Setelah makan malam mereka berkumpul di ruangan yang terdapat perapian, udara malam itu sangat dingin karena hujan baru berhenti.Tinggal gerimis yang tersisa yang mungkin akan menemani mereka malam ini.Pak Nugroho dan ibu Asmarini telah pulang ke rumahnya bersama dua driver Landrover dan mereka akan menjemput rombongan Arkana besok sore.Satu-satunya alasan Arkana dan kawan-kawannya masih bertahan di sini adalah mereka telah mencari tau ke pos penjaga di kaki gunung bila memang ada beberapa pendaki yang kemarin naik gunung tapi malam harinya mereka sudah kembali turun.Mereka menganggap jejak kaki tersebut adalah ulah iseng salah satu pendaki yang memanjat pagar dinding entah maksudnya apa.Selain itu, mobil yang membawa mereka ke landasan pesawat beserta kru pesawat baru akan menjemput mereka besok sore.Arkana dan yang lainnya berpikir bila seharusnya wilayah ini aman karena merupakan tempat latihan militer dan dijaga ketat di setiap penjuru pintu masuk akses ke tempat ini.Kursi
“Maaf Tuan Bianco, tapi saya harus menyampaikan sesuatu,” pria yang sedang berkomunikasi dengan Bianco dalam sambungan telepon itu berkerut kening.Matanya ia melihat dengan jelas kilatan cahaya dari sebuah pistol dan senapan disertai suara gema tembakan di rumah kayu yang dihuni sementara oleh Arkana dan kawan-kawannya.“Katakan sekarang!” perintah Bianco kepada orang yang ditugaskan untuk memata-matai Arkana.“Tuan muda Guandhya beserta istri dan sahabat-sahabatnya disergap oleh pasukan tidak dikenal ... mereka bukan dari Negri kami Tuan ... ini adalah pembantaian, apa yang harus saya lakukan?” pria itu bertanya dengan suara bergetar.“Kerahkan beberapa orang pasukan untuk melindungi rumah ibu Maya, saya yakin ini ada sangkut pautnya dengan Jordi.” “Baik Tuan, lalu bagaimana dengan Tuan muda?” pria itu bertanya lagi karena menurutnya Arkana dan teman-temannya lah yang sedang membutuhkan pertolongan saat ini.Bianco terdiam beberapa saat. “Saya akan menghubungi seseorang,” balas pri
Tangga adalah ruang terbuka yang rentan mendapat serangan.Jadi ketika Zara, Gita dan Bunga menuruni tangga untuk mencapai dapur—mereka mendapat perlindungan penuh dari Angga yang pistolnya masih berpeluru. Judith juga sudah mulai turun dari atap dan membantu mengalahkan pasukan yang berhasil masuk ke dalam rumah.Sementara itu dengan teknik bela diri Brazilian Jiu-Jitsu yang dikuasainya, Arkana melumpuhkan lawan-lawannya dengan tangan kosong.Beberapa dari mereka masih ada yang memegang senjata membuat pasukan tersebut berada di posisi menguntungkan tapi dengan keahlian bela dirinya—Arkana bisa berpindah dari posisi yang kurang menguntungkan itu ke yang lebih menguntungkan.Mengunci lawan di lantai kemudian menghabisinya tanpa perasaan.Dari lantai bawah ada Neil menggunakan senapan serbu yang biasa digunakan militer di berbagai Negara.Darius sudah kehabisan peluru dan menggunakan kemampuan bela diri Krav Maga-nya untuk melumpuhkan musuh.Sama halnya dengan Pink yang lebih lihai me
“Nak Arkana cerita, katanya kamu mau kuliah kedokteran ya?” Pertanyaan Maya terlontar saat dirinya baru saja keluar dari dalam rumah dengan membawa teh dan sepiring kue untuk sang putri tercinta.“Bunda, gosipin apa aja sama Kak Ar?” Zara yang sedang setengah berbaring di kursi taman dengan bantalan empuk menegakan tubuh, matanya memicing menatap sang Bunda.Maya terkekeh. “Banyak ... Nak Arkana sering ke sini nengokin Bunda pulang kerja.” Zara tau, Arkana selalu memberitaunya setiap kali pulang mengunjungi Maya tapi Arkana tidak menceritakan apa saja yang dibahasnya bersama Maya.Maya duduk di kursi yang berada tepat di samping Zara, tatapannya lurus ke arah taman yang luas di halaman belakang rumah.“Nak Arkana itu sayang banget sama kamu juga sama Bunda, walau setiap kali datang ke sini hanya sebentar tapi Bunda seneng ditengokin mantu ... Nak Arkana perhatian banget.” Maya tersenyum, apalagi mengingat saat sang menantu tidak segan memberikan tatapan tajam kepada Bianco.“Zara b
