“Pasti Mbak yang ngambil kalung aku, kan!” tuduh Salsabila-adik kedua Alex.
“Kalung? Mbak nggak ada ngambil apa-apa Bila,” bantah Aleana.
Perempuan keras kepala itu tentu saja tetap kekeh bahwa iparnya-Aleana yang mengambil kalungnya yang hilang, ia menggeledah kamar Aleana dan mengacak seisi kamar tanpa belas kasihan.
“Apa untungnya Mbak ngambil kalung kamu, sih! Kamu jangan seenaknya dong ngacak-ngacak kamar nanti mbak dimarahin Mas Alex!” Aleana mulai meradang.
“Heh kamu! Bisa diam? Mbak kan nggak pernah lagi dibeliin perhiasan sama Mas Alex, jadi bisa aja Mbak iri sama aku yang selalu dibeliin sama suami Mbak!” Tuduhan demi tuduhan terus dilontarkan Salsabila pada iparnya.
Salsabila terus saja melanjutkan penggeledahannya, alih-alih menemukan kalungnya yang hilang ia justru menemukan sekotak perhiasan Aleana yang tak sengaja ditemukan perempuan keras kepala itu di dalam lemari.
“Bil-Bil, Mbak minta tolong kembaliin itu mahar pernikahan Mbak Bila.” Aleana merengek meminta belas kasihan agar sekotak perhiasannya dikembalikan.
Senyum jahat muncul di wajah perempuan tanpa hati itu, ia membuka kotak perhiasan dan mengambil kalung yang ada di dalamnya, matanya kalap melihat kalung emas Aleana yang tampak lebih bagus daripada yang dimilikinya.
“Bagus juga, aku suka,” ucapnya, sembari menggantungkan kalung itu di lehernya.
“Tolong kembaliin itu punya Mbak! Kamu ke luar sekarang!” Aleana berusaha memaksa adik iparnya untuk ke luar dari kamar.
“Aku ambil ya! Sebagai ganti kalung aku yang hilang!” ujarnya tanpa rasa segan.
“Kamu jangan hilang akal gitu ya, itu punya mbak bukan punya kamu. Kembaliin Bila!” Aleana berusaha merebut kalungnya.
Pertikaian pun terjadi, aksi saling tarik menarik kalung pun berlangsung hal tersebut memunculkan keributan dalam rumah yang mengundang Kanjeng-mertua Aleana datang menghampiri mereka.
“STOP! Apa-apaan sih ini?” Kanjeng tampak geram melihat keributan yang terjadi dan kamar yang sudah seperti kandang karena dihancurkan oleh Salsabila si perempuan keras kepala.
Aleana sontak terkejut dan menghampiri mertuanya itu, “Ma, Lea minta tolong Ma. Bila ngambil kalung mahar pernikahanku sama Mas Alex.”
“Ka-kalung aku hilang Ma, Mbak Lea yang ngambil jadi aku ambil balik kalungnya sebagai ganti, jadi kan impas!” ucapnya tanpa rasa bersalah.
“Oh, lancang kamu ya Lea!” pekiknya, sembari melayangkan jari telunjuknya ke dahi Aleana.
“Ma, aku mohon Ma sekali ini aja tolong kembaliin kalung aku.” Aleana mencakupkan kedua tangannya di hadapan mertuanya untuk memohon membantunya membujuk Salsabila mengembalikan kalung itu.
“Kasi aja! Lagian kamu siapa suruh ngambil kalung anak saya, kamu sih cari gara-gara!” Kanjeng tak menghiraukan Aleana yang sudah memohon-mohon di hadapannya. “Mending sekarang kamu turun terus masak! Makanan di dapur udah habis,” titahnya.
Aleana tak berdaya, wanita itu hanya bisa pasrah dan menuruti kemauan mertuanya. Ia lekas melangkahkan kakinya dan menyeka air matanya. Aleana menahan semua rasa sakit hatinya walaupun ia sendiri sebenarnya sudah muak dengan perlakuan adik iparnya.
“Ada makanan nggak?” tanya seorang pria, yang tiba-tiba sudah ada di belakang Aleana.
Aleana terkejut, “Eh, Mas. Kapan datengnya?”
“Baru aja, ada makanan nggak?”
“Aku baru masak Mas, sebentar ya,” sahutnya lembut.
“Duh, gimana sih! Cepetan ya, aku udah laper,” titahnya.
“Iya, Mas.”
Si pria dingin itu lantas meninggalkan istrinya tanpa sepatah kata lagi, tak ada sambutan hangat ataupun ucapan sayang untuk menyemangati istrinya yang sudah lelah seharian mengurus pekerjaan rumah, seperti biasa Alex hanya bersikap acuh.
“LEAAA!” teriak Alex dari kamar.
