Share

Bab 3 - Kecelakaan Tragis

Bab 3 - Menikahi Mbak Kunti

Hari pernikahan pun tiba, hari yang sudah ditentukan oleh Tuan Agus Kuncoro dan Tuan Nugroho demi menyatukan perusahaan mereka agar menjadi lebih berkembang, walau itu semua dilakukan dengan mengorbankan perasaan anak-anaknya.

Laila kini tak bisa menipu lagi, penjagaan ketat dari sang papi membuatnya tak bisa lari. Begitu Pula dengan Dika, pria itu akhirnya terpaksa duduk menunggu Laila di meja pernikahan bersama penghulu di hadapannya.

"Di mana ya mempelai wanitanya?" tanya si penghulu.

"Sedang dalam perjalanan, Pak," ucap Mira calon istri Tuan Nugroho.

"Bisa dihubungi sudah sampai mana, karena saya masih ada pernikahan lainnya, nih," ucap sang penghulu sambil mengipasi dirinya dengan dokumen pernikahan.

"Hmmm... mudah-mudahan gak jadi dateng," gumam Dika.

"Begini saja Pak Penghulu, pernikahannya di lanjutkan saja, yang penting sudah ada dua saksi dan si ayah mempelai wanita. Ya toh mempelai wanitanya juga sudah berada di jalan," ucap Tuan Nugroho memberi usul kala itu.

"Papah, gimana sih? Kali aja tuh perempuan kabur gak mau nikah sama aku," bisik Dika dengan raut wajah sangat kesal.

"Sudah kamu nurut saja. Apa kamu malah mau membuat kondisi mami kamu memburuk nantinya," ancam tuan Nugroho pada anak tunggalnya itu. Ia selalu saja bisa membuat Dika diam tak bisa memberontak ketika ayahnya membahas penyakit jantung yang diderita ibunya Dika.

"Baiklah kalau begitu kita mulai saja pernikahannya, toh semua syarat nikah, wali perempuan, dan para saksi sudah ada. Nah, mari jabat tangan saya!" Pak penghulu itu mengulurkan tangannya pada Dika.

Dengan terpaksa, Dika akhirnya melakukan pernikahan paksa tersebut.

Padahal saat itu,obil yang dikendarai Laila, neneknya Laila, dan sang sopir tengah melaju dengan kencangnya. Laila yang terlambat menyiapkan diri, sempat membuat sang nenek kesal dan gemas. Dia yakin kalau Laila akan terlambat datang untuk pernikahannya. Tiba-tiba, mobil yang dikemudikan sang sopir itu oleng bahkan hampir tertabrak oleh truk tronton besar.

Mobil sedan hitam itu kehilangan kendali ditambah dengan rem mobil yang ternyata blong. Hal itu tentu saja menyebabkan kecelakaan. Lalu, membuat mobil itu hampir jatuh ke dalam sungai yang berbatu terjal. Mobil sedan berwarna hitam itu tertahan. Sang sopir tak sadarkan diri karena kepalanya terantuk kemudi mobil dengan keras.

"Oma, cepat duluan keluar!" pinta Laila.

"Gak, kita keluar sama-sama," ucap Oma bersikeras.

"Gak bisa Oma, aku harus jaga keseimbangan mobil ini, jadi Oma turun duluan, nanti aku nyusul. Ayo Oma, keburu mobilnya jatuh!" pinta Laila.

"Pak Bagus, dia gimana, La?"

"Ini aku coba sadarkan dia. Pokoknya Oma turun dulu cepat!" pinta Laila.

Oma Murni segera menuruti perintah Laila dengan melangkah perlahan keluar mobil. Laila berusaha membangunkan sang sopir. Namun, apa daya karena ia buru-buru bergerak, mobil tersebut lalu oleng dan jatuh ke sungai menghantam bebatuan terjal. Wajah kiri Laila terantuk batu dan membuatnya hancur.

Darah mengalir deras mengikuti arus sungai di sekitaran mobil Laila dengan derasnya. Pak Bagas tak dapat bertahan karena tewas seketika. Samar-samar Laila melihat sosok ibunfa tercinta merentangkan kedua tangannya menyambut pelukan Laila.

"Ma...mi…," ucap Laila lirih lalu ia menghembuskan napas terakhirnya.

Berita kecelakaan Laila langsung sampai ke rumah pernikahan. Para tamu undangan dan keluarga besar terkejut dan tak percaya dengan apa yang menimpa Laila. Baru saja ijab kabul dilakukan dengan jabatan tangan dan ucapan sah dari bibir sang penghulu. Alangkah malangnya nasib mempelai pria. Dia baru saja menikah tetapi sudah kehilangan istrinya tanpa sempat ia bertemu terlebih dahulu.

