"Dad, sepertnya aku sedang jatuh cinta!"
Edgar hampir saja tersendak ludahnya jika tidak punya pengendalian diri yang bagus.Dia sangat yakn jika sebelum ini, sang putra sama sekali tidak pernah membicarakan masalah ini sebelumnya.
"Dia mungkin terlihat sedikit lebih tua dariku, tetapi tidak masalah! Aku bisa menjadi sosok yang lebih dewasa nantinya. Tak hanya itu, aku juga akan bekerja lebih sungguh-sungguh lagi untuk menafkahinya. Aku akan belajar dengan sungguh-sungguh juga, dan menyelesaikannya dengan cepat. Aku tidak mau dia memandangku dengan sebelah mata. Dan, oh! Aku juga akan-"
"Hen, cukup!"
Kepala Edgar mendadak pusing mendengar putranya yang berceloteh ke sana kemari tanpa henti. Tak hanya itu, Henry juga menampilkan ekspresi yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
Sudah sejak lama Edgar melihat espresi eperti itu.
Ekspresi putranya yang tanpa tekanan.
"Dad, aku akan melamarnya di pertemuan kami yang kedua. Karena itu
"Kau bisa meminta apa pun selain pernikahan, Lissa," ujar Edgar dingin. Ya, pria itu bisa melakukan apa pun, atau mengabulkan apa pun selain menjanjikan pernikahan mereka menjadi nyata. Dia terlalu muak untuk sekadar membayangkan bersama wanita itu. "Kalau begitu, aku tidak akan memintanya lagi padamu. Aku akan melakukannya sendiri. Padahal aku melakukan itu karena kukira kau sudah menganggap Henry sebagai anakmu. Tapi, ternyata tidak ada yang bisa mengalahkan posisi Navier. Kau tidak mampu untuk itu," cemoh Edgar. Dia tahu kelemahan Lissa. Wanita itu tidak bisa dibandingan dengan wanita mana pun, apalagi dengan Navier. Jika awalnya dia merendahkan Navier, maka sekarang giliran Edgar untuk memukul balik. Hitung-hitung sebagai pembelaan untuk istrinya.Semenjak Navier meninggalkan Edgar, Cassandra telah memberikan surat perceraian.Surat yang ditandatangani oleh Navier, dan tinggal menunggu dari pihak Edgar itu sama sekali mas
"Sean, kau tahu kenapa kau kupanggil?"Sean menggeleng. "Maaf, saya tidak tahu," jawabnya.Dia menatap tidak suka pada sosok yang kini duduk di depananya. Ada meja pemisah untuk mereka, dan meja tersebut kosong karena pesanan mereka belum diantar.Dulu, dia sangat hormat pada Edgar, sosok yang kini duduk kdi hadapannya. Namun, perlahan rasa hormat itu hilang seiring sikap pria itu sendiri.Sudah sejak lama Sean mengabdikan diri pada Edgar. Tak terhitung sudah berapa banyak hal yang dia lakukan di bawah perintah pria itu. Sayangnya, semua bagai habis terhapus begitu saja. Sean masih ingat semua hal yang membuatnya muak."Aku tidak tahu jika sekarang kau begini. Dulu, kau bahkan sama sekali tidak pernah menolak apa yang kusuruh.""Banyak hal telah berbeda dan berubah.""Termasuk perasaanmu pada Navier?"Sean menggeretakkan giginya emosi. Inilah yang selalu dia hindari ketika bersama dengan Edgar. Beruntung bereka berada di ruang
Setelah membantu Navier membereskan barang yang berseakan, kini mereka berjalan bersama di trotoar.Mereka berdua tlihat seperti sepasang paman dan keponakan, ketimbang pasangan. Hal itu karena Edgar yang kini terlihat lebih tua dari usia yang sebenarnya, dan Navier yang terlihat lebih muda dari usianya. Apalagi jarak usia mereka juga terpaut sepuluh tahun."Tuan, apa tidak apa-apa mengantarku seperti ini?" tanya Navier."Tidak apa-apa. Aku harus bertanggung jawab karena menabrakmu."Selain membantu membereskan kekacauannya, Edgar juga memmbawakan semua belanjaan yang sebelumnya dibawa Navier. Katanya, hal itu sebagai bentuk tanggung jawab. Edgar tidak tahu jika Navier memang segaja menabrakkan dirinya saat melihat Edgar yang berjalan seperti mayat hidup.Sebelum memberanikan diri menemui anak dan suaminya, Navier terlebih dahulu mencari tahu tentang hidup mereka. Dia senang saat mendapati fakta bahwa Edgar masih belum menikahi Lissa, seperti
"Aku harap kau selalu bahagia, Ed," pinta Navier. Dia menatap sosok Edgar yang mulai tak terlihat olehnya.Kalau itu dulu, mungkin dia tidak akan menyeret Edgar kesana kemari dengan riang.Deg!Jantung Navier berdebar kencang tanpa tahu apa penyebabnya. Firasatnya mengatakan jika akan ada sesuatu yang terjadi. Akhirnya, dia memilih untuk kembali dan mengawasi Edgar dari jauh, tanpa diketahui oleh suaminya itu.Benar saja, ada beberapa orang mencurigakan yang ada di dekat suaminya. Beberapa orang yang berusaha bersikap normal, tetapi tidak luput dari matanya. Orang-orang itu mungkin memiliki niat tersembunyi, dan Navier harus waspada.Bertahun-tahun berlatih dengan baik membuatnya kini menjadi tahu gerak gerik tersembunyi dari seseorang.Dor!Navier terlonjak dengan spontan, dan mencari tempat berlindung.Suasana cukup ramai, jadi tidak bisa menyimpulkan yang mana yang melontarkan tembakan itu. Tak ayal, warga sipil yang t
