kursi roda kala itu.

"Permisi, Bapak Dika, ayo ikut saya buat CT scan dulu,” ucapnya.

***

Kondisi Dika sendiri tidak begitu mengkhawatirkan. Hasil CT scan miliknya juga bagus. Namun, pemuda itu masih harus bermalam di rumah sakit untuk beberapa hari kedepan sebagai pemulihan diri. Malam itu Dika terbangun di kamar VIP nomor 305. Kandung kemihnya terasa penuh dan bergejolak.

"Duh, mau kencing lagi, nih," gumam Dika yang berusaha mengangkat tubuhnya beranjak menuju kamar mandi di ruangan itu.

"Issshhh, sakit banget nih tangan," celoteh Dika lagi seraya menurunkan celananya.

Setelah selesai menuntaskan hajatnya, ia meraih tuas kloset yang tiba-tiba berbunyi sendiri mem-flush isi toilet.

Lalu ia menyalakan keran air dan membasuh wajahnya. Saat ia mengangkat wajahnya terlihat bayangan seorang perempuan di cermin. Sontak saja tubuhnya gemetar.

"Astaga! Bayangan apa itu?"

Dika berusaha mengusap cermin di hadapannya.

"Perasaan aku aja kali, ya?" gumamnya lalu membalikkan tubuhnya untuk keluar dari toilet.

Tiba-tiba saja…

Boooooooo....!!!

Wajah seorang wanita terlihat penuh luka sayatan benda tajam menyilang terpampang mengerikan. Luka itu terbuka menunjukkan daging segarnya dan tulang pipi yang terlihat. Darah mengucur bercampur nanah menimbulkan bau anyir yang menusuk ke dalam hidung Dika.

Hantu wanita yang tak mempunyai kaki itu lalu melayang di hadapan Dika. Terlihat di bagian ujung pahanya itu hancur, mengerikan.

"Aaaaaaaaa.... !!!" .

Dika berteriak sekuat tenaganya dan langsung panik menuju keluar ruangan. Dia lupa kalau tangannya masih menggunakan selang infus. Langsung saja selang infus itu terlepas. Darahnya menetes keluar dari lubang jarum infus yang masih tertancap di pergelangan tangannya. Dika sampai menabrak Laila yang datang tiba-tiba.

"Kamu kenapa?" tanya Laila.

"A-ada, ada hantu di dalam." Dika langsung naik ke atas ranjangnya dan meringkuk, menutupi tubuhnya dengan selimut. Tubuh pria itu gemetar ketakutan.

Laila menghela napas panjang, lalu perlahan ia menguatkan diri membuka pintu kamar mandi.

"Hai!" Hantu itu menyapa Laila sambil tersenyum menyeringai.

Brak...!!!

Secara spontan Laila menutup pintu kamar mandi tersebut dengan kencangnya. Rasanya, ia juga tak siap melihat penampakan mengerikan tadi.

"Mendingan kamu gak usah ke kamar mandi lagi, deh," ucap Laila menghampiri Dika.

"Terus kalau aku mau pipis apa mau pup, gimana?" Sahut Dika dari balik selimutnya.

"Ya udah tahan aja hehehe," Laila menarik selimut Dika. Menyembunyikan wajahnya.

"Kamu ngapain masih di sini?" tanya Dika.

"Aku bingung mau pulang ke mana. Aku juga gak tau kenapa kok aku selalu balik ke kamu ya?" Laila mengintip dari balik selimut yang ia tarik.

"Ngaco kamu ah, kalau mau pulang ya sana pulang aja sana! Ganti baju juga sana!" seru Dika.

"Dibilang aku gak bisa pulang, Dika."

"Kok tau nama aku?"

"Kan tadi mama kamu udah manggil nama kamu Dika. Lagian nama pasien kamu tuh ada di tag label piring makanan kamu," ucap Laila menunjuk meja kabinet di samping ranjang Dika.

"Terus nama kamu siapa?" tanya pemuda itu.

"Nama aku Laila," ucap gadis itu seraya mengulurkan tangannya ke arah Dika yang langsung menyambutnya.

"Ih... dingin banget tangan kamu," Dika langsung melepas jabatan tangannya.

*****

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status