Bab 4 - Menikahi Mbak Kunti
Laila mengikuti Tante Key dan Ocong menuju sebuah gedung tua. "Ini, di mana?" tanya Laila. "Selamat datang di pelatihan para hantu baru, yeaaayyyy!" ucap Tante Key dengan hati riangnya. "Gak ngerti di mana senangnya coba? Ini aja aku ketakutan kayak gini, huh!" batin Laila dalam hatinya. "Tenang aja kita di sini semuanya bersaudara. Jadi kalau ada manusia yang iseng sama kamu, kami siap membantu," ucap si Ocong. Memasuki sebuah gedung tua yang berlumut di bagian dindingnya itu, Laila merasakan hawa yang sangat pengap. Bau anyir darah menusuk ke dalam hidung membuat Laila mual ingin muntah kala menghirupnya. "Hai, Key, siapa tuh?" sapa nyonya genderuwo, hantu bertubuh gemuk dan kulit berwarna hijau pada Tante Key. "Hai, Nyonya Uwo! Sini sini, ini kenalin temen baru kita di sini," ucap Tante Key. "Halo! Hai, aku Nyonya Uwo. Kamu matinya kenapa?" tanya hantu wanita bertubuh besar itu dengan santainya pada Laila. "Aku Laila, aku kecelakaan, jatuh ke jurang. Ummm... apa semua yang ada di sini hantu?" tanya Laila dengan polosnya. "Hahahahaha dasar hantu baru, semua yang ada di sini itu bukan cuma hantu biasa. Ada setan, iblis, jin iprit, tuyul, kuyang, hantu apa pun juga ada di sini," jawab nyonya Uwo. "Ohhh, apa bedanya hantu sama setan,” gumam Laila. Gadis itu lalu teringat pada sopirnya. “Eh, tapi kenapa supir saya nggak ada, ya?" "Hmmm kebanyakan sih kalau hantu macam kamu gini yang gak jelas ras-nya dari bangsa mana, biasanya sih hantu penasaran atau masih ada yang mengganjal di dunia ini. Sehingga kamu ngerasa berat untuk pergi. Tapi, kalau kamu gak ketemu sama sopir kamu, yah mungkin supir kamu itu sudah tenang di alam sana," ucap Nyonya Uwo. "Ada yang mengganjal? Mengganjal di saya? Kira-kira apa, ya?" tanya Laila. "Kalau menurut aku ya, kamu kan pakai gaun pernikahan nih, nah mungkin aja kamu mau jumpa sama suami kamu, mau ngerasain indehoi dulu mungkin hahahaha," sahut nyonya Uwo menepuk Tante Key dan Ocong agar tertawa bersama. "Dih, gak jelas! Aku aja gak tau tampang suami aku kayak gimana. Bisa-bisanya dia bilang aku mau jumpa sama suamiku terus begituan, idih najong!" sungut Laila. "Eh nyonya dicariin tuh sama Om Wowo," sela Tante Key sambil menepuk bahu Nyonya Uwo. "Oh iya, aku mau indehoi dulu ya sama dia hihihihi." Nyonya Uwo melambaikan jari-jarinya perlahan ke arah Laila seolah meledek. "Eh itu ketawa khas saya, jangan di pakai dong!" protes Tante Key. "Oh iya lupa eyke, habis seru sih hihihihi..." ucap Nyonya Uwo seraya pergi menghampiri Om Wowo pasangannya. "Ah dari pada aku di sini mendingan aku pergi aja deh," gumam Laila seraya beranjak pergi. "Eh hantu baru, mau ke mana?" Tante Key berteriak ke arah Laila. "Aku suntuk mau jalan-jalan," sahut Laila. "Awas ya hati-hati kalau kamu ketemu manusia, nanti kamu kena sial lho." Tante Key mencoba memperingatkan. Laila tetap tak acuh, ia tak perduli, yang ia inginkan saat itu ialah pergi menjauh dari gedung menyeramkan tersebut. *** Sementara itu di sebuah club malam. "Aku turut berduka cita ya, Dik, atas kematian istri kamu," ucap Selfi pada Dika. Wanita seksi itu sangat menyukai Dika. Tentu saja ia senang bukan kepalang kala mendengar berita kematian istrinya Dika. "Ah biasa aja sih, gak usah turut berduka cita sama aku," sahut Dika. "Lho, kamu gak sedih?" tanya Selfi. "Kenapa aku harus sedih, aku tuh malah senang karena akhirnya aku gak jadi menikah sama perempuan itu," ucap Dika dengan wajah sumringah. "Dikaaaa, kamu mau manggung gak?" tanya Cahyo dari seberang sana. "Oke, gue siap!" sahut Dika. "Aku pergi dulu ya mau manggung," Dika mencolek dagu Selfi. "Oke, aku tunggu sini ya," sahut Selfi dengan tatapan genit nan