Part 82Takdir mempertemukannya dengan orang yang sangat baik. Tiga bulan kemudian atau tepatnya enam bulan setelah pergi, ia bisa mengirimkan uang sejumlah dia kali lipat dari yang Riko keluarkan saat menolongnya dulu. Namun, Aisya alias Dania juga tidak mau diperbodoh oleh Mirna. Ia mengirimkan sepucuk surat untuk Riko agar tidak dianggap tak tahu diri.Mas, apa kabar? Semoga kamu baik-baik saja ya? Aku sudah menemukan majikan yang sangat baik sekarang. Ibu apa kabar? Semoga baik juga ya? Aku sudah kirim uang dua kali lipat, Mas. Aku kirim ke nomer rekening Mbak Mirna karena dia meminta itu saat aku akan pergi dari rumahmu. Nanti diminta ya, Mas? Ini aku kirimkan bukti transfer. Kalau tidak bisa mengartikan, boleh tanya sama siapapun yang bisa bahasa ini. Aku yakin di desamu banyak yang tahu. Atau barangkali Mbak Mirna tahu bahasa ini. Ingat ya, Mas. Diminta. Dan sampaikan sama Mbak Mirna, tolong anggap lunas budi baik yang pernah Mas dan Ibu berikan sama aku. Aku tidak mau terus hi
vPart 82Han seperti orang gila yang hilang akal saat kehilangan Aira di pondok pesantren. Ia rela meninggalkan pekerjaannya demi mencari Aira. Rela menempuh jarak yang jauh agar bisa bertemu dengan gadis kecil pujaan hatinya itu. Ia berkunjung ke rumah Aira dengan membawa banyak sekali makanan. Merasa sangat senang karena di rumah Aira nanti tidak ada Aini yang usil.Senyum merekah saat melihat rumah yang dituju telah berada di depan mata. Dengan langkah mantap bak seorang pangeran yang akan melamar seorang putri raja, Han berjalan menuju pintu yang saat itu terbuka. Mengucap salam berkali-kali sampai Nusri keluar dan tersenyum ramah padanya.“Waalaikumsalam, cari siapa ya, Pak?” tanya Nusri sopan.Han terlihat kesal karena dipanggil Pak oleh Nusri. Namun, demi agar bisa bertemu dengan Aira, ia mencoba menyembunyikan rasa kesal itu. “Maaf, Bu, saya orang tua temannya Aira di pondok. Saya ingin mengunjungi Aira,” jawab Han dibuat sopan.“Walah, silakan masuk, Pak, mari, mari, silakan
Part 83Keesokan harinya, Han belum mau pulang. Ia malah mengajak Nusri ke pasar untuk memilih perabot rumah yang diinginkan. Nusri yang ditanya mau ke toko mana, langsung menunjukkan toko mebel terbesar yang ada di pasar. Han membiarkan sosok yang dianggapnya nenek itu memilih dan membeli barang yang diinginkan. Nusri kalap, memilih banyak sekali perabotan mulai dari kursi, lemari tiga buah kasur dan juga lemari dapur. Han memang sudah memerintahnya untuk membeli kasur yang bagus untuk setiap kamar di rumah itu sehingga ia membeli sejumlah kamar yang ada di rumahnya. Saat sudah puas, ia menemui Han yang berdiri di depan toko. Ia mengamati ponsel yang banyak sekali pesan.Ines: Kamu dimana? Aku takut sekali.Ines: Cepat pulang! Aku sangat takut. Aku bertemu dengan orang aneh sekali. Aku membencinya. Dia mirip sekali dengan babu sialan itu.Sely: Om, aku kangen. Aku pengin tidur bareng. Aku sudah beli lingerie yang sangat cantik. Kamu pasti senang.Sely: Om, aku takut sendirian. Datan
Part 84Kamar Ines sudah dalam keadaan berantakan karena seharian ini ia terus mengamuk dan melempar semua barang. Bahkan ada beberapa yang berbahan kaca yang pecah berkeping-keping. Kevin bingung karena Ines mengunci pintu dari kamar.Cika yang mendengar kakaknya berteriak, keluar dari kamar dan iku berdiri termenung di depan pintu. Ia dan Kevin tidak pernah bertegur sapa sehingga mereka canggung menghadapi situasi itu. “Telepon Ayah,” celetuknya memberi saran.Kevin bergeming menatap adik satu ayahnya itu dengan perasaan bimbang. Rasa gengsi mendominasi untuk tidak melakukan apa yang Cika sarankan.“Itu kalau kamu pengin Mama berhenti. Gak ada yang bisa menenangkan Mama selain Ayah,” kata Cika lagi.Kevin mengacak rambutnya bingung. “Coba kamu yang telepon!” Untuk pertama kalinya ia berbicara normal pada Cika.Cika tertawa lirih. “Aku telpon? Aku siapa? Aku bukan siapa-siapa di rumah ini. Apa kamu yakin kalau aku yang telpon, Ayah akan mengangkatnya? Coba kamu saja yang telpon. Aku
