Frisca diam berdiri di balik pintu ruangan kerja suaminya. Di dalam sana nampak Daniel yang tengah bertelepon dengan seseorang dan marah-marah. Frisca tahu, sepertinya yang Daniel hubungi saat ini adalah Papanya. Nampak suaminya itu sangat kesal hingga Frisca menjadi takut sendiri melihat Daniel marah-marah. "Terserah kalian! Lagi pula aku juga sudah bersumpah tidak akan ikut campur urusan kalian!" teriak Daniel pada panggilan itu. Daniel kini mengepalkan tangannya dan memukulkan pada meja kada di depannya hingga pecah. Frisca yang masih mengintip pun terkaget. Gadis itu masih tidak pergi atau menunjukkan dirinya dari sang suami. "Jelas-jelas, sebaik apapun dia kalau berselingkuh jangan pernah diberi ruang Ma! Mau sampai kapan?! Mau sampai kapan dia menunjukkan wajah malaikatnya, kalau dia selingkuh dan sekarang dia membawa anaknya tinggal bersama Mama! Anak itu anak selingkuhan Papa, Ma! Wanita itu masih hidup! Kenapa Mama bisa memaafkan Papa sebegitu mudahnya hah?!" Teriakan D
Daniel diam memperhatikan istrinya yang tengah sibuk menemani adik tirinya. Di sana Daniel melihat sifat Frisca yang keibuan pada Miko, bocah laki-laki yang biasanya sangat sulit berinteraksi dengan orang lain, tapi entah ia sangat lengket pada Frisca. "Sepertinya Miko sangat menyukai Frisca, tidak biasanya dia dekat dengan siapapun," ujar Silvia yang gini berjalan membawa camilan mendekati Daniel. Putranya itu menoleh dan tersenyum menganggukkan kepalanya. "Iya mah, Frisca biasanya juga tidak terlalu dekat dengan anak kecil. Dia saja tinggalnya malah seperti anak kecil." Silvia meresponnya dengan senyuman saja, wanita itu diam di samping Daniel dan tetap memperhatikan menantu dan juga putra dirinya yang kini tengah bermain di taman. Sedangkan Daniel, ia membayangkan kalau suatu hari nanti anaknya sudah lahir di dunia, pasti bagai seperti melihat Frisca dan Miko saat ini."Jangan lari-larian, Miko!" pekik Daniel pada Miko. Tidak mau terjadi hal-hal yang buruk, dan langsung menuru
Setelah Frisca mengenal lebih dekat sosok suaminya, laki-laki yang dulu selalu ia kesali kemunculannya, tapi semenjak menjadi suaminya, Frisca selalu bersyukur atas apapun tentang Daniel. Bahkan saat ini, Frisca menatap Daniel yang nampak terlelap dengan sangat tenang. Frisca tersenyum tipis menatap dalam-dalam wajah Daniel. ingatannya mengantarkan Frisca pada masa-masa lalu."Tahu kalau menjadi istrimu akan bahagia dan sebangga ini, dulu aku tidak akan pernah menolakmu," cetus Frisca penuh rasa bangga. Jemarinya setia mengusap-usap rambut tebal milik Daniel. Siapa tahu sosok ini yang membuat Frisca merasakan kebahagiaan tiada dua, keadilan dan cinta yang benar-benar nyata. Frisca menyunggingkan senyumnya. "Kak Daniel, kau kadang juga menyebalkan. Aku pernah menolakmu dua kali, kau malah mengatakan cintamu lagi padaku di depan Dante. Memuakkan sekali kalau aku mengingatnya." Tanpa disadarinya kalau ia tidak mengoceh dengan sendirinya. Semua cerocosan Frisca mampu Daniel dengar, la
"Kau ke mana saja Niel, kenapa jarang muncul beberapa hari ini?!" Pertanyaan itu keluar dari bibir Sarah saat ia melihat Daniel pertama kali datang ke kampus untuk satu minggu ini. "Ada urusan penting, dan cukup privasi hingga membuat semua orang tidak tahu," jawab laki-laki itu dengan menyebalkan.Sarah mendengkus pelan dan wanita itu menatap Daniel dengan tatapan tidak suka. Berarti lagi semenjak Daniel menikah dengan Frisca, teman laki-lakinya itu menjadi sangat dingin dan sering mengabaikannya. Sekedar membahas pesannya pun kadang menunggu berhari-hari, bahkan kadang juga tidak sama sekali. "Ke mana gadismu itu? Beberapa hari ini aku tidak pernah melihatnya?" tanya Sarah. "Siapa yang kau maksud?" tanya Daniel balik. "Siapa lagi kalau bukan Frisca, sebenarnya terjadi hal-hal yang tidak baik padanya ya? Sampai dia tidak datang ke kampus." Daniel hanya diam, laki-laki itu meraih mantel hitam miliknya dan berjalan menuju ke arah pintu sebelum langkahnya dicegat oleh Sarah.Wani