Terlalu banyak hal terjadi dan tidak diketahui Edgar yang fokus pada hal lan. Dia bahkan tidak menyangka jika orang yang selalu dia hormati telah berpulang. Setelah Navier pergi, Jonathan melakukan perang dingin. Tak lama setelah itu dia berpulang tanpa diketahui oleh Edgar dan juga Luois. Hanya Felix, sebagai anak buahnya yang tahu keadaannya. Itu pun dia tidak memberitahukannya sama sekali pada keluarga inti. Selama Jonathan tiada, Felix lah yang mengatur semua pekerjaan Jonathan. Ditambah pengalaman pia itu, semua tidak akan tahu jika pemilik asli telah berganti. Felix terlalu sempurna menjadi tangan pengganti untuk Jonathan. Di tangan Felix, juga ada surat wasiat untuk semuanya. Termasuk Navier. Sayangnya, Jonathan berpesan jika surat wasiat itu hanya boleh dibacakan ketika Navier pulang. Itu berarti, Cassandra telah dibekukan segala tindak tanduknya. Jonathan dan Felix bukannya tidak tahu dengan persyaratan yang Navier ajukan, dan segala yang dilakukan Casssandra. Mereka hany
Dunia Henry terasa runtuh.Dia tidak menyangka jika orang yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama telah memiliki suami. Ditambah, raut wajah Navier berubah total dari pertemuan pertama mereka."Kau? Suami?" tanya Henry memastikan.Tanpa menjawab, Navier langsung berdiri fan memeluk Henry dengan erat. Dia tak peduli dengan keberadaan Cassandra yang tengah menatapnya tajam."Bukankah kau seharusnya memanggilku Mama?" bisik Navier, "aku Navier, Hen. Mama-mu yang pergi karena dipaksa keadaan."Navier tidak mengatakan jika Cassandra yang membuatnya pergi. Namun, pandangannya tetap tak lepas dari sang ibu mertua."Ma ... Mama ...."Tangis Henry pecah. Dia tidak menyangka jika orang yang selama ini dia rindukan, kini ada di hadapan dan memeluknya. Tak peduli bahwa wanita itu di menit sebelumnya, masih menjadi wanita yang dia idamkan."Sayang, maafkan Mama. Mama tidak bermaksud untuk meninggalkan kalian. Mama terpaksa pergi," jelas Navier. Dia mengusap lembut punggung putra yang kin
Tubuh Casandra gemetar saat melihat keberadaan Luois.Hal itu tak luput dari pengamatan mata Navier. Dia mencurigai sesuatu, tetapi tidak bisa mengambil kesimpulan di awal. Hanya praduga saja yang bisa dia pedam untuk saat ini.Sebelumnya, Navier memang meminta banyak orang untuk menjadi mata-matanya. Dia mencari tahu banyak hal yang tidak bisa ia singgung secara langsung. dan, laporan tentang hubungan Cassandra dan Luois tidak mendapat masalah apa pun. Tidak seperti yang kini dia lihat.Lama hidup di lingkungan mereka, Navier menyadari ada yang berubah dari pandangan Luois pada Cassandra."Bagaimana keadana Edgar?" tanya Luois. Auranya yang seram mampu membuat Henry tidak bisa berkutik dan hanya menunduk saja.Dari sekian banyaknya hal yang tidak Henry sukai, salah satunya adalah Luois yang mengeluarkan aura dingin dan tatapan tajam."Sudah lebh baik, dan sekarang tengah dipindahkan ke ruang perawatan. Saya baru saja menyelesaikan administr
Dokterk mengatakan jika mungkin Edgar akan sadar dalam waktu empat jam. Sayangnya, perkiraan dokter meleset. Edgar belum juga sadar hingga enam jam kemudian. "Kita baru bertemu tapi kau sudah mendiamkanku seperti ini!" ketus Navier. Matanya sudah berkaca-kaca melihat keadaan suainya yang jauh dari kata baik. Padahal dokter juga sudah menjelaskan jika luka Edgar tidak ada yang mengenai organ vital. "Aku salah telah meninggalkanmu. Mafkan aku. Tapi untuk saat ini, kuohon untuk bangun dan sapa aku," monolog Navier. Dia percaya jika keajaiban itu ada, dan mengajak Edgar terus berbicara meski tidak menjawab adalah solusi kesedihannya. Karena tak sedikit yang mengatak meski orang sedang tiak sadar, akan tetap mendengar apa yang kita katakan. Dan, Navier sangat mempercayai itu. Setelah Navier dan Henry berbincang di cafetaria, dia membulatkan tekad untuk kembali ke ruang rawat Edgar. Tidak peduli apakah Cassandra masih ada di sana atau tid