Pukulan itu mendarat telak di lambung Chermiko hingga membuat dia tersedak dan mundur. Dia menunjuk Brandon seperti hendak mengatakan sesuatu, tetapi hanya satu kata singkat yang terucap keluar dari mulutya.“Sial*n!”“Sekarang aku masih belum tahu duduk perkaranya. Entah itu virus, penyakit menular, atau apa pun itu …. Kalian yang belajar kedokteran saja nggak tahu, apalagi aku? Aku cuma bisa mencari tahu apakah yang terjadi di badan kalian itu anomali atau bukan, dan apakah ada bahaya yang tersembunyi. Jadi kamu jangan terlalu banyak berpikir yang aneh-aneh,” jelas Brandon. Untuk sementara dia masih tidak bisa menceritakan tentang cacing itu sebelum Juan bangun. Brandon juga tidak tahu apa sebenarnya “cacing” itu. Dengan sifat Chermiko yang emosian, bisa saja dia malah akan langsung membuat kekacauan begitu mengetahui tentang cacing tersebut.Tak lama kemudian, entah karena keributan yang terjadi akibat mereka berdua, atau mungkin saja memang sudah waktunya, Juan terbangun dan mengel
Juan memejamkan mata dan mengangguk kecil sebagai bentuk persetujuannya dengan ucapan Brandon. Lantas Chermiko pun tidak lagi membahas tentang itu. Tadi dia hanya terbawa emosi, tidak sabar untuk segera mencari cara menyelesaikan kekacauan ini. Toh ini semua juga terjadi gara-gara dia, karena itulah dia merasa sangat bersalah.“Ini bukan salah kamu,” kata Juan seraya menghela napasnya, seolah dia tahu apa yang ada di isi kepalanya Chermiko. “Chermiko … ambilkan jarumku.”Mendengar perintah dari kakeknya, Chermiko segera menganggukkan kepala dan menjawab, “Oh, oke!”Chermiko berharap dia bisa berguna meski hanya sedikit saja bagi kakeknya. Apa pun yang Juan perintahkan, akan Chermiko lakukan dengan sepenuh hati. Apa pun rela Chermiko lakukan selama kakeknya bisa terus hidup sehat.Melihat Chermio berlari kegirangan keluar kamar seperti anak kecil, barulah Juan menolehkan kepalanya ke arah Brandon. Seketika itu Brandon tahu Juan akan mengatakan sesuatu kepadanya.“Cacingnya ….”“Aku suda
“Tang!”Barang yang Chermiko bawa terlepas dari genggamannya dan terjatuh ke lantai, menimbulkan suara yang cukup nyaring.“.…”Tak disangka Chermiko begitu cepat sudah kembali. Biasanya ketika meminta dia melakukan sesuatu, dia selalu lamban dan bermalas-malasan.“Kakek … jadi aku induknya?!”Chermiko merasa sangat kesulitan untuk menerima fakta itu. Selama ini dia memang curiga kalau dialah sumber penyakitnya, karena dialah rumah kakeknya menjadi seperti sekarang ini. Namun mendengar itu langsung dari Juan tetap saja bukanlah hal yang mudah untuk dia terima. Jangankan itu, mendengar kata “induk” saja sudah sangat aneh bagi Chermiko.“Bukan kamu, tapi maksudnya apa yang ada di dalam badan kamu,” ujar Juan menjelaskan, tetapi itu justru malah membuat semuanya terdengar makin aneh.“Yang di dalam badanku ini ….”Chermiko melihat tubuhnya sendiri, dia tidak menemukan apa-apa di balik pakaiannya. Tanpa pikir panjang dia pun langsung membuka kancing kemeja, memperlihatkan tubuh lemahnya. B
Organisasi misterius itu berasal dari luar negeri, dan yang mereka teliti juga selalu saja mengarah ke virus. Kalaupun di kemudian hari mereka melakukan penelitian terhadap tanaman herbal atau tanaman beracun lainnya, itu baru mereka lakukan setelah tiba di sini. Mungkinkah di dalam organisasi itu juga ada orang dari suku Maset yang terlibat?“Soal itu aku juga kurang tahu,” jawab Juan menggeleng. “Tapi yang kamu bilang tadi nggak salah. Memang ada cara untuk melawannya.”“Aku juga tahu itu,” sahut Chermiko yang baru saja keluar dari kamar mandi. “Aku sempat baca dari buku-buku yang ada di bawah, tapi pertama kita harus tahu dulu cacing apa ini.”Namun hanya dengan sekadar menyebut kata “cacing”saja membuat Chermiko mual, lagi-lagi dia pergi ke kamar mandi untuk muntah.“.…”“Benar apa kata dia,” sahut Juan. Tak sia-sia Chermiko membaca buku itu, setidaknya dia masih belajar sedikit tentang hal baru. Mungkin memang selama ini Juan terlalu meremehkan dia.“Kalau begitu, gimana caranya k