menggoda. Pukul setengah dua dini hari, Dika dan kawan-kawannya akhirnya selesai manggung. Setelah beberapa kali tegukan minuman keras, mereka keluar dari club dalam keadaan mabuk. Dika berjalan sempoyongan sambil merangkul Selfi. "Wah, Dika bener-bener elu yeee! Baru aja ditinggal mati sama istrinya eh langsung mau embat si Selfi ckckkckc," ucap Cahyo. "Emang tuh Dika, udah tajir, cakep, banyak banget lagi cewek yang mau," sahut Robi si kepala plontos. "Eh yang aku denger tuh si Dika keluarganya bangkrut, makanya dia dikawinin sama anak pengusaha batik buat bantu keuangan ayahnya lagi," Cahyo berbisik pada Robi. "Ah... yang bener kamu?" "Beneran." Keduanya malah asik membicarakan Dika, sahabat mereka. "Woi! Jangan pada pacaran aja kalian di sana. Ayo, anter aku pulang!" pinta Dika. "Bukannya kamu mau malam pertama ajak Selfi buat gantiin istri kamu yang mati tadi?" tanya Cahyo dengan usilnya. "Sembarangan! Emangnya kamu pikir aku cowok apaan?!" pekik Dika langsung masuk ke dalam mobilnya meninggalkan Selfi "Hmmm, susah banget ya dapetin Dika. Padahal aku tuh mau dijadiin pelampiasan dia. Ih, jangan-jangan si Dika boti lagi, terus dia gak suka sama cewek secantik aku," celetuk Selfi menggumam. "Jangan sembarangan! Aku sama Dika udah temenan sepuluh tahun dari kita SMP, dan kayaknya gak mungkin deh Dika itu pisang makan pisang," ucap Cahyo yang mendengar keluhan Selfi. "Ya... bisa aja lah. Dia aja selalu nolak aku. Ih sebel! Udah ah aku mau pulang aja, aku pusing nih!" ucap Selfi. "Fi, kalau pusingnya udah gak tahan, panggil aku aja buat bantuin kamu hehehe," celetuk Robi menggoda Selfi. "Berani bayar berapa kamu?" tantang Selfi. "Wah, gak jadi lah kalau bayar kayak gitu mah." Robi bergegas masuk ke dalam mobil sedan hitam milik Dika lalu pergi dari area club tersebut. “Dasar kere!” sungut Selfi. Mobil milik Dika yang dikendarai Cahyo pun melaju meninggalkan perempuan centil itu. Sementara itu di ujung jalan lainnya, Laila terus saja ketakutan saat menyusuri jalan karena seringnya ia bertemu dengan para makhluk halus yang datang mengganggunya dengan menunjuknya sambil berkata, "Kamu hantu baru, ya?" "Ih dasar rese, kenapa sih aku bisa mati? Ih, sebeeeeeeeel!" Laila menendang batu kerikil yang terbang menuju jendela mobil milik Dika. "Apaan, tuh?" kata Dika. Sedan hitam yang tengah melaju kencang itu mulai oleng dan melaju ke arah Laila. Cahyo yang terkejut dan panik melihat sepintas bayangan Laila di hadapannya lalu menabrak pohon. Anehnya, mobil itu menembus tubuh Laila. Suara berdebam keras tak terelakkan kemudian. "Kok, aku gak ketabrak ya? Oh iya bodohnya, aku ini kan hantu," gumam Laila lalu menghampiri mobil sedan tadi. "Ka-kamu, kamu siapa?" tanya Dika dengan sangat ketakutan menunjuk ke arah Laila. "Kamu bisa lihat aku?" tanya Laila. Dika belum peduli pada Laila, ia malah mengamati Cahyo yang wajahnya penuh luka. Sepertinya Cahyo tewas seketika. Sementara di sampingnya, Robi yang berwajah panik terus saja menangis meminta tolong karena kakinya terjepit. "Tolong aku, Ka, tolong aku," pinta Robi memelas ketakutan. ****** To be continuedBab 5 - Menikahi Mbak Kunti Bau bensin lantas tercium dari mobil sedan hitam tersebut. "Bau bensin nih, ayo keluar!" ucap Laila. "Kamu tolong bantu teman saya ini dulu," ucap Dika. Akan tetapi Laila tak bisa menyentuh tubuh Robi meskipun berkali-kali ia ulang. "Aku gak bisa nolong dia, aku cuma bisa sentuh kamu," ucap Laila mulai panik. Dika melihat kejadian tersebut tak mengerti, bagaimana bisa Laila tak dapat menyentuh Robi sementara ia dapat menyentuhnya. Laila lantas saja menarik tangan Dika keluar dari sana sekuat tenaganya. "Minta tolong sama yang lain buat selametin kawan aku, ayolah!" Dika memohon pada Laila lagi. Tubuhnya yang lunglai ia pasrahkan pada Laila. Rasa sakit menjalar di sekitar tubuhnya kala itu. "Duh, ini orang gak sadar kali ya kalau aku hantu, gimana mau manggil orang-orang sekitar nih," batin Laila. DUAAARR! Tak berapa lama kemudian mobil sedan di hadapan Dika dan Laila meledak dengan kobaran api besar yang membuat Cahyo dan Robi tewas di dalamn
