'Apa kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi?' Saat Brianna dan Samantha sedang mengobrol, ponsel Brianna yang ada di meja kerja Steven berkelip. Steven dapat melihat itu adalah pesan masuk dari Arron! Mata Steven memicing tajam saat melihat pesan itu. Dia sengaja mendiamkannya dan tidak memberitahu Brianna. "Halo Nyonya Samantha... Bagaimana kabarmu siang ini?" Perawat masuk dan membawakan makan untuk Samantha. Samantha tidak bisa makan sembarang makanan, dan makanannya pun harus dihaluskan."Kabar baik Suster Carry." Jawab Samantha dengan senyuman.Perawat itu menyiapkan meja makan untuk Samantha sebelum dihentikan oleh Brianna."Biar aku yang menyuapinya, Suster." Brianna berkata dengan sopan."Baiklah. Ah, siapa pemuda tampan ini?" Tanya Suster paruh baya itu saat melihat Steven."Dia adalah menantuku. Dia sangat tampan kan?" Samantha tersenyum berseri-seri sambil membangga-banggakan Steven. Brianna tersipu malu saat ibunya membicarakan Steven dengan bersemangat."Anda pasti sen
"Brie, bisakah kamu membantuku fotokopi dokumen ini? Aku harus menyerahkannya pada Tuan Pierce segera." Antony Collin berkata pada Brianna saat melihat wanita itu keluar dari ruangan asisten manajer.Jantung Brianna berdegup kencang saat mendengar nama Steven disebutkan. Brianna menerima dokumen itu dari tangan Antony dan mendekapnya di dada."Baik Tuan Collin."Brianna berjalan ke ruangan fotokopi yang letaknya bersebelahan dengan ruang pantry. Kebetulan Arron sedang membuat kopi di sana melihat Brianna lewat."Brianna." Panggil Arron.Bibir Arron membentuk senyum lebar saat melihat Brianna. Pria itu kemudian menghampirinya ke tempat mesin fotokopi."Hai Arron.. Membuat kopi?" Tanya Brianna sambil meletakkan dokumen diatas meja."Ya. Aku harus merevisi desain dan begadang semalaman.""Brianna, kamu terlihat pucat... Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Arron lagi saat melihat warna wajah Brianna yang pucat."Aku hanya kurang tidur.""Aku mengirimimu pesan, tapi kau tidak membalas, aku san
Brianna dengan susah payah mencerna pertanyaan dokter Anastasia. Dia berusaha mengingat kapan terakhir kali dia datang bulan. Anastasia memberinya tatapan penuh tanda tanya."Tidak, aku belum menikah dokter." Jawab Brianna gugup."Aku memang mempunyai sakit lambung akut."Anastasia memberi Brianna senyuman kecil dan tidak mendesak Brianna dengan pertanyaan lainnya. Dia memberi Brianna sebotol air mineral dan sebutir obat. "Minumlah, ini vitamin penambah darah." Brianna mengambil vitamin dan minuman dari tangan Anastasia. Dia ragu-ragu sejenak sebelum memasukkan vitamin itu kedalam mulutnya, dan meneguk air untuk mendorongnya masuk kedalam kerongkongannya."Apa aku boleh pulang sekarang?" Tanya Brianna setelah meminum vitaminnya."Boleh. Kamu mau aku panggilkan temanmu untuk mengantarkanmu?""Tidak perlu, aku bisa naik taksi."Beruntung tadi Arron sudah membawakan tasnya, jadi Brianna tidak perlu kembali ke ruangan. Dia langsung mengambil tasnya dan berjalan menuju pintu keluar klini
"Temani aku, kumohon..." Brianna berkata dengan mata yang berkaca-kaca.Steven mendesah pelan sebelum melepaskan jasnya, kemudian melonggarkan dasi dan membuka kancing paling atas kemejanya. Lalu Steven mengambil tempat di sebelah Brianna, berbaring di sisi wanita itu.Brianna segera memeluk tubuh Steven dan membenamkan wajahnya pada dada Steven. Steven merasakan bajunya menjadi panas. Dia menundukkan kepalanya dan melihat bajunya sedikit basah."Apa kamu menangis? Ada apa?" Tanyanya dengan lembut sambil mencoba melihat wajah Brianna."Tidak!" Brianna menolak melihat Steven, dan semakin mengeratkan pelukannya pada pria itu.Steven pun tidak memaksanya. Dia hanya berbaring dan mengusap rambut Brianna. Brianna pun merasa sedikit lebih santai dan nyaman berada di dekapan Steven."Steven... Bagaimana jika..." kata-kata Brianna tercekat di tenggorokannya."Hmm?" 'Bagaimana jika aku mencintaimu? Bagaimana jika aku mengandung anakmu?' Hati Brianna dipenuhi dengan pertanyaan yang tak dapat d