Aleana terkejut, sontak ia langsung meletakkan panci yang sedang dicucinya dan segera menghampiri suaminya itu.
“I-iya Mas. Kenapa?”
“Kamu ya! Dasar istri nggak becus, kamu masih nanya kenapa? KAMU BUTA YA!” pekiknya.
Aleana hanya bisa menelan udara kosong menghadapi amarah suaminya.
“Ini kamar kamu apain, hah!”
“Ma-maaf Mas, ta-tadi Bila bongkar kamar kita mau nyari kalungnya yang hilang,” ucapnya sambil tertunduk.
“Kamu punya otak kan! Bisa nggak sih kamu beresin dulu!”
“Aku tadi mau beresin Mas cuma langsung disuruh masak sama Mama,” ujarnya polos.
“Alasan kamu! Pakek bawa-bawa Mama lagi! Kamu di rumah kerjaannya ngapain aja sih? Suami pulang makanan nggak ada, kamar berantakan, heh!”
“Aku kan ngurus rumah sendirian Mas, semua aku yang ngerjain, aku kelabakan Mas, maaf.”
Alex yang sudah lelah sedari pulang bekerja hanya bisa memijit keningnya melihat kamarnya yang berantakan.
“Ya sudah kamu lanjut masak sana! Aku beresin dikit, habis masak kamu lanjutin beresin.”
“Iya Mas.” Lagi dan lagi Aleana hanya bisa pasrah menghadapi perlakuan yang seperti ini.
Wanita itu kembali memasak.
“Mama, Putri pulang.” Anak perempuan yang memiliki paras manis itu langsung berlari ke arah Aleana dan memeluknya.
“Eh, anak Mama udah pulang. Langsung prepare buat makan ya Nak, ini udah mau siap.”
“Siap, Ma.”
Aleana segera menghidangkan makanan di meja makan setelah itu ia langsung pergi ke kamar untuk membereskan kekacauan yang terjadi. Semua orang sudah berada di meja makan untuk menyantap makanan yang dihidangkan Aleana, tapi tak satu pun yang memanggil wanita itu untuk segera bergabung di meja makan.
“Mama mana, Pa?”
“Kamu kalau lagi makan jangan banyak bicara.”
“Tapi Pa, Mama nggak ikut makan sama kita?”
“Putri jangan ganggu Papanya lagi makan, malah ditanya-tanya,” tegur Kanjeng pada Putri.
“Maaf Oma.”
Putri segera menghabiskan makanannya yang ada di piring setelah itu ia mencari ibunya.
“Mama, kenapa Mama masih di sini?”
“Putri, udah selesai makan Nak?”
“Mama nanyain aku udah selesai makan apa belum, emang Mama sendiri udah makan?” tanya Putri khawatir.
Aleana melempar senyum pada Putri, “Mama lagi beresin ini, nanti pasti Mama makan, kok.”
“Emang Mama nggak laper? Mama pasti capek seharian ngurus rumah,” ucapnya sembari tangannya mengumpulkan bantal-bantal yang berserakan.
“Sebentar aja kok ini, lagian ini udah tugas Mama jadi nggak mungkin Mama tinggalin, kasian Papa nanti istirahat kamarnya berantakan malah nggak nyaman istirahatnya.”
“Kenapa sih Mama selalu perhatiin Papa? Kan Papa nggak pernah peduli sama Mama, tadi aja Mama nggak ikut makan semuanya nggak ada yang peduli Mama lagi kelaperan atau nggak!” ucapnya kesal.
“Eh, nggak boleh gitu ngomongnya. Papa kan suami Mama jadi wajib buat Mama perhatiin, kamu lain kali hati-hati ngomongnya ya sayang, takut Papa denger nanti Papa sakit hati, lo.”
“Mama mau sampai kapan kayak gini? Kan emang kenyataannya begitu. Papa nggak pernah perhatian sama Mama, Putri juga heran dan bahkan sampai lupa kapan terakhir kali lihat Mama sama Papa akur, kerjaannya berantem mulu.”
Aleana memegang tangan anaknya, “Sayang, Mama nggak papa, kok. Terima kasih ya udah peduli sama Mama.”
“Hah, kalau Mama kewajiban sebagai seorang istri memerhatikan suami terus Papa nggak pernah peduli sama Mama, kewajiban Papa sebagai suami Mama apa dong?”
