Brianna mendapatkan teguran keras dari Christine Sandra, asisten manajer departemen desain. Laporan itu adalah materi untuk rapat besok. Tapi beruntung rapatnya baru akan dilaksanakan besok, jadi Brianna masih punya waktu untuk mengerjakan laporannya lagi dari awal.Dia kembali ke meja kerjanya dengan kepala yang terkulai."Kau tidak apa-apa, Brie?" Tanya Lili dengan nada cemas."Aku tidak apa-apa." Jawab Brianna dengan senyum pahit."Aku hanya bingung, jelas-jelas aku sudah menyimpan file itu, tapi kenapa bisa hilang?" "Mungkin komputernya error atau ada virus, aku juga tidak mengerti." Jawab Lili sambil menggaruk kepalanya."Baiklah, aku tidak akan ngobrol lagi denganmu, aku harus mengerjakan laporan ini." Brianna mulai mengerjakan kembali laporannya dengan konsentrasi. Mata Brianna terasa perih karena menatap layar komputer terus menerus, sampai akhirnya dia berhasil menyelesaikan laporannya sebelum jam bekerja berakhir.Setelah menyerahkan laporannya, Brianna segera membereskan
"Nyonya, kenapa kamu tidak pulang semalam?" Tanya Sylvia dengan nada khawatir."Maaf, bibi Sylvia, semalam aku pergi bersama temanku. Jarang aku ada kesempatan bertemu dengannya, jadi aku menginap dirumahnya. Aku pulang untuk ganti pakaian sebentar." Brianna menjelaskan sambil menuangkan susu."Tadi malam Tuan Steven kelihatan khawatir karena kamu tidak pulang." "Steven pulang? Dimana dia sekarang?" Tanya Brianna terkejut. Brianna pikir Steven tidak pulang semalam. Wanita itu mendengarkan Sylvia sambil meminum susunya."Iya, semalam Tuan pulang dan mencarimu, tapi kamu tidak ada. Tadi pagi-pagi sekali dia sudah menghabiskan waktunya di ruang fitnes, dan baru saja selesai. Sekarang mungkin dia sedang mandi di kamar." Saat mendengarkan Sylvia, Brianna merasa mual dan perutnya bergejolak. "Bibi Sylvia, apa susunya sudah basi?" Tanya Brianna sambil menutup mulutnya."Tidak Nyonya. Susunya baru saya beli kemarin, tanggal kadaluarsanya masih lama. Baru pagi ini saya buka dan masih terse
"Wow... Sarapanmu mewah sekali, Brie..."Lili dan beberapa rekan kerja Brianna datang bersama dan melihat kemasan makanan yang sedang dimakan Brianna. "Apanya yang mewah? Ini hanya bubur." Brianna membalas dengan nada bingung."Ya memang hanya bubur, tapi bubur ini dari Golden Lux, harga semangkuknya saja ratusan ribu, setara dengan uang makanku beberapa hari!""Wah... Memang anak magang sekarang lebih berkelas daripada kita-kita ini.""Memangnya anak magang tidak boleh ya beli makanan mahal?" Tiba-tiba Arron muncul dari belakang dengan menenteng tas ransel hitam di bahunya.Lili yang melihat Arron datang jadi cemburu karena pria itu bersuara untuk Brianna. Tapi dengan cepat dia menimpali kata-kata Arron."Ya, memangnya salah kalau Brianna makan makanan mahal? Toh dia tidak minta uang kepada kalian.. Bilang saja kalian iri padanya." Lili berkata sambil berkacak pinggang.Nafsu makan Brianna hilang seketika. Perutnya terasa mual mendengar pembicaraan mereka. Dia menyudahi makannya dan
"Apa? Lalu bagaimana keadaannya sekarang?" "Sebaiknya Anda ke rumah sakit terlebih dahulu dan berbicara langsung dengan dokter."Lutut Brianna terasa lemas dan kepalanya berdengung setelah menerima telepon dari tempat Samantha dirawat. Brianna menopang badannya pada tembok agar tidak jatuh."Baik, saya akan segera kesana." Brianna memutuskan teleponnya dan segera masuk kembali ke dalam ruangan rapat. Dia berjalan dengan langkah cepat langsung mendekati Steven. Wajahnya pucat pasi dan matanya berkaca-kaca, dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh."Maaf Tuan Pierce, aku harus pergi." Kata Brianna dengan suara serak dan gemetar.Steven dapat melihat tangannya memegang ponselnya dengan gemetar. Ingin rasanya dia memeluknya dan memberikan ketenangan pada wanita dihadapannya itu.Semua orang yang ada diruangan itu terkejut melihat Brianna yang menghampiri langsung Presiden Pierce. Betapa beraninya Brianna berbicara langsung menatap mata Steven. Mereka menahan napas, mengantisipa
