Entah kenapa Alina merasakan nyeri di dadanya ada perasaan sesak di hatinya, dan air mata tak berhenti-berhenti mengalir dari ujung netranya. Tapi Alina apa yang terjadi hingga ia tiba-tiba sedih.
Bayangan wajah ibunya saat terbaring lemah di rumah sakit menari-nari di pelupuk matanya.Mbak Sumi yang sedari tadi memperhatikan Alina nampak murung dan sedih menghampiri dan duduk di sebelah Alina."Kamu kenapa Al? Apa yang kamu rasakan?" tanya Mbak Sumi"Mbok aku tiba-tiba aku rindu sama ibu," kata Alina yang mulai terisak."Doakan saja semoga ibu kamu baik-baik saja!" Nasehat Mbok Sumi sambil mengelus punggung Alina."Mbok boleh aku meminjam handphon," kata Alina pelan dan hati-hati. Ia takut jika Bu Sumi tidak akan mengizinkan Alina meminjam handphonenya."Boleh dong, kamu mau nelpon Nina?"tanya Mbak Sumi yang langsung memberikan handphone miliknya yang berada di kantong celananya.Alina menerima handphone itu deNina sangat bahagia saat bisa bertemu dengan Alina, akan tetapi senyumnya pudar saat tatapan matanya beralih ke perut Alina yang membesar. Nina hanya bisa diam dengan netra yang berkaca-kaca, melihat keadaan putrinya yang sedang dalam keadaan mengandung."Ibuuu," seru Alina lirih dan langsung berhambur memeluk tubuh Nina yang terlihat kurus. Pundaknya terguncang akibat tangisannya yang pecah.Nina masih diam tanpa suara tanpa ekspresi dan tanpa membalas pelukan sang anak. Ada rasa kecewa yang begitu besar di hatinya. Dan ada rasa bersalah yang mendominasi sikapnya pada Alina.Sebagai seorang ibu Nina merasa sangat kecewa karena Alina selama ini telah membohonginya merahasiakan pernikahannya dengan sang majikan."Ibuu...., Kenapa Ibu diam saja? Apakah ibu tidak merindukanku? Apakah Ibu marah kecewa sama Alina Bu...,""Maafkan Alina jika Alina salah, tapi semua yang Alina lakukan ini hanya demi ibu, untuk kesembuhan ibu, Alina nggak mau ibu kenapa-kenapa Alina mau ibu sembuh, maafin Ali
"Boos....," Sapa Dion sambil menganggukkan kepalanya."Ada apa?" tanya Panji dingin."Boos, sepertinya harus menemui Nyonya Maria di dalam sel, karena sepertinya Nyonya Maria sedang dalam keadaan sakit. Wajahnya terlihat sangat pucat dan dia tidak mau makan.""Bawa saja dia ke dokter! Tapi awas jangan sampai lolos karena dia sangat berbahaya buat Alina!" kata Panji dengan raut wajah yang sangar dan tanpa ekspresi senyum.Saat pembicaraan keduanya belum selesai Alina menghampiri keduanya dan ia menyapa Dion membuat Panji tidak suka. Terbersit terasa cemburu di hati Panji akan tetapi ia tidak mau menunjukkannya di depan Alina. Hanya saja Dion paham dan ia segera pamit undur diri karena akan mengurus Maria yang sedang sakit di tahanan."Ya sudah bos kalau gitu aku pamit dulu," kata dia pamit dan segera akan melangkahkan kakinya akan tetapi Alina mencegahnya."Kak Dion, kakak mau ke mana?" Tanya Alina menghampiri Dion yang sudah berj
Panji sudah menceritakan semuanya kepada kedua orang tuanya dan juga Ibu Alina serta Paman Asep. Keempat orang tua itu sesaat hening diam tanpa sepatah kata pun. Hingga terdengar kata-kata yang dilontarkan Nina membuat semua orang terkejut apalagi Lisa hanya sebagai sahabatnya tidak percaya dengan apa yang dikatakan Nina. "Sekarang Aku hanya bisa menyerahkan semua keputusan hanya kepada anakku yaitu Alina, dia yang akan menjalani hubungan rumah tangga bersama Panji." Kata Nina memecahkan keheningan. Membuat Lisa tersenyum bahagia Ia tidak menyangka jika Nina punya hati yang sangat luas dan berlapang dada menerima semuanya. Seperti mendapatkan angin segar, Panji bisa bernafas dengan lega karena mendapatkan lampu merah dari sang mertua. Panji berjalan mendekati Alina lalu merangkulnya dan berpamitan kepada kedua orang tuanya Bu Nina dan Paman Asep, untuk membawa Alina masuk dalam kamar alih-alih akan menyuruh A
"Hei..., Gadis sialan jangan kabur kau!" Seru seorang pria paruh baya yang berbadan tambun dengan perutnya yang terlihat buncit. Pria itu terus mendekati ke arah gadis yang bersembunyi di belakang Dion dengan menatap nyalang dan seolah-olah mengistimidasi Dion untuk melepaskan gadis yang sedang meminta pertolongannya. Gadis itu sangat ketakutan Dion bisa merasakan jika tangan gadis itu terasa dingin dan berkeringat sedikit gemetaran. "Berikan gadis sialan itu! Maka aku akan melepaskanmu!"seru pria paruh baya itu lagi. "Jangan sentuh dia! Jika kau tidak akan mau menyesal, Pergilah!" Kata Dion dingin dan menatap tajam ke arah pria itu dengan raut wajah yang dibuat sangar. "Aku tidak akan pergi sebelum membawanya pergi bersamaku! Aku harap kau jangan ikut campur! Karena dia calon istriku!" Jawab pria itu menekankan calon istri agar dia mau melepaskan gadis yang sedang memeluk tubuhnya dan bersembunyi di belakang
