"Bu Lilian, sampeyan dari kemarin kenapa terlihat tak bersemangat?" tegur Erni saat melihat Lilian berwajah kuyu tak seperti biasanya.Lilian yang menyandarkan kepalanya di meja, seketika menegakkan tubuh mendengar sapaan temannya. "Aah, endak, Bu. Cuma lagi pusing saja saya, Bu." Sejak kemarin, ada hal berat yang menjadi pemikirannya. Masalah rumah tangganya dengan Satrio membuatnya tertekan. Salah satu alasan kenapa Satrio tidak bisa menerima keberadaan Lilian sebagai istri sahnya adalah karena penampilan Lilian yang tidak menarik. Bagaimanapun, fisik juga merupakan salah satu poin penting. Satrio adalah pimpinan perusahaan, selain itu dia mempunyai fisik yang sempurna. Sementara Lilian, berpenampilan seperti karung beras seperti ini, Satrio pasti sangat malu kalau mengakui Lilian sebagai istrinya.Wanita gendut itu ingin merubah penampilan supaya terlihat lebih menarik. Paling utama, Lilian merasa sangat tidak nyaman dengan berat badannya yang melebihi ambang batas ini. Sebelu
Satrio masih sibuk di depan laptop saat ponselnya yang tergeletak di meja kerja bergetar. Meski kesal karena merasa terganggu dengan dering ponsel, Satrio tetap meliriknya. Sebuah nama yang cukup akrab menyembul di layar ponsel yang menyala."Bintang? Tumben nelpon? Katanya nggak jadi pulang?" Dahinya mengernyit heran. Rasa kesal yang tadi hadir, seketika menghilang.Gegas, Satrio menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan."Halo, Dek. Gimana?" sapanya."Mas, hari ini aku jadi pulang, ya." Suara di seberang segera terdengar beberapa detik kemudian."Loh, loh. Katanya masih sibuk, nggak jadi pulang. Kok tiba-tiba berubah?" Dahi Satrio mengernyit dalam."Kebetulan agak luang hari ini dan besok, jadi aku pulang, Mas." Bintang yang berprofesi sebagai pilot dengan penerbangan internasional, beberapa bulan ini tidak bisa pulang ke Solo. Alih-alih pulang ke Solo, jadwalnya sangat padat."Cuma dua hari emang kamu nggak pilih rehat di hotel saja? Kalau maksa pulang capek di jalan, Dek?"
Fatimah masih penasaran karena Bintang dan Lilian bisa pulang bersama. Ketika keduanya turun dari mobil, Fatimah sudah tidak sabar untuk mendengarkan penjelasan dari Lilian dan Bintang."Kalian kok bisa barengan?" Fatimah mengulang pertanyaan."Ndak sengaja ketemu di jalan tadi, Mih. Ban mobil Lilian bocor, Dek Bintang yang bantu ganti ban." "Tadinya aku nggak tahu kalau dia ini istrinya Mas Satrio, Mi."Sosok Bintang yang tinggi dengan bentuk tubuh proporsional beranjak mendekati Fatimah dengan senyuman semringah. "Makanya kok nggak sampai-sampai, ternyata kebanan to, Nduk?" Fatimah menatap simpati."Nggeh, Mi. Pas lagi buru-buru malah ban bocor. Coba tadi Dek Bintang nggak bantu ganti ban," sahutnya."Alhamdulillah, kamu ini memang wong bejo, Nduk. Dimana-mana banyak orang yang welas, karena kamu orang baik." Bintang melirik kakak iparnya yang hanya bisa tersenyum canggung mendengar pujian demi pujian dari mertuanya. "Yowes ayo kita masuk. Papi udah nunggu kita di dalam." Bintan
"Mas, mau pergi kemana? Kok rapi begitu?" Lilian menatap heran kepada sosok pria yang menikahinya tadi pagi itu tanpa berkedip."Aku ada janji dengan klien untuk makan malam. Nggak usah nungguin aku pulang! Mungkin aku nggak pulang malam ini!" jawabnya angkuh tanpa menoleh sedikitpun kepada wanita yang telah dinikahinya tersebut.Lilian mengernyit heran."T-tapi, Mas. Kita kan baru menikah, malam ini kita----""Asal kamu tahu, aku menikahi kamu hanya karena desakan dari papi dan mami."Suara lantang Satrio bukan saja berhasil mengagetkan Lilian yang sedang menyeduh dua cangkir kopi hitam, tetapi juga berhasil meruntuhkan harga dirinya.Lilian mencubit tangannya sendiri. Dia sedang berusaha meyakinkan dirinya bahwa apa yang dialaminya ini bukan mimpi ... buruk."Kamu pikir, aku menikahi kamu karena tulus mencintai kamu?"Sekali lagi, suara pria yang baru saja menikahi Lilian tadi pagi itu menggelegar memenuhi seluruh penjuru rumah.Lilian harus menerima. Ternyata apa yang dialaminya ini