“Semuanya udah aku urus, besok kamu tinggal ujian ... dianter Darius ya, aku ada meeting sama Kakek ... enggak apa-apa, kan?” Pria yang hanya melilitkan handuk di pinggang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil itu bertanya kepada sang istri yang sedang duduk di kursi meja belajar.Zara tampak tekun dengan bukunya karena besok ia akan melakukan ujian saringan masuk ke sebuah Universitas swasta terbaik di Jakarta.“Yaaang,” panggil Arkana dari dalam walk in closet dan Zara masih fokus dengan belajarnya.Beberapa hari ini Arkana diabaikan istrinya yang begitu fokus belajar, Zara sampai meminta Neil mendatangkan guru les untuk membantunya belajar.Zara lupa bila mereka harus melakukan proses reproduksi untuk menghasilkan penerus-penerus Gunadhya.Arkana masih mendapati Zara tidak bergerak dari posisinya tadi ketika ia keluar dari walk in closet, pria itu telah mengenakan pakaian yang nyaman untuk tidur.Sekalinya bisa pulang lebih awal, istrinya begitu sibuk.Bagaimana nanti
“Ra,” panggil Darius entah sudah yang ke berapa kali tapi Zara tampak asyik terlelap di kursi penumpang belakang.“Begadang apa gimana sih ini cewek,” gumam Darius dan masih bisa didengar Doddy yang menjadi driver mereka hari ini.“Kayanya begadang, Tuan ... tadi pagi saya liat mereka rambutnya basah,” balas Pak Doddy sambil memberi kode dengan kedua alisnya yang dinaikan berkali-kali.“Eemmm.” Darius bergumam dengan bibir yang ia katupkan rapat-rapat.“Ra ... bangun, kita udah sampe.” Darius mengulurkan tangan untuk menggapai pundak Zara lalu mengguncang tubuhnya pelan.“Hem?” Zara bergumam, membuka mata kemudian menegakan tubuhnya.“Udah sampai ya?” tanyanya kemudian sambil merapihkan rambut.“Ngeronda tadi malem, Ra?” Darius bertanya, pria itu bermaksud menyindir.“Kerja bakti, bikin anak ...,” balas Zara lantas menghasilkan tawa Darius juga Pak Doddy.Terkadang sikap Zara mirip seperti Arkana tapi kadang juga Zara kebalikan dari Arkana.Karena biasanya Arkana akan diam saja bila s
Satu buah pesan masuk membuat ponsel Zara berdering, malas-malasan Zara meraih ponselnya dari atas meja kemudian mencari tau siapa yang mengirim pesan.Ternyata sebuah pemberitauan bila Arkana memasukannya ke dalam grup chat bernamakan ‘The Gunadhya’.Zara yang sedang rebahan di sun lounger pinggir kolam renang segera menegakan tubuhnya.Ternyata keluarga Gunadhya memiliki sebuah grup chat dan kenapa baru sekarang Arkana memasukan Zara ke dalam grup tersebut.Dengan kening berkerut dan pertanyaan tadi menggaung di benaknya, Zara membuka ruang chat di grup The Gunadhya.Aura : Selamat datang di grup, Zara.Ibu mertua yang selalu ramah menyapa Zara. Zara langsung mengetik sebuah pesan balasan tapi kemudian satu pesan muncul dari Arshavina.Arshavina : Hallo sahabat tapi istrinya adik ipar.Zara tersenyum membacanya. Zara : Makasih Bunda Aura. Zara membalas pesan dari Aura dan berlanjut membalas pesan Arshavina.Zara : Hallo Istrinya kakak ipar tapi sahabat. Zara membalikan kalimat Ar
Dering ponsel yang membahana di ruangan kamar yang luas itu membuat Zara ditarik paksa dari mimpi indahnya.Zara merasakan tulang-tulangnya seakan copot dari persendian sehingga tubuhnya lemas sulit di gerakan.Zara menaikan selimut hingga dada untuk menutupi tubuh polosnya, menoleh ke samping dan tidak menemukan Arkana di ranjang mereka.Mungkin suaminya sedang di kamar mandi, Zara mencoba memfokuskan indera pendengarannya untuk menjangkau kamar mandi tapi suara dering ponsel begitu mengganggu.Ternyata ponsel Arkana yang berbunyi dengan kelap kelip lampu layarnya ditambah getaran.Zara beringsut mendekati nakas di sisi ranjang bagian Arkana kemudian meraih alat komunikasi canggih tersebut dan mendapati nama abang Kama tertera di layarnya beserta wajah tampan pria itu. “Kak Ar,” panggil Zara tapi tidak ada sahutan dari kamar mandi.Zara membuang napas berat, tidak mampu untuk turun dari atas ranjang maka sepertinya ia yang akan menjawab panggilan tersebut.“Hallo, Bang?” sapa Zara d