Bab 6 - Menikahi Mbak Kunti"Hehehe bawaan gugup aja kali, makanya dingin." Laila tersenyum manis ke arah Dika.‘Ini cewek senyumnya manis banget, cantik lagi riasan wajahnya. Anehnya dia pakai gaun pengantin yang norak gini. Apa jangan-jangan dia pengantin yang kabur ya dari pernikahannya?’ batin Dika seraya mengamati Laila."Heh! Kamu ngapain ngeliatin aku kayak gitu?" Laila menjentikan jarinya di hadapan wajah Dika berkali-kali sampai menyentak pria itu dari tatapannya pada Laila."Aku lagi mikir aja. Aneh aja kamu pakai baju pengantin warna gitu. Mana warna hitam lagi. Kamu kabur ya dari pernikahan, ya?" tanya Dika ingin tahu."Seandainya aku bisa kabur. Ummm, tadinya aku mau kabur sih, tapi gak jadi. Eh, taunya takdir juga yang membawaku bisa kabur dari pernikahan ku," Laila mengakui. "Haha lucu, bagaimana takdir membawa kamu kabur dari pernikahan kamu?" tanya Dika lagi."Dengan cara–”"Selamat malam, saya suster Imelda. Saya lihat makan malamnya sudah dihabiskan ya. Kalau gitu
Bab 7 Menikah Mbak Kunti"Kamu ngapain ngobrol sama manusia kayak gitu?" tanya Tante Key."Suka-suka hati aku lah!" sahut Laila."Ayo pulang! Kamu dicariin nyonya Uwo tuh, kamu disuruh belajar," ucap Ocong."Hmm... aku malas belajar! Aku males balik ke tempat serem sana!" ucap Laila mencoba mengelak."Kamu tuh ya, badung banget jadi hantu baru. Kita seret aja yuk, Cong!" ajak Tante Key.Laila lalu diseret keluar jendela menjauhi ruang perawatan Dika. Ia pergi begitu saja. Dika mencoba mengintip dari balik selimutnya. Tak ada apa pun lagi di hadapannya. Laila benar-benar pergi kali ini dengan para hantu tadi. Jadi, malam ini bukanlah mimpi. Laila benar-benar hantu, hantu kuntilanak yang cantik. Dika akhirnya memutuskan untuk tidur dan memiringkan badannya ke kanan, ia memandang ke arah langit malam dari balik jendelanya. Tiba-tiba, Dika berbalik arah tak jadi memandangi langit malam kala ia melihat wajah pria berwarna merah yang berbadan besar seperti genderuwo sedang mengintipnya dar
Bab 8 Menikahi Mbak HantuPagi ini Dika dibolehkan pulang oleh dokter dari rumah sakit. Dika memutuskan untuk pergi ke luar kota, ke tempat neneknya. Dika merasa tak tahan rasanya berada di rumah bersama sang ayah nantinya. Pria itu mengemasi pakaiannya, tekadnya sudah bulat untuk pergi dari rumah. Meskipun sang mama masih meratapi kepergiannya, tapi keinginannya sudah kuat. Sepintas Dika menoleh ke belakang, ke arah ibunya secara perlahan. Ayahnya sendiri sudah tak mau melihatnya lagi. Keinginan dia untuk menjadikan putranya pengusaha sukses kini sirna. Cita-cita Dika lebih kuat dan tak bisa ia sanggah lagi.***Dika menaiki kereta api jurusan Stasiun Desa Merah menuju ke rumah neneknya. Seorang gadis saat itu menabraknya. Ciri fisik gadis itu membuat Dika teringat pada Laila. Bibirnya tersungging tipis. Senyum kecil hadir di wajah Dika sambil menatap ke arah langit. Wajah Laila muncul di sana."Haduh... kenapa bisa sih ada perempuan aneh itu di pikiran aku. Dia tuh cuma hantu, Ka,