Bersambung …
“Hah, kalau Mama kewajiban sebagai seorang istri memerhatikan suami terus Papa nggak pernah peduli sama Mama, kewajiban Papa sebagai suami Mama apa dong?”Aleana tertegun mendengar protes anaknya terhadap kelakuan Alex-suaminya, ucapan gadis itu begitu dewasa jika dibandingkan dengan usianya yang baru berusia lima belas tahun.“Sutss, Putri sayang. Mama sama Papa baik-baik aja, apa yang Putri lihat belum tentu seperti apa yang kamu pikirkan Nak, lagi pula dia kan Papa kamu jadi Putri harus menghormati Papa dengan cara jangan membicarakan hal yang buruk tentang Papa ya Nak.” Aleana berusaha menasehati anaknya yang mulai berpikir macam-macam.“Maaf Ma, Putri cuma nggak mau Mama dianggap kayak orang lain aja di rumah ini. Hmm, sisanya biar Putri yang beresin ya Ma, Mama mending makan dulu.”“Eh, nggak usah. Putri istirahat aja kan kamu capek Nak habis les.”“Mama juga lebih capek dari Putri, makan ya Ma!” Putri mendorong ibunya ke luar kamar niat untuk memaksa Aleana segera makan.“Iya-i
Putri menatap Alex dengan penuh emosi, “Apa? Kenapa? Papa mau tampar aku! Tampar aja! Tampar Pa aku nggak takut!” Tangan Alex tertahan di udara, tatapannya tajam penuh amarah melihat anaknya sendiri berani melawan dirinya, sekejap ia terdiam perlahan ia menurunkan tangannya lantas ia balik mencekal lengan Putri dan menarik gadis itu menuju kamar.“Mas! Kamu mau apakan anak aku!” Aleana berlari mengejar Putri.“Lepasin Pa! Sakit!”“Masuk kamu! Masuk!” Mengunci pintu kamar Putri.“Papa buka!” teriak gadis itu dari dalam kamar.“Mas! Apa-apaan kamu!”“Besok nggak ada les-lesan atau pun sekolah, kamu Papa tahan di kamar sampai kamu sadar dengan kesalahan kamu!”“Mas! Sadar itu anak kamu bukan hewan yang harus dikurung kayak gini.” Aleana tak tega melihat anaknya diperlakukan seperti itu.“Nggak ada yang boleh buka kamar ini kecuali ngasi dia makan! Kamar ini aku awasin di cctv kalau sampai ada yang berani bukain awas aja!” ancam pria kejam itu. Aleana tak bisa berb
“Udah ngebentak anak aku! Malah doain anak aku ke pleset lagi! DENDAM KAMU SAMA AKU?”“Astaga Mbak, mana ada aku doain anak-anak yang jelek-jelek.”“Hah, udah-udah sana! Ganggu banget.” Sikap Zaskia tentu saja tidak akan jauh-jauh dari perilaku Alex-kakaknya dan Salsabila-adiknya, wanita 36 tahun yang khas dengan rambut ikal hitamnya itu tidak pernah bersikap baik sedikit pun pada Aleana. Sifat Zaskia yang pemalas terkadang membuat Aleana sering mendapatkan pekerjaan tambahan, pasalnya wanita yang sudah berumah tangga itu sering kali membawa pakaian kotor ke rumah Alex hanya untuk menyuruh Aleana membersihkan pakaiannya. Pemandangan seperti ini sudah sering terjadi dan keluarga Alex sudah menganggapnya sebagai hal yang lumrah terjadi.“Azka, ayo udah mainnya!” Zaskia asyik berlenggak-lenggok, kakinya yang jenjang itu tak sadar sedang menyusuri lantai yang baru saja dipel oleh Aleana.GUBRAK! Zaskia terpeleset, kakinya yang putih mendapat memar memerah karena te
Dengan tatapan polosnya Aleana memandang Alex, “Aku jadi ikut ya, Mas?”“Dih! Kepedean banget kamu, siapa juga yang mau ngajak kamu dekil kek gini. Aku cuma mau ngasi kunci rumah, nih.” Menyodorkan kunci rumah.“Kenapa sekarang Mas berubah sih? Karena aku udah nggak cantik kayak dulu lagi ya, Mas?” tanyanya penuh kesesakan.“Anak-anak sama yang lain udah pada nungguin, aku males drama-drama lagi! Jaga rumah ya!” sahutnya, mengabaikan pertanyaan Aleana. Dalam sekejap mobil Alex hilang dari pandangan. Sementara itu, dada Aleana masih terasa sesak karena komentar pedas Alex terhadap penampilannya. Wanita itu tampak cantik dengan dress bermotif bunga dan rambut hitam panjang yang digerai, entah apa yang salah dari mata Alex sehingga pria arogan itu menghina istrinya sendiri.*“Mas, aku mau nanya!” tanya Aleana, yang tengah berbaring di ranjang memerhatikan suaminya yang asyik memainkan gawainya.Alex tetap abai dan tak memerhatikan Aleana sedikit pun, wanita itu mulai meradan