Usai makan malam, Daniel langsung mengurung dirinya di dalam ruangan kerja. Sedangkan ia meminta pada istrinya untuk istirahat di dalam kamar dan tidak boleh ke mana. Jenuh sekali Frisca dengan permintaan Daniel saat ini. Sikap posesif yang tidak pernah berubah dan berkurang, banyak aturan-aturan baru yang ia berikan pada sang istri. "Kalau dia enak di dalam ruangan kerja, ada yang dia kerjakan dan bisa fokus. Kalau aku di dalam kamar seperti ini harusnya apa?" Frisca melempar boneka Unicorn miripnya ke lantai. "Kenapa sifat posesifnya tidak pernah bisa hilang, tentu saja aku menginginkan dia yang perhatian tapi bukan berarti seperti ini," keluh Frisca menggelengkan kepalanya pelan. Frisca berjalan mendekati pintu, ia perlahan-lahan mengeluarkan tangannya dan memutar knop pintu. Kedua matanya terpejam berharap pintu itu terbuka tanpa suara. Usahanya berhasil, pintu terbuka dan tidak menimbulkan suara sedikitpun. Gadis itu melangkah keluar dari dalam kamar dan menuruni anak tangga
"Sementara aku titipkan Frisca padamu dulu, aku tidak tahu dia kenapa." Daniel menundukkan kepalanya. Geram alasan yang Daniel katakan, Dante langsung menarik krah kemeja yang adik iparnya itu pakai dengan kuat dan matanya menghujam marah. Dante bukan dirinya lagi saat sedang marah dalam keadaan seperti ini. "Adikku tidak akan marah kalau kau tidak melakukan hal aneh-aneh, sialan!" umpat Date pada Daniel. "Tapi aku tidak melakukan apapun! Semalam dia marah tidak jelas padaku, tiba-tiba dia mengunci pintu dan menangis! Dia...." "Harusnya sebagai laki-laki kau harus pintar mencari di mana salahmu, bukannya malah menyalahkan adikku." Dante menyentak kasar krah kemeja yang Daniel pakai dan napasnya naik turun. Sebagai seorang Kakak ia akan marah kalau adiknya menangis meminta padanya untuk menjemputnya. Setibanya Dante di rumah Daniel, ia mendengar Daniel membentak Frisca. Dante tersenyum menyeringai dan ia mengusap wajahnya frustrasi. "Asal kau tahu Niel, aku lebih mengenal Fris
"Daniel, kenapa terburu-buru? Frisca mana?" Pertanyaan itu terlontar dari bibir Tarisa, wanita itu malah menanyakan di mana Frisca saat ini berada, padahal Daniel datang untuk menjemputnya."Loh, memangnya Frisca tidak di sini, Ma?" tanya Daniel melebarkan kedua matanya. "Tidak, makanya Mama bertanya, kenapa kamu ke sini sendirian?" tanya wanita itu menatap di samping Daniel dan masih mencari-cari. "Kemarin siang Dante yang menjemput Frisca, Ma. Aku pikir dia mengantarkan Frisca ke sini," jelas Daniel semakin pusing. Tarisa menggelengkan kepalanya dan wanita itu terlihat sangat cemas. Hingga dari belakang kiri nampak Johan yang muncul dan laki-laki itu mendekati Daniel bersama istrinya. Wajah panik dua orang di depannya membuat Johan bertanya-tanya, terlebih lagi kalau Daniel, menantunya itu sudah cemas pasti ada hubungannya dengan Frisca. "Ada apa ini? Kenapa kalian terlihat sangat cemas?" tanya Johan menatap mereka berdua bergantian. "Frisca Pa! Dia dibawa entah ke mana sama
Frisca diam bersama dengan Camelia di dalam kamar sang Kakak. Gadis itu kesal hanya dengan melihat wajah suaminya yang tiba-tiba saja muncul menjemputnya pulang. Camelia berjuang mati-matian membujuk rayu Frisca untuk tidak lagi sedih dan berpikiran yang aneh-aneh setelah tahu adik iparnya kini tengah hamil muda. "Frisca, jangan sedih-sedih terus. Jangan mikirin hal yang aneh-aneh ya," bujuk Camelia mengusap punggung Frisca dengan lembut. "Frisca nggak suka kalau Kal Dante kasar sama Kakak. Mau sampai kapan sih Kak, kita ini para perempuan disakiti terus?" Frisca memeluk Camelia dengan erat. Usapan Camelia pun terhenti, mungkin ia juga sadar dan menyadari dengan apa yang Frisc katakan saat ini. "Tapi Kakak sudah terbiasa dan hafal dengan sikap dan sifat Kakakmu, jangan khawatir," bisik Camelia membujuk Frisca lagi dan lagi. Frisca enggan mendengarkan Camelia, ia masih sedih dan menggeleng-gelengkan kepalanya terus. Hingha tiba-tiba saja pintu kamar Dante terbuka. Di sana nampa