"Ranti!" panggil Niko.Akan tetapi Ranti tak mendengar lagi suara Niko yang memanggilnya, sepeda motor yang ditumpanginya sudah melesat jauh.Ranti pulang bersama dengan Beni, karena sudah berjanji untuk pulang bersama.Membuat Niko pun merasa kesal, dia sudah berusaha untuk menyusul Ranti saat pekerjaannya selesai.Namun, ternyata tidak membuahkan hasil.Hingga kini Niko langsung menuju kediaman mertuanya, karena dia tahu pasti Ranti pulang ke rumah Bundanya."Niko, kamu sendiri? Ranti, di mana?" tanya Tias yang tidak melihat putrinya Ranti.Niko pun bingung dengan pertanyaan Tias, karena Ranti sudah pulang lebih awal."Apa, Ranti belum sampai di rumah, Bunda?" tanya Niko kembali."Belum, memangnya kalian tidak pulang bersama? Kalian kan, kerjanya bersama terus," kata Tias yang benar-benar bingung.Hingga tak lama berselang Ranti dan juga Beni pun tiba."Sampai jumpa besok," Ranti pun melambaikan tangan setelah turun dari sepeda motor milik Beni.Setelah itu Beni pun segera pergi, di
Kedua tangan Ranti yang menggantung mulai terkepal erat, dia tak dapat menahan rasa kesal terhadap lelaki menjengkelkannya di hadapannya itu."Kau itu, sangat menguji kesabaran ku! Sampai-sampai, Bunda, pun seperti itu!" omel Ranti.Sedangkan Niko memilih diam saja, sebab percuma juga berdebat dengan Ranti.Kemudian Ranti pun melihat handuk miliknya yang melingkar di pinggang Niko."Ini handukku!" Ranti pun menunjuk handuk tersebut dengan berapi-api, "ini handuk kesayangan ku! Kenapa kau lancang sekali memakainya?" Ingin sekali Ranti mencekik leher Niko karena berani memakai handuknya, ini sangat menjengkelkan.Selama ini tak pernah ada yang memakai handuk kesayangannya itu, selain dirinya. Karena, Ranti memang tak mengijinkan sama sekali.Tapi lihatlah pria itu, sungguh sangat tidak sopan."Aku hanya meminjamnya," jawab Niko dengan santainya.Tanpa amarah sama sekali, sampai saat ini pun tidak ingin berdebat juga dengan Ranti."Meminjam? Kau itu mencuri! Memakai tanpa ijin! Mana ada
"Kamu itu banyak bohongnya! Cepat pergi!""Aku serius. Dan, aku juga butuh istirahat," Niko pun segera masuk ke dalam selimut, dia tak ingin pergi dari sana.Karena ternyata menggoda Ranti cukup menyenangkan, lihat saja wanita itu dengan wajah kesalnya bisa membuat Niko terhibur.Apa lagi saat lelahnya dalam bekerja, tentunya dia butuh sedikit hiburan.Tapi Niko memang sedang butuh istirahat, karena dia cukup kelelahan.Belum lagi saat dirinya memutuskan untuk menerima perjodohan Widia saat itu, seketika malam-malam Niko terasa berat.Dia bahkan tak pernah bisa tidur dengan nyenyak, sedangkan diwaktu siang hari pun dia terus menyibukkan diri dengan bekerja.Hingga saat ini dirinya merasa sangat lelah, lelah hati, pikiran dan juga badan."Pergi! Kamu pulang sana, aku mau istirahat juga!"Ranti terus saja berusaha untuk mengusir Niko, tetapi sulit sekali. Karena, pria itu masih dengan kerasnya pendiriannya.Membuat Ranti pun bingung harus bagaimana, dia pun segera keluar dari kamarnya.
Ranti pun mengisi jarum suntik dengan obat, membuat Niko yang melihatnya pun bergidik ngerti.Niko memang seorang dokter, dia sudah biasa menggunakan jarum suntik untuk pasien-pasiennya, bahkan dia juga sudah terbiasa dengan benda tajam lainya.Mengingat dia juga sudah tak diragukan lagi dimeja operasi.Akan tetapi sebenarnya Niko sendiri takut di suntik.Begitu juga dengan saat ini, saat melihat Ranti berjalan ke arahnya dengan memegang jarum suntik sungguh membuatnya merasa ketakutan.Sejak kecil dia memang takut di suntik, tapi saat sudah besar malah berkeinginan menjadi dokter.Dia pikir dengan begitu maka dia tak akan takut di suntik lagi, namun kenyataannya sampai detik ini pun dia masih takut di suntik.Dan dia hanya mau menyuntik pasiennya saja, tidak untuk dirinya sendiri."Ranti, tolong jangan di suntik, aku sudah sembuh. Atau bagaimana kalau kau saja yang aku suntik, tapi pakai jarum suntik keramat," kata Niko berusaha untuk bernegosiasi dengan Ranti."Jarum suntik keramat?