Pada suatu hari di tengah malam, Yuna merasa mulutnya kering dan sakit kepala ketika dia terbangun dari tidurnya. Parfum bernama “First Love” yang sudah sekian lama dia racik akhirnya rampung juga. Setelah memenangkan penghargaan dalam kompetisi yang akan diadakan besok malam, pernikahan dia dengan Logan akan berjalan sesuai rencana. Mereka berdua sudah saling kenal selama lima tahun, terhitung sejak mereka masih kuliah sampai sekarang, dan mereka juga telah berpacaran selama tiga tahun silam. Yuna telah mengorbankan segalanya demi fokus mengembangkan parfum tersebut, hitung-hitung dia juga turut berjasa dalam kemajuan perusahaan Logan. Tampaknya masa depan yang cerah sudah siap menyambut Yuna, jadi malam itu dia memutuskan untuk merayakannya dengan minum-minum. Yuna memijat keningnya dan hendak mengambil segelas air, tapi di saat itu juga dia mendengar sebuah suara aneh yang berasal dari kamar sebelah. Hanya Yuna sendiri yang tinggal di unit apartemen tersebut. Logan memang terkad
Yuna harus mengumpulkan semua semangat yang dia miliki hanya untuk menyapa orang seperti Brandon. “Aku tahu Uniasia juga bakal ikut serta di kompetisi malam ini. Aku punya parfum yang baru saja aku ciptain. Aku harap dengan parfum ini, aku diizinin untuk bergabung sama tim Uniasia,” kata Yuna. “Uniasia sudah punya produk lain untuk ditampilin di kompetisi nanti,” balas Brandon. “Tapi kan barang yang boleh ditampilin di kompetisi nanti nggak cuma satu barang doang. Aku cuma berharap parfum buatanku bisa ikut serta, bukan menggantikan ….” “Atas dasar apa aku harus percaya sama parfum buatan kamu?” tanya Brandon yang langsung mematahkan ucapan Yuna. Yuna segera mengeluarkan setumpuk kertas dari tasnya dan berkata, “Ini resep dan data yang aku pakai untuk bikin parfum ‘First Love’ ini. Semoga ini cukup untuk mewakili ketulusan hatiku. Soal kualitas … tiga tahun yang lalu, Pak Brandon pernah kasih aku tawaran kerja, jadi aku yakin Bapak percaya sama kemampuanku. Jadi, hari ini aku juga
“Kenapa?” tanya Yuna seraya mendongakkan kepalanya. “Mana berkas First Love? Orang lab sudah cari ke mana-mana, tapi nggak ketemu. Kamu nggak tahu, ya, hari ini hari apa? Bukannya nunggu baik-baik di lab, malah keluyuran.” Logan juga menyadari ada goresan kecil di kaki Yuna, dan dia merasa sedikit bersalah karena itu. Akan tetapi, kompetisi yang akan diadakan malam ini jauh lebih penting daripada itu. “Bukannya pertunjukan barang baru dan kompetisinya baru mulai nanti malam? Toh waktunya juga masih panjang, jadi apa salahnya aku beli baju baru buat siap-siap?” Sebelum Logan sempat membalas ucapan Yuna, Valeria yang berada di sampingnya berkata, “Oh, memangnya kamu mau tampil ke atas panggung?” “Kenapa, nggak boleh?” balas Yuna seraya memutar bola matanya menjawab mantan teman baiknya itu. “Bukannya nggak boleh, aku cuma khawatir nanti kamu bakal kesusahan sendiri. Lagian, bukannya dari dulu kamu nggak pernah ikut acara kayak beginian?” tutur Valeria dengan senyum sinisnya yang se
Brandon membaringkan tubuh Yuna di atas sofa, kemudian berbalik untuk mengambil obat salep dan kapas alkohol. Brandon membersihkan area sekitar luka dengan kapas dan mengoleskan obat setelahnya. Sebenarnya luka sekecil itu sudah tidak mengeluarkan darah lagi selama perjalanan kemari, makanya permukaan kulit Yuna terasa adem saat kakinya diolesi oleh obat tersebut. Brandon begitu fokus mengoleskan obat dengan santai. Sekilas hal itu memang terlihat sangat sepele, tapi hal sesederhana itu pun tidak pernah Logan lakukan selama dia hidup bersama dengan Yuna. Maka itulah ada ungkapan yang mengatakan bahwa bukannya pria yang bersikap kasar pada wanita, tapi mereka memang tidak tertarik. Setelah mengoleskan obat itu, Brandon menatap Yuna yang sedang melamun dan bertanya padanya, “Kenapa?” “Nggak apa-apa,” bantah Yuna seraya menggelengkan kepalanya, lalu dia pun menurunkan kakinya dan berkata, “Makasih, ya.” “Kamu istriku, jadi nggak perlu berterima kasih. Tapi ada satu hal yang aku hara