“TEGA KAMU MAS! Kamu akan membayar semua atas perbuatanmu ini!”“Apa kamu bilang? Berani kamu ngancem aku? Heh, ingat ya kamu tanpa aku tidak ada apa-apanya! Emang kamu nggak inget dulu kamu itu cuma sebatang kara, kalau aku nggak nikahin kamu mungkin sekarang kamu jadi gelandangan nggak jelas.”“Jaga mulut kamu ya!”“Udahlah Lea! Bisa apa sih kamu? Nggak usah sok-sokan punya nyali besar gitu! Kamu tuh nggak ada apa-apanya dibandingkan aku,” cecarnya. Dengan tatapan sombongnya Alex terus saja merendahkan Aleana, seakan-akan dirinya punya kuasa penuh terhadap diri istrinya.“Dan ingat satu lagi, kamu nggak punya hak untuk ngatur-ngatur aku mau berhubungan sama siapa aja itu terserah aku!” tegasnya. Alex kembali ke ranjang hendak ingin melanjutkan tidurnya, namun Aleana memegang lengan Alex, menariknya dari ranjang hingga pria itu terbangun.“Malam ini aku nggak mau tidur sama kamu! Ke luar!” Aleana sangat marah.Alex yang juga tengah emosi dan tampak muak, tanpa
“Cih, terus sekarang kamu mau apa hah? Kamu mau cerai atau mau lapor keluarga aku? Ingat ya, masih ada Putri yang bakalan sedih kalau kamu ngelakuin itu. Kamu emangnya mau ngerusak kebahagiaan anak kesayangan kamu dengan merusak keluarga utuhnya nanti?” Rahang Aleana mengerat dan matanya memerah, ia membalikkan badan lantas pergi begitu saja dari kamar itu. “Mama, kok Mama lama sih? Habis dari mana?” “Kan Mama udah bilang Mama tadi belanja sayang,” sahutnya datar. “Mama baik-baik aja kan?” Putri merasakan ada hal yang janggal. “Ya, Mama baik-baik aja.” Sepanjang perjalanan Aleana terdiam dan tidak memulai percakapan dengan Putri seperti biasanya. Dada wanita itu masih sesak setelah kejadian tadi, betapa hancurnya hati seorang istri harus menyaksikan suaminya tidur dengan wanita lain dan ia tidak bisa berbuat apa-apa setelahnya. “Oma, Putri pulang.” “Eh, sayangnya Oma sudah pulang. Habis ini langsung makan ya!” “Iya, Oma.” “Alex, tumben pulangnya bareng
“Jadi itu artinya proposal aku untuk bersenang-senang dengan wanita lain kamu acc, iya kan sayang?” “Sebenarnya tujuan kamu nikahin aku apa si Mas? Apa sih yang salah dengan otak kamu itu?” “Kamu masih aja nanya, Lea sayaaang. Alasan aku nikahin kamu itu karena belas kasihan! Ya siapa coba yang nggak iba ngelihat anak yatim piatu, sebatang kara aku kasihan lihat hidupmu yang menyedihkan jadi dari pada membiarkan kamu hidup luntang-lantung di jalan kan enaknya aku nikahin aja dapat pahala karena menyelamatkan anak yatim piatu, ya kan?” jelasnya, dengan penuh kesombongan. “Cu-man karena kasihan Mas?” tanyanya gemetar. “Ya terus apa lagi? Oh, aku tau kamu pasti pengen aku jawab karena aku cinta sama kamu kan? Maaf ya, aku orangnya jujur jadi nggak bisa bohongin kamu dengan kata-kata itu.” Ia tersenyum lebar penuh dengan rasa percaya diri. “Makasi Mas, setidaknya sekarang aku tau alasan kenapa kamu kayak gini ke aku. Bahkan semua yang telah aku lakuin ke kamu udah nggak ada artinya di
“Stsss, aku bilang jangan keras-keras nanti didenger sama anak kamu! Sini sayang, kamu mau tahu jawaban apa yang suami kamu berikan atas pertanyaan polos anak kesayangan kamu itu?” Tubuh Aleana bergeming, ia pasrah karena tak bisa melawan Alex. “Aku jawab ke Putri gini, Papa sama Mama adalah orang tua yang harmonis jadi mana mungkin kita bakalan ngebiarin kamu seperti Khanya temanmu itu. Haha, gimana jawaban aku bagus kan sayang?” Alex kali ini benar-benar keterlaluan, pria berengsek itu berani memainkan perasaan anaknya sendiri. “Keterlaluan kamu Mas! Itu anak kamu, tega kamu mainin perasaannya Putri?” Aleana sangat geram. “Akan lebih menyakitkan lagi kalau aku ngomong yang sebenarnya! Aku ini baik jadi aku mau bantu kamu buat nyenengin anak kita, emang salahnya di mana?” “Kamu pikir ini lelucon Mas? Ini masalah mental Putri! Papa macam apa kamu!” “Udahlah Lea! Kamu nikmatin aja sandiwara ini, lagian nggak ada ruginya kan? Bayangin kalau kamu memilih ninggalin aku pa