"Kamu membuatku kaget!" Sontak Brianna menolehkan kepalanya dan melihat Steven sedang berjalan menghampirinya. Brianna memegangi dadanya yang berdebar karena kaget."Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Steven mengulangi pertanyaannya lagi.Brianna menyunggingkan senyuman tipis. Wajahnya sudah tidak pucat seperti tadi pagi lagi. Brianna memalingkan pandangannya dari Steven yang menawan, dan mendongakkan kepala melihat bintang yang bersinar terang malam itu."Aku bosan di dalam kamar, jadi aku jalan-jalan sekalian menurunkan makan malamku tadi."Steven berjalan ke samping Brianna, dan ikut duduk di ayunan panjang yang sedang di duduki Brianna. Steven mengambil alat tes kehamilan dari saku celananya dan menunjukkannya pada Brianna."Apa kamu sedih karena ini?" Tanya Steven pelan.Brianna terperangah melihat alat tes kehamilan yang dipegang Steven. 'Mengapa dia bisa menemukannya?' Brianna terdiam cukup lama sebelum menemukan suaranya kembali."Aku...." Brianna menggigiti bagian dalam b
"Aku benar-benar tidak ada hubungan seperti yang kalian pikir dengannya. Dia itu... dia itu teman dari temanku." Brianna susah payah mencari jawaban.Mata Arron menyorotkan sedikit rasa kecewa saat mendengar jawaban Brianna, namun dengan cepat sorot itu hilang dengan senyuman."Sudah, ayo dimakan makananmu.""Brie, kamu mau ikut kami ke mal tidak? Kami mau mencari gaun untuk pesta tahunan nanti." Lili bertanya dengan suara manja.Brianna menimbang sejenak sebelum memberikan jawabannya."Baiklah.""Arron, kamu mau ikut?" Lili melontarkan pertanyaannya pada pria yang disukainya itu."Tidak, terima kasih. Kalian para wanita berbelanja, aku hanya akan jadi pembawa kantong belanjaan kalian." Tolak Arron sambil tertawa, kemudian diikuti para wanita.Sore harinya sepulang kerja mereka berempat, Lili, Jenifer, Elizabeth, dan juga Brianna, pergi ke mal yang letaknya tidak jauh dari gedung kantor tempat mereka bekerja. Mereka berjalan kaki ke pusat perbelajaan kelas atas."Hei, seharusnya kita
Mobil Steven berhenti saat lampu merah menyala. Steven menangkup wajah Brianna dan menanamkan ciuman di bibir wanita itu. Mata Brianna membesar seketika karena terkejut dengan aksi Steven, sebelum dia memejamkan mata, ikut terbuai dalam ciuman menggoda pria itu.Steven memegang belakang leher Brianna dan memperdalam ciuman mereka. Suasana di dalam mobil menjadi panas dan bergairah, membuat mereka lupa kalau mereka sedang berada di tengah jalan!'Beep... Beep...!!!'Brianna tersentak dengan bunyi klakson dari mobil di belakang mereka. Wanita itu membuka matanya dan mendorong pelan Steven, mengakhiri ciuman mereka. Pipi Brianna terasa panas saat dia mengingat mereka berciuman di dalam mobil. Steven melenguhkan nafas dan menggenggam setirnya kembali, dan segera menjalankan mobilnya.Steven membawa Brianna ke The Luxury Hotel dan memesan ruangan VIP seperti biasanya. Restoran berbintang lima seperti ini biasanya tidak memiliki sup pedas di dalam menu mereka, tapi begitu Steven membuka mul
Di sebuah restoran berbintang, Steven sedang duduk makan siang bersama Selena. Steven memakan makanannya dengan tenang dan elegan. Selena yang duduk berseberangan dengannya berusaha memulai perbincangan. Selena mengangkat gelas anggurnya dan mengangkatnya."Mari bersulang, Sayang..."Steven mengangkat gelasnya, tapi bukan gelas yang berisi anggur. Dia mengangkat gelas berisi air minum dan menjentikkannya pada gelas Selena sebelum meminumnya."Kenapa kamu tidak meminum anggurnya?" Tanya Selena setelah menyesap anggurnya."Aku masih harus kembali bekerja. Aku tidak pernah minum saat bekerja, Selena, kau tahu itu." Jawab Steven santai."Baiklah... Sayang, aku dengar perusahaanmu akan mengadakan pesta tahunan besok?""Hmmm...""Apa aku boleh mendampingimu di pesta besok?""Kamu tidak ada acara?""Aku tidak ada jadwal besok.""Hmmm..." Steven bergumam pelan."Sayang... Kenapa aku merasa sepertinya kamu berubah?""Kenapa denganku?""Sepertinya kamu tidak senang makan siang denganku?" Tanya