"Kamu ngapain ke kamar, Bunda?""Mau tidur, soalnya di kamar, Ranti, ada, Dokter Niko."Ranti pun merebahkan diri di atas ranjang milik sang Bunda.Dia benar-benar butuh istirahat, sebenarnya tempat istirahat terbaik adalah kamarnya sendiri.Namun, mau bagaimana lagi. Karena di kamar itu ada Niko.Jadi pilihan tepatnya adalah istirahat di kamar Tias.Akan tetapi sepertinya Tias bingung dengan putrinya tersebut."Kok, di kamar, Bunda? Kamu, 'kan, punya kamar.""Kan, Ranti udah bilang. Di kamar, Ranti ada, Dokter Niko.""Terus kenapa?"Ranti merasa kesal dengan pertahanan Tias, padahal tak perlu lagi di jelaskan. Karena seharusnya Tias tentunya mengerti."Bunda, di kamar, Ranti, ada, Dokter Niko. Terus apa mungkin, Ranti juga tidur di sana?""Kenapa tidak?" "Dia laki-laki, Bunda," terang Ranti lagi."Bunda, tahu. Dan, Bunda juga nggak pernah bilang, kalau dia perempuan," jawab Tias."Ya, udah. Kalau begitu, ngapain, Bunda masih tanya."Tias pun segera menarik tangan Ranti, "Bangun, kel
Suara ponsel Ranti pun terdengar, membuatnya pun menghentikan aksinya yang tengah memukuli Niko.Kemudian dengan segera menjawab panggilan tersebut.Tapi, dia masih menatap Niko dengan begitu tajam. Rasa kesal pada pria yang berstatus sebagai suaminya itu belum juga bisa mereda dengan begitu mudahnya."Halo, Ben," jawab Ranti sambil meletakkan ponselnya pada telinganya."Aku jemput, nggak?" tanya Beni dari balik sambungan telepon, karena kemarin hari Ranti sendiri yang mengatakan agar Beni menjemputnya.Kemudian akan berangkat menuju rumah sakit bersama-sama."Tapi, aku nggak tahu apa, Dokter Niko, masuk kerja atau nggak. Aku tanya dulu, ya, nanti aku hubungi lagi," kata Ranti.Sebab dia tahu semalam Niko demam dan tidak tahu apakah pagi ini akan bekerja atau tidak.Lebih baik dia bertanya terlebih dahulu, sebelum belum capek-capek berangkat dan ternyata Niko tidak masuk bekerja."Baiklah, nanti kabari aku."Kemudian panggilan pun berakhir, Ranti pun meletakkan ponselnya pada sopa."D
"Dokter Niko!" Ranti pun berlari sekencang mungkin, dia cepat-cepat menghampiri Niko yang pastinya kini berada di dalam kamarnya kembali.Benar saja, pria itu kini sudah kembali membaringkan tubuhnya di atas ranjang.Namun matanya melihat Ranti yang muncul seperti sedang panik.Niko dapat menebak apa yang menjadi alasan wanita itu, tapi biarkan saja dulu. Niko ingin mendengar sendiri dari mulut Ranti."Dokter Niko!""Ada apa? Kamu, dikejar setan?" tanya Niko karena Ranti yang begitu panik."Nggak!" jawab Ranti dengan cepat dan napas yang ngos-ngosan, karena berlari terlalu kencang demi segera menemui Niko."Di kejar tuyul?""Sama aja, tuyul juga setan!""Apa iya?""Iya, kamu juga setan!" kata Ranti, dan setan yang dikatakan kali ini adalah Niko."Kau istrinya setan!""Amit-amit jabang bayi! Kamu aja setan, setan belang!""Atau kamu mau bisnis kita segera di mulai," tebak Niko.Ranti pun menggelengkan kepalanya dengan cepat, dari senyuman Niko saja dia tentunya tau maksud dari ucapan N
Ranti terus saja mengusap dahinya, rasanya sangat sakit sekali karena membentur pintu.Dia merasa begitu sial untuk hari ini, bukan hanya hari ini. Tetapi, setelah menikah dengan Niko nasibnya terus saja sial."Dasar laki-laki aneh, kenapa dia betah sekali di rumah ini," kata Ranti yang terus saja berbicara sendirian.Dia sudah terlalu kesal, sehingga tidak tahu lagi harus melupakan pada siapa. Sedangkan kepalanya hampir pecah karena memikirkan kapan bercerai dari Niko.Ranti sudah tak sabar untuk yang satu itu, itulah hal yang paling membuatnya bahagia untuk saat ini."Siapa yang kamu maksud?" tanya Tias saat mendengar putrinya yang tengah menggerutu kesal.Ranti pun menyadari kini dia ada di teras, sedangkan Tias sedang membuat kerajinan tangan dari benang di sana.Ranti pun duduk di kursi yang bersebelahan dengan Tias.Kemudian meneguk teh hangat milik Tias yang ada di atas meja."Dokter Niko, kok betah banget di rumah kita, nggak punya malu banget sih itu orang. Kita, 'kan, nggak