Share

Bab 2 - Dipaksa Menikah

Bab 2 - Menikahi Mbak Kunti

Malam itu, seminggu sebelum kematian Laila, ia tengah memandang langit malam dari jendela kamarnya. Pemandangan malam yang sangat indah dengan cahaya bulan purnama bersaing dengan cahaya bintang-bintang yang saling berebut mencari perhatian para penikmat langit. Suasana yang sungguh amat sangat dia sukai. Pemandangan yang Laila tak pernah bosan melihatnya ketika berada di tepi jendela kamarnya memandang langit. Kulit kuning langsat nan mulusnya diterpa dinginnya malam.

Laila mengepang rambut panjang hitam sepunggung seraya teringat saat sebelum ibunya meninggal dunia. Laila selalu bersama sang mami seraya memandang langit yang seperti itu, berdua sambil bercerita tentang pengalamannya di sekolah. Namun, meski kini sang ibu telah pergi dan tak bisa lagi menemaninya, Laila tetap melakukan kebiasaan indahnya itu sendiri. Kebiasaan yang membuatnya selalu mengingat sosok sang mami. Mungkin cara itulah yang bisa mengobati rasa rindunya pada sang mami, memandang keindahan langit malam dari tepi jendela.

Saat Laila melakukan ritual indahnya, tiba-tiba gadis itu mendengar suara berderik dari pepohonan yang berada di seberang hadapannya. Samar-samar ia melihat sekilas penampakan wanita berdaster putih dan lusuh sedang bergelantungan layaknya kera di kebun binatang. Semakin ia perhatikan, sosok wanita yang berwujud kuntilanak itu malah makin tertawa cekikikan dengan manja membuat bulu kuduk langsung meremang mendengarnya.

"Hihihihihihi....."

Suara hantu itu semakin terdengar dengan jelas. Apalagi ketika wajah pucat sosok kuntilanak itu bertemu pandang dengan Laila.

"Kyaaaaaaaaa...!!!"

Laila langsung menundukkan kepalanya dan bersembunyi di balik tirai jendela. Nyalinya ciut dan langsung terjun bebas dari tubuhnya. Laila yang penasaran mencoba mengintip sekali lagi dari balik tirai. Betapa ia semakin terkejut kala melihat sosok pocong sudah berada di samping kuntilanak tersebut.

"Jangan-jangan tuh kunti sama pocong lagi ngedate alias pacaran lagi hiiyyy..." gumam Laila yang berusaha menyembunyikan wajahnya.

Tirai jendela langsung buru-buru Laila tutup rapat karena takut para hantu itu sadar dengan kehadiran Laila. Gadis itu berjalan mengendap-endap menuju keluar dari kamarnya. Pastinya ia juga harus mengerahkan jurus andalannya, yaitu lari seribu langkah agar tak tertangkap keberadaannya oleh para hantu. Laila langsung berlari menuruni anak tangga menuju kamar Oma sambil berteriak...

"Omaaaaaaaaaaaa...!!!"

Kaki jenjangnya menuruni anak tangga di rumahnya dengan terburu-buru sampai jatuh menimpa seorang perempuan cantik memakai rok mini dan kemeja putih yang terlihat transparan, memperlihatkan warna pakaian dalam yang memperlihatkan tubuh sensualnya itu.

"Aduh! Tante kalau berdiri liat-liat dong! Duh, kan jadinya aku yang lagi lari kenceng gini jadi nabrak! Sakit tau!"

Laila membentak perempuan tersebut.

"Heh, kamu kan yang nabrak saya. Kamu tuh bukannya minta maaf malah marah-marah gak jelas kayak gitu!" Wanita itu menggerutu bersungut-sungut di hadapan Laila.

"Hei, Tante! Kamu tuh ya yang-”

"Laila hentikan!"

Tuan Kuncoro yang muncul dari balik pintu lalu gantian membentak putri semata wayangnya itu. Laila menoleh pada ayahnya dengan wajah masam yang menyebalkan. Lalu dia beralih memandangi wanita di hadapannya ini dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Menyebalkan pasti ini perempuan sekretaris papi yang baru," batin Laila dalam hati.

"Kamu gak boleh bentak-bentak calon mami kamu kayak gitu!" kata Tuan Kuncoro sambil merangkul wanita bertubuh sintal di hadapan Laila.

"APA?! Calon mami aku? Hello, mana mungkin?!" pekik Laila dengan nada mencibir.

"Maafin dia ya Mira, jangan kamu ambil hati," ucap Tuan Kuncoro dengan lembut pada Mira.