Part 86 Cika memberikan sebuah plastik berisi rambutnya. “Tinggal rambut Ayah,” katanya. “Tapi aku tahu, kamu pasti bisa minta rambut Ayah. Aku yakin kamu punya hubungan yang spesial dengan Ayah. Tapi, biarkan saja, itu urusan kamu. Yang penting aku harap, kamu akan menjaga rahasia diantara kita,” ucapnya lagi sambil menyeruput es jeruk yang ada di hadapan. “Kamu sangat mengenal ayahmu dibandingkan ibumu ya?” tanya Dania. “Karena kemana-mana aku sama Ayah.” “Apakah dia sayang sama kamu sejak kecil?”“Biasa saja. Lebih sayang sama Kevin.” “Kalau hasil tes DNA menyatakan kamu bukan anak mereka atau bukan anak salah satu dari mereka, kamu mau apa?” tanya Dania penasaran. “Aku mau pergi jauh dari mereka.” “Kamu tidak ingin mencari orang tua kandung?” Dania terus mengorek informasi. “Kemana akan mencari? Aku tahu apa? Aku bisa apa?” Kata Cika putus asa. “Jika kamu bukan anak mereka dan tiba-tiba kamu bertemu dengan orang tua asli kamu, kamu mau apa?” “Tergantung. Aku harus tahu du
Part 87 Selepas mengajak Aira jajan, Maharani kembali ke posisi Iyan berada bersama dengan Nindi. Namun, wajah anak perempuan kesayangannya itu tidak ceria seperti saat bersama Iyan dulu. Maharani memperhatikan ekspresi Iyan yang sepertinya datar-datar saja. “Kita makan bersama ya?” ajaknya pada Iyan. “Aira mau makan? Kalau Aira mau makan kita makan, tetapi kalau Aira tidak mau makan, ya aku mau langsung pulang ke rumah saja,” jawab Iyan sambil melihat anaknya yang membawa banyak sekali jajan. “Aira mau makan?” tanya Maharani. “Iya, aku lapar,” jawab Aira sambil memegang perutnya dan tertawa. Iyan tersenyum lebar pada Aira dan mengusap pucuk kepalanya berkali-kali. Maharani melirik Nindi yang melihat kehangatan ayah dan anak itu. “Papa, aku juga mau makan,” teriak Nindi girang. Iyan melihat Maharani dan wajah wanita itu kelihatan tengah mengamati gerak geriknya. Sadar sikapnya sedang diamati, Iyan menatap Nindi sambil tersenyum. “Ayo, makan bersama,” ucapnya sambil mengelus kepa
Part 88Han kesal karena Kevin terus menghubunginya untuk pulang. Maka ia sudah rencana akan pulang malam hari. Ia bangkit dari duduknya dan terpaksa meninggalkan panorama indah yang tengah dipandangnya. Ia juga berniat akan mengklarifikasi tentang dirinya dengan Eka agar perempuan itu tidak berharap apapun dari dia.Eka sendiri tengah kesal karena sampai sore hari, Hanif dan Nusri tak juga menampakkan batang hidungnya. “Kemana sih mereka kok gak pulang-pulang?” gerutunya sambil meletakkan sapu secara kasar di pojok ruangan.Han yang melihat Eka masih berada di rumah orang tuanya mengira kalau Eka memang punya niat untuk mendekatinya. Memastikan rumah dalam keadaan sepi, Han mendekat dan memanggilnya dengan tindakan yang kurang sopan. “Hey, kamu! Sini masuk! Aku mau bicara penting,” katanya sambil nyelonong masuk ke ruang balai.Eka sebenarnya juga tidak nyaman berada di rumah orang tuanya dengan lelaki asing, tetapi hendak pulang juga mengkhawatirkan rumah itu. serba dilema dan serba
Part 89 Tidak putus asa, Eka mencoba memberitahukan itu pada Hanif yang menyusul pulang setelah satu jam kemudian. “Jangan percaya, pak. Tadi itu, mas Han bilang pengen ajak Eka keluar, tapi Eka menolaknya. Makanya Mas Han agak kecewa,” kata Nusri yang muncul tiba-tiba. Hanif memilin jenggotnya yang tumbuh tipis di dagu. Tampak sedang berpikir apa yang sebenarnya terjadi dan siapakah yang benar diantara mereka. “Han itu baik kok. Kalau bukan orang baik, mana mungkin mau mengeluarkan uang banyak untuk membelikan ibu kamu perabotan? Orang jahat mana sih Eka yang mau berkorban banyak seperti Han?” Akhirnya ia berucap demikian. “Bapak, itu karena dia ada maunya,” teriak Eka kesal. “Kamu kalau tidak mau sama dia ya gak papa. Han itu orang kaya. Dia bisa cari yang lebih dari kamu. Asalkan jangan pernah menghasut kami,” kata Hanif lagi. “Iya, biarin saja kamu biar jadi janda tua. Anak kok sudah sekali dibilangin sih kamu, Eka. Harus bilangin kamu dengan cara apa lagi coba? Ya sudah, kal