Bab 9 Menikahi Mbak Kunti "Kecelakaan Kereta Api Biru jurusan Desa Merah tiga tahun lalu terjadi dikarenakan kecerobohan penjaga stasiun yang lalai bekerja dan terlambat untuk memberi tanda kedatangan kereta lain di jalur yang sama" Dika melanjutkan kembali bacaanya. "Kereta Api Biru terpaksa mengerem mendadak saat hendak bertabrakan dengan kereta lain di beberapa ratus meter lagi. Kereta api Biru tergelincir sampai jatuh ke dalam sungai yang berbatu terjal. Banyak korban tewas di kecelakaan tersebut" Dika tertegun saat membacanya. "Serem banget ya nih, mana ada gambar orang kejepit gerbong kereta di sungai, hiiyy..." ucap Dika bergidik ngeri. "Ummm...perasaan aku kok gak enak ya, Ka, hawa dalam kereta api ini agak aneh dan berbeda," ucap Laila. "Berbeda gimana?" tanya Dika. "Tadi kan di depan kamu ada penumpang, kok sekarang hilang, kira-kira pergi ke mana, ya?" tanya Laila. "Pindah tempat duduk kali," sahut Dika masih mencoba berfikir positif, meski ada perasaan takut me
Bab 10 - Menikahi Mbak KuntiLaila dan Dika saling berpegangan dengan eratnya. Mereka ketakutan menyembunyikan jari jemari mereka."Bisa pakai uang cash gak, Pak? masa pakai jari tangan?" tanya Dika mencoba menawar."Tidak bisa, harus jari tangan!" serunya."Duh, kenapa jari tangan sih. Kalau kamu sih udah jadi hantu, Lai. Kamu mau kasih jari tangan ke dia juga nanti tumbuh lagi," bisik Dika."Sembarangan! Emangnya aku alien apa kalau udah dipotong jarinya terus tumbuh lagi, huh!" Laila membentak Dika dengan kesalnya."Terus gimana, dong?" Tanya Dika ketakutan.Petugas kereta api itu menarik tangan Dika ke arahnya."Berikan jari tanganmu!" "Ja-jangan!!" seru Dika.Petugas kereta api itu tertawa menyeringai. Ia mengeluarkan gunting dari saku celakanya dan bersiap memotong jari tangan Dika."Nggak sakit kayaknya, Ka. Kamu harus kuat ya," ucap Laila seraya menyodorkan ujung kemeja Dika ke bibir pria itu lalu menyentak Dika dengan permintaan konyol, "Gigit ini, teriak yang kenceng!" Dik
Bab 11 Menikahi Mbak Kunti“Mereka berdua, Ma, sama kakak cantik ini.” Ali menunjuk ke arah Laila yang langsung tersenyum melambaikan tangannya.Namun, hanya Sri yang tak dapat melihatnya. Jadi, perbuatan Laila terasa percuma karena Sri tak bisa melihatnya."Baiklah, Nak Dika, untuk sementara tinggal di sini sampai besok ya. Saya minta tolong jaga anak ini. Lagipula kereta ke desa kamu kan adanya besok," ucap Kakek Arif."Iya, tenang aja, Kek. Saya juga mau balas budi karena tadi udah Kakek tolong," jawab Dika.Lalu Kakek Arif dan Ibu Sri pergi ke rumah sakit menggunakan becak yang melintas.***Dika menemani Ali mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah anak itu di ruang tamu. "Kakak tau, gak? Nanti setelah mama aku sembuh nanti, aku akan buat kios makanan buat Mama jualan, nanti uang modalnya aku ambil dari celengan," ucap Ali."Wah betulkah? Hebat ya? Oh iya tenang aja nanti saya bantu modalin," sahut Dika."Benaran, Kak?" tanya Ali penuh antusias.Lalu Dika membalas dengan senyum
Bab 12Sepuluh tahun lalu di Desa Banyu Biru seberang Desa Banyu Asin terjadi keributan. Sopyan meminta uang pada Nenek Siti ia ingin menikahi Sri yang sedang mengandung anaknya. Namun, wanita paruh baya itu menolak memberi uang. Nenek Siti melarang hubungan tersebut karena Sri masih berstatus istri orang lain. Lelaki yang kondisi kejiwaannya memang sedikit bermasalah itu malah naik pitam. Ia tak dapat lagi mengontrol emosinya. Ia memutuskan untuk membunuh ibunya sendiri.Sopyan mengambil parang yang menempel di dinding. Pria itu memukul kepala Nenek Siti berkali-kali tanpa ampun. Sampai akhirnya laki-laki yang kehilangan kewarasannya itu menebas leher Nenek Siti sampai hampir putus. Sadar melihat Nenek Siti tak bernyawa, ia lalu membungkus wanita paruh baya itu dengan seprai yang ditarik dari ranjangnya.Sopyan membawa mayat Nenek Siti ke dalam kebun kosong di belakang rumahnya. Karena jarak rumah di sana lumayan agak jauh. Sopyan yakin tak akan ada tetangga yang tahu mengenai perbua