"Enggak apa-apa kok, Mas, saya ngerti namanya juga anak-anak," jawabnya sambil tersenyum manis semanis gula tetapi pahit bagi Laila.

"Heh, sembarangan aja pakai bilang aku anak-anak! Aku tuh udah SMA tau gak, bentar lagi 17 tahun, jangan mentang-mentang tua ya panggil aku anak-anak!" gertak Laila.

"Laila!"

Gertakan balik dari Tuan Kuncoro membuat Laila langsung terdiam. Tanpa basa-basi lagi Laila langsung pergi menemui neneknya untuk mengadu.

"Enggak usah di kejar, Mas, biarin aja," ucap Mira menahan Tuan Kuncoro agar tak menyusul Laila.

"Dia harus belajar dewasa karena sebentar lagi dia menikah," ucap Kuncoro.

"Memangnya Mas udah bilang sama Laila soal pernikahan dia dengan anak Tuan Nugroho?"

"Belum sih," sahut Kuncoro.

"Hmmm... Aku yakin nih nanti akan ada ledakan amarah yang lebih dahsyat daripada amarah tadi jika Laila tau akan dijodohkan, Mas," wajah sinis Mira menoleh berlawanan arah menghindari pandangan Tuan Agus Kuncoro saat dia berucap kala itu.

***

Sementara itu di kediaman Tuan Nugroho, Andika Setyo nugroho mati-matian berdebat dengan ayahnya saat mengetahui perjodohannya dengan anak juragan batik. Pemuda dengan tinggi 180 cm, berhidung mancung dengan lesung pipi menghias wajah itu, tampak geram. Sesekali ia menjambak gemas rambut hitam pendek miliknya dengan kesal.

"Aku mau bebas, Pah, aku masih mau berkarier," ucap Dika menentang perjodohannya.

"Gak bisa! Kamu harus tetap menikah! Semua ini demi bisnis Papah. Kamu harus selamatkan bisnis pakaian Papah, Dika," ucap Tuan Nugroho bersikeras.

"Aku gak peduli! Aku maunya jadi musisi sesuai keinginanku sendiri," sahut Dika.

"Kalau kamu bersikeras, Papah akan coret kamu dari kartu keluarga papa," ancam pria berkumis itu seraya membetulkan posisi kacamata miliknya.

"Terserah Papah aja! Pokoknya aku gak mau nikah!"

Andika tak peduli dengan ancaman sang ayah, ia tetap melangkah pergi keluar dari rumah. Sementara itu, seorang wanita yang amat menyayanginya sedang memandang kepergian putra satu-satunya yang penuh amarah dari tepi daun pintu sambil menangis. Ia tak akan pernah bisa melerai suami dan anaknya yang kerap bersitegang itu.

***

Kedua orang tua Laila dan Dika merencanakan pertemuan mereka di sebuah restoran khas Italia di pusat kota. Akan tetapi, Laila membayar kawannya yang bernama Nina untuk menemui Dika.

Ternyata bukan hanya Laila yang punya rencana untuk menipu, Andika juga melakukan hal yang sama. Dika menyuruh kawannya yang bernama Robi untuk pergi menggantikannya menemui Laila. Pada kenyataannya Nina yang menggantikan Laila bertemu dengan Robi yang menggantikan Dika.

Kala itu di rumah Laila, Nina mengadukan semua hasil pertemuannya dengan pria yang dibayar oleh Dika.

"Gila ya Papi kamu, masa kamu baru lulus SMA terus nikah, kirain kamu bakalan kuliah ke luar negeri," ucap Nina.

"Aku juga gak ngerti, kayaknya sia-sia perjuangan aku buat lulus SMA dengan nilai terbaik di mata Papi aku, huaaaaa aku sebel aku sebel," ucap Laila merengek-rengek tak jelas meluapkan kekesalannya dan kesedihannya.

"Sabar ya, Lai, siapa tahu dia emang jodoh buat kamu," ucap Mela.

"Haha, iya bener tuh. Jodoh mah nggak ke mana, Lai. Cieeeeeeee." Nina menambahkan.

Mela dan Nina lantas dengan kompaknya menertawakan Laila.

"Huaaaaaaaa," Laila makin menangis dengan keras kala sahabat-sahabatnya semakin meledeknya.

Bantal bulu di kamar pun berhamburan saling menerjang. Ketiga gadis itu benar-benar menikmati momen kebersamaan mereka yang sebenarnya untuk terakhir kalinya. Nina dan Mela tak pernah menyangka kalau Laila akan meninggalkan mereka untuk selama di dunia ini.

******

To be continued…

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status