Seluruh keluarga besar langsung mendatangi rumah sakit tempat Laila setelah evakuasi tadi. Tuan Agus Kuncoro menangis sejadi-jadinya saat melihat jasad putrinya terbaring tak bernyawa di kamar mayat. Meski wajah Laila hancur, tapi papinya ingat betul dengan tanda lahir hitam di punggung tangan kanan Laila.

"Harusnya Oma yang mati, Nak, bukan kamu huhuhu," tangisan Oma Murni menambah keharuan di kamar jenazah itu.

Dika memeluk ibunya. Ia tak berani melihat ke arah jasad Laila karena kondisinya yang menyeramkan. Tak ada yang tahu bagaimana takdir bisa mempermainkannya seperti itu. Setelah dijodohkan dan akhirnya memutuskan untuk menikah dengan terpaksa. Sekarang istri yang baru dinikahinya satu jam yang lalu itu telah meninggal dunia.

Keesokan harinya Laila dimakamkan di samping makam ibunda tercinta. Oma masih meratapi gundukan tanah merah yang basah penuh dengan taburan bunga tujuh rupa di atasnya itu. Sementara Tuan Nugroho mendapat pelukan menenangkan dari calon istrinya saat isak tangis tak dapat ia bendung.

***

Di pinggir sungai, Laila yang telah mengingat semua kejadian sebelum dia meninggal akhirnya mulai berdamai dengan keadaan.

"Ah... aku baru inget. Hmmm, jadi aku udah mati, ya? mana matinya baru nikah lagi," gerutu Laila di hadapan sosok kuntilanak dan pocong itu.

"Iya kan kamu udah mati, Say. Ih kasian banget sih kamu, mana pengantin baru. Terus kamu belum ngerasain malam pertama juga, hihihihihi…." Si Kunti mencoba menimpali.

"Lagian menikah kok pakai gaun hitam, sih, jadinya kamu celaka tuh," ucap si Pocong berusaha mencibir gaun yang dikenakan Laila.

"Ini tuh trend tau gak. Ini gaun limited edition, mahal pula. Bosen tau kalau nikah pakai baju putih terus. Aku kan mau mencoba sesuatu yang baru," sahut Laila.

"Baju model baru yang bikin sial!" sahut si pocong ketus.

"Ih nyebelin, nih!" Laila menarik ikatan pocong itu secara spontan.

“Heh, anak baru kurang ajar!” pekik si pocong

"Ih, tapi serem juga kalau deket-deket sama kamu. Huh, udah ih kamu sana!" Laila mendorong pocong tersebut sampai jatuh.

"Wah... ini hantu baru bener-bener gak bisa aku biarkan," gumam si pocong dengan mata mendelik merah nan marah.

Saat sosok pocong itu berdiri sambil berusaha mengancam Laila, gadis itu mulai memberanikan diri melawan.

"Muka aku serem nih, hayo kalau berani!" Laila mencoba menahan sosok pocong tersebut. Ia memperlihatkan wajah seramnya.

"Hahahaha... muka kayak gitu aja dibilang serem. Nih, kalau bisa kayak muka aku," ucap pocong tersebut menarik semua kulit di wajahnya dan menyisakan tengkorak tulang wajah di hadapan Laila.

"Astaga! Gila banget sih ini mah serem! Eh, kalau muka kamu serem gitu kenapa tadi bisa gak serem mukanya?" tanya Laila penasaran.

"Oh itu mah gampang. Jika kamu memakai air rendaman tujuh kembang dan mengusapnya ke wajah kamu, niscaya muka kamu akan bersih," ucap si Kunti ikut menimpali.

"Di mana-mana juga muka kalau habis dicuci pakai air ditambah sabun muka ya tuh muka juga bakal kelihatan bersih," ujar Laila.

"Lha kan saya cuma nawarin, kali aja kamu mengikuti daripada mukanya hancur gitu ih. Belum lagi kulitnya mau mengelupas hiiyyy," ucap si Kunti mencoba mencibir.

"Tau ah! Asal tau aja ya, apa yang kalian lakukan sama saya itu, jahat!" ucap Laila ala tatapan Mbak Cinta di film AADC jilid 2.

"Ya udah, sekarang pulang ke rumahku aja yuk!" ajak si Kunti.

"Gak mau ah, aku mau ketemu keluargaku aja. Terus aku juga mau ketemu sama suamiku sekarang, aku mau liat orangnya seperti apa," ucap Laila.

"Eh, tunggu bentar. Kamu kan hantu baru,” kata kuntilanak tadi, “mending kita belajar dulu bagaimana caranya kita bisa berjumpa dengan manusia yang kita inginkan dan menghindari perjumpaan kita dengan manusia yang pastinya kita tak mau inginkan.”

"Hmmm bener juga, oke deh aku ikut kamu. Nama kamu siapa?" tanya Laila.

"Panggil saja aku Tante Key dan ini Ocong," sahutnya.

"Halo, aku Laila."

******

To be continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status