Kelopak mata Brianna terasa berat, dan wanita itu jatuh kedalam tidur yang nyenyak hanya dalam beberapa menit. Setelah melihat Brianna tidur, Steven melepaskan jasnya dan menyampirkannya di sofa, lalu melonggarkan simpul dasi di lehernya.Dia keluar menemui James dan memberikan beberapa instruksi pada asistennya itu. James menganggukkan kepala dan pergi. Saat kembali lagi, James membawa kantong berisikan makanan. Lalu pria itu pergi lagi dan meninggalkan Steven di rumah sakit.Tidak lama kemudian, Samantha mulai siuman dan membuka matanya dengan lemah. Steven yang sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya merasakan Samantha sudah sadar dan menghampiri Samantha."Kamu sudah sadar, Bu? Bagaimana perasaanmu sekarang?" Tanya Steven pelan.Samantha tidak memberi jawaban, melainkan dia menatap Steven dengan bingung."Kamu siapa anak muda? Kenapa kamu disini? Dimana anakku?" Tanya Samantha dengan suara lemah.Steven terdiam sejenak karena mendengar pertanyaan Samantha. Lalu dengan sabar dia me
'Apa kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi?' Saat Brianna dan Samantha sedang mengobrol, ponsel Brianna yang ada di meja kerja Steven berkelip. Steven dapat melihat itu adalah pesan masuk dari Arron! Mata Steven memicing tajam saat melihat pesan itu. Dia sengaja mendiamkannya dan tidak memberitahu Brianna. "Halo Nyonya Samantha... Bagaimana kabarmu siang ini?" Perawat masuk dan membawakan makan untuk Samantha. Samantha tidak bisa makan sembarang makanan, dan makanannya pun harus dihaluskan."Kabar baik Suster Carry." Jawab Samantha dengan senyuman.Perawat itu menyiapkan meja makan untuk Samantha sebelum dihentikan oleh Brianna."Biar aku yang menyuapinya, Suster." Brianna berkata dengan sopan."Baiklah. Ah, siapa pemuda tampan ini?" Tanya Suster paruh baya itu saat melihat Steven."Dia adalah menantuku. Dia sangat tampan kan?" Samantha tersenyum berseri-seri sambil membangga-banggakan Steven. Brianna tersipu malu saat ibunya membicarakan Steven dengan bersemangat."Anda pasti sen
"Brie, bisakah kamu membantuku fotokopi dokumen ini? Aku harus menyerahkannya pada Tuan Pierce segera." Antony Collin berkata pada Brianna saat melihat wanita itu keluar dari ruangan asisten manajer.Jantung Brianna berdegup kencang saat mendengar nama Steven disebutkan. Brianna menerima dokumen itu dari tangan Antony dan mendekapnya di dada."Baik Tuan Collin."Brianna berjalan ke ruangan fotokopi yang letaknya bersebelahan dengan ruang pantry. Kebetulan Arron sedang membuat kopi di sana melihat Brianna lewat."Brianna." Panggil Arron.Bibir Arron membentuk senyum lebar saat melihat Brianna. Pria itu kemudian menghampirinya ke tempat mesin fotokopi."Hai Arron.. Membuat kopi?" Tanya Brianna sambil meletakkan dokumen diatas meja."Ya. Aku harus merevisi desain dan begadang semalaman.""Brianna, kamu terlihat pucat... Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Arron lagi saat melihat warna wajah Brianna yang pucat."Aku hanya kurang tidur.""Aku mengirimimu pesan, tapi kau tidak membalas, aku san
Brianna dengan susah payah mencerna pertanyaan dokter Anastasia. Dia berusaha mengingat kapan terakhir kali dia datang bulan. Anastasia memberinya tatapan penuh tanda tanya."Tidak, aku belum menikah dokter." Jawab Brianna gugup."Aku memang mempunyai sakit lambung akut."Anastasia memberi Brianna senyuman kecil dan tidak mendesak Brianna dengan pertanyaan lainnya. Dia memberi Brianna sebotol air mineral dan sebutir obat. "Minumlah, ini vitamin penambah darah." Brianna mengambil vitamin dan minuman dari tangan Anastasia. Dia ragu-ragu sejenak sebelum memasukkan vitamin itu kedalam mulutnya, dan meneguk air untuk mendorongnya masuk kedalam kerongkongannya."Apa aku boleh pulang sekarang?" Tanya Brianna setelah meminum vitaminnya."Boleh. Kamu mau aku panggilkan temanmu untuk mengantarkanmu?""Tidak perlu, aku bisa naik taksi."Beruntung tadi Arron sudah membawakan tasnya, jadi Brianna tidak perlu kembali ke ruangan. Dia langsung mengambil tasnya dan berjalan menuju pintu keluar klini