Hari ini Lisa mengajak Nina dan Alina pergi berkeliling kota dan berakhir di sebuah mall terbesar di ibukota. Sebelumnya Panji tidak mengizinkan Alina pergi dengan Lisa dan Nina meskipun Alina pergi bersama mamanya dan ibunya, tapi Panji merasa khawatir saja. Akhirnya ia mengizinkan tetapi dari jarak jauh ia mengikuti tiga wanita yang berbeda usia itu. Saat ketiganya sedang memilih beberapa pakaian Alina berada di tempat terpisah antara Lisa dan Nina. Bruukk Tanpa diduga ia bertemu dengan seorang pria dari masa lalunya yang tanpa Alina sadari. "Alina....," Seru seorang pemuda yang langsung saja memeluk tubuh mungil Alina. Membuat Alina terkejut dan diam terpaku. Ia tidak menyangka bertemu dengan Rendy, sahabatnya yang tinggal di desa. "Maaf, Al..., Aku begitu sangat senang bertemu denganmu dan aku sangat merindukanmu. Selama ini aku selalu mencarimu tapi tidak pernah bertemu," ka
Panji membuka daun pintu kamarnya dia melangkah pelan dan mendapati Alina sedang menyisir rambutnya di depan meja rias. Ia melangkah semakin dekat dan memeluk tubuh mungil Alina dan membisikkan sebuah kata yang membuat Alina merinding. "Saatnya memberikan hukuman!" Bisik Panji di telinga Alina. Jantung Alina berdetak lebih cepat dan darahnya mengalir. Dia membayangkan malam itu akan terulang kembali di sini. Panji mulai menciumi leher jenjang Alina dan sedikit meninggalkan jejak kemerahan sebagai tanda kepemilikan di tubuh Alina. "Aku janji akan melakukannya dengan sangat hati-hati," kata Panji menatap wajah halina yang sangat cantik dengan polesan make up yang natural dan bibir yang mengundang gairah. Panji mulai melumat bibir tipis Alina dengan salah satu tangannya menahan tengkuk Alina dan tangan satunya lagi tidak tinggal diam mulai bergerilya meremas, memilin buah dada Alina sehingga membuat i
Pucuk dicinta ulam pun tiba, sepertinya pepatah itu sangat cocok buat seorang Panji Wijaya. Ia tidak berhenti senyum-senyum sendiri setelah mendengar berita yang sangat baik dari dokter yang menangani Alina. Panji senang bahkan sangat senang karena ia akan mempunyai dua jagoan yang sudah lama dia nantikan selama ini. Iya tidak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur atas rizki yang telah Tuhan berikan kepadanya. Melalui istri yang sangat cantik dan bayi-bayi yang sangat lucu. Dengan gelisah Panji mondar-mandir di depan pintu ruang operasi Alina. Hingga membuat Lisa merasakan sakit kepala melihat putranya berjalan ke sana kemari tidak jelas. "Panji, duduk dulu Nak! Mama pusing melihat kamu terus mondar-mandir ke sana kemari," kata Lisa gemas. "Panji khawatir Ma sama Alina," kata Panji sambil berjalan mendekat ke arah Lisa dan bu nina yang duduk bersebelahan. Ia mengambil tempat duduk di pinggir Lisa seperti anak kecil yang sedang merajuk. Menyendarkan kepalanya sambil memeluk tubuh
Lisa dan Nina juga Aron sedang menatap ke dalam ruangan bayi lewat sebuah kaca yang gordennya terbuka. Ketiganya tersenyum melihat bayi bayi yang sangat lucu itu menangis karena haus. Bayi kembar tersebut adalah anugerah yang begitu luar biasa. Wajah mereka begitu tampan, dengan garis wajah tegas, hidung mancung yang mengingatkan pada sang ayah, Panji, dan bibir tipis yang mirip sekali dengan sang ibu, Alina. Namun, yang paling mencolok adalah mata berwarna hijau yang sama persis seperti mata Aron yang berkewarganegaraan London. Dalam inkubator, kedua bayi kembar itu menggeliat dengan begitu gemas, menggambarkan potensi besar yang mereka bawa sejak lahir. Tidak ada hal yang membuat Panji sangat bahagia, mempunyai dua anak kembar, istri yang sangat cantik. Sudah satu minggu Alina dirawat di rumah sakit. Dan keadaannya berangsur membaik. Seharian ini Panji tidak keluar sedikit pun ataupun bergeser dari ruangan Alina dirawat. Ia dengan setia menjaga Alina