"Apa ini?" Satrio mengernyitkan dahi ketika Lilian mengulurkan lembaran kertas bermaterai kepadanya."Mas Satrio kan ndak buta huruf to? Apa perlu aku ajarin membaca kayak anak TK?" sahut Lilian cuek sembari menghempaskan bokongnya di kursi makan tepat di depan Satrio.Satrio memutar bola mata malas mendengar ucapan Lilian."Itu surat perjanjian kontrak, Mas. Aku sudah tanda tangan. Jadi, Mas Satrio juga harap menandatangani surat itu."Tanpa menggubris ucapan Lilian, Satrio mulai menekuri huruf demi huruf yang tertulis di sana. Ketika sampai di kalimat....'Dengan ini, pihak pertama atas nama Hendro Satrio Haryo Sasongko menyatakan bahwa bersedia memberikan semua kewajiban materiil dan fasilitasnya kepada pihak kedua Lilian Sudirgo. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan apa saja yang harus diberikan akan disebutkan di halaman berikutnya.'Sepasang netra Satrio membelalak. Gadis gendut yang telah dinikahinya ini ternyata tidak selugu apa yang dipikirkannya. Dia membuat surat kontrak ya
Hari minggu pagi, suara musik dangdut koplo terdengar memekakkan telinga di tempat tinggal Hendro Satrio Haryo Sasongko.Lilian begitu asyik menikmati irama lagu sambil menggerak-gerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, ke depan ke belakang dengan begitu lincah. Seakan daging dan lemak yang ada di tubuhnya ikut menari-nari seiring dengan irama musik dangdut koplo Kartonyono Medhot Janji yang dinyanyikan oleh Mas Deny Cak Nan.Tak peduli jika Satrio akan mengomel karena suara berisik yang sengaja diputar begitu keras. Lilian sengaja ingin membuat Satrio tidak nyaman dengan keberadaannya."Aku akan berbuat semauku, Mas. Begitu, kan?" Bibir gadis gendut itu menyeringai.Dia akan membuktikan perkataan Satrio, bahwa pria itu benar-benar membiarkan Lilian berbuat semaunya. Termasuk membuat rumah ini berisik seperti pagi ini.Sepertinya Satrio memenuhi janjinya.Jam antik yang ada di sudut ruang keluarga telah berdentang delapan kali. Itu artinya Lilian sudah dua jam menyalakan irama musik da
Seorang gadis dengan postur tubuh 155cm dan berat badan delapan puluh kilo menuruni tangga. Kali ini ada yang berbeda dengan penampakan Lilian. Satu stel seragam pencak silat warna hitam dengan ukuran triple XL membalut tubuhnya yang gemoy.Ikat kepala warna putih melingkar di kepalanya yang terbalut kerudung senada dengan sabuk putih yang melingkar pinggangnya yang sama sekali tidak langsing.Langkahnya terhenti di ruang tengah. Di sana, sosok Satrio sedang duduk bersandar di sofa dengan malas sembari menonton salah satu channel televisi.Malam ini pria sombong itu tidak keluar. Setelah seharian penuh bercengkrama dengan mami dan papinya juga istrinya yang super super gemoy itu, Satrio tidak ingin pergi kemanapun."Mas!" panggilnya lantang.Satrio melirik dengan ekor mata penampakan yang ada di hadapannya itu. Bibirnya menganga demi melihat sosok pendekar gemoy tersebut."Jadi ndak? Aku udah siap, Mas!" ucapnya.Lilian bersedekap di depan suaminya dengan memasang wajah dingin dan dat
Mobil sedan mewah milik Hendro Satrio Haryo Sasongko meluncur memasuki halaman luas di rumah mewahnya. Wajah pria tampan itu terus menyunggingkan senyuman, karena sore ini ada yang tidak biasa.Ya, sore ini Satrio mengajak Sherly pulang. Dia sengaja melakukan hal ini untuk membalas semua rasa kesal pada Lilian semalam.Istri gendutnya itu semakin tidak tahu diri. Selain meminta kompensasi yang besar, Lilian bahkan tanpa sungkan menyindirnya melakukan selingkuh. Tentu saja Satrio tidak terima.Selama ini dia setia dengan Sherly. Bahkan bisa dibilang, Sherly adalah satu-satunya wanita yang dicintainya. Adapun jika Satrio sampai menikah dengan Lilian, itu adalah sebuah musibah yang sama sekali tak diinginkannya."Masuk, Dek Sherly! Anggap aja rumah sendiri," ajak Satrio pada seorang gadis cantik berpakaian seksi yang diajaknya pulang sore ini.Keduanya melangkah memasuki rumah sambil bergenggaman tangan, mesra. Satrio tidak melepaskan pandangan pada wajah cantik Sherly sedikit pun. Mema