Suara Bella pintu apartemen berbunyi, Frisca berjalan cepat-cepat membuka pintu itu, ia ingin tahu siapa yang datang saat ini. Sebelum membuka pintu, Frisca lebih dulu mengintip dan ia terkejut saat melihat suaminya pulang bersama seorang anak kecil. "Miko!" pekik Frisca melebarkan kedua matanya. Segera Frisca membuka pintu, anak kecil laki-laki itu langsung berlari dan menubruknya. Senyuman manisnya membuat Frisca ikut tersenyum. "Hai Miko... Ikut dengan Kak Daniel ya? Mama mana?" tanya Frisca pada bocah itu. "Mama nitipin Miko sama kita, Mama akan pulang ke rumah dan dia akan menghadiri acara persidangan cerai dengan Papa." Ungkapan yang diucapkan oleh Daniel membuat Frisca ternganga, ia langsung menatap wajah suaminya yang kini nampak sangat suram dan sedih. Frisca mendekati laki-laki itu, ia merangkulnya dan mengusap lembut pundak Daniel dengan penuh perhatian. "Semuanya kan baik-baik saja. Semua ini sudah pilihan mereka berdua," ujar Frisca memeluk suaminya. Daniel terbe
"Sudah satu minggu lebih Mama tidak kembali dan tidak bisa kita hubungi. Apa Mama berniat meninggalkan Miko dengan kita?" Frisca duduk di samping suaminya seraya menatap Miko yang tertidur dalam pelukan Daniel. Laki-laki itu menggeleng pelan, ia mengusap-usap lembut pipi Miko."Entahlah, aku juga tidak mengerti bagaimana jalan pikiran Mama. Harusnya kalau Mama memang menitipkan Miko sama kita, setidaknya dia bilang," ujar Daniel pelan. "Ya, aku juga berharap begitu. Tapi Mama mungkin takut aku keberatan kalau Miko tinggal bersama kita, jadi Mama tidak bilang," ujar Frisca.Anggukan diberikan oleh Daniel, memang apa yang Frisca katakan ada benarnya juga. "Aku tidak tahu, Sayang." Daniel menatap Frisca dengan tatapan yang lembut. "Sudahlah, yang penting kita rawat Miko dengan baik. Semoga kalau sudah besar, dia bisa menjadi anak yang pintar. Baik Mama nanti kembali atau tidak... Miko adalah tanggung jawab kita." Hati Frisca terasa hangat saat mendengar kata-kata yang suaminya ucapk
"Eh eh... Anak siapa ini, Sayang?"Suara Tarisa membuat Frisca menoleh dan tersenyum saat pintu rumah orang tuanya terbuka.Wanita itu tersenyum manis menatap Frisca yang kini menggandeng tangan Miko. "Miko, salim dulu sama Oma," ujar Frisca pada Miko. Bocah laki-laki itu pun langsung meraih tangan Tarisa dan mengecup punggung tangan Tarisa. "Ya ampun anak tampan yang manis, anak siapa ini, Frisca?" tanya Tarisa menatap Frisca dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Frisca tersenyum tipis. "Ini Miko Ma, Miko ini anak angkat Mama mertuaku," jawab Frisca seraya melepaskan kardigannya. "Eh, anak angkat Mama mertuamu?" "Iya Ma, ceritanya panjang. Jangan dibahas kalau lagi ada Daniel ya. Nanti kapan hari aku akan ceritain semuanya ke Mana," ujar Frisca. Wanita itu mengangguk, Frisca memperhatikan Miko yang tengah bersama dengan Tarisa. Mamanya itu sangat menyukai anak kecil, Frisca tersenyum hangat melihat interaksi Mamanya dengan Miko. "Mami, Mami... Miko mau minum itu!" pekik Miko
"Mama dan Papa tidak akan melarang kalian semua melakukan hal yang baik, termasuk merawat Miko." Tarisa, dia tersenyum manis menatap Daniel dan Frisca yang duduk di sofa di depan mereka. Daniel yang duduk memangku Miko yang tengah bermain ponsel miliknya. "Apapun yang terjadi, meskipun dia bukan anak kandung kalian. Dan kalau anak kalian sudah lahir nanti. Jangan sampai kalian berdua tidak adil dalam memperlakukan mereka berdua!" Johan berseri keras pada Daniel dan Frisca. "Tidak Ma, kami memutuskan untuk merawat Miko layaknya anak sendiri." Daniel mengecup pipi gembil Miko. Bocah manis itu nyatanya disambut dengan hangat oleh keluarga Frisca. Baik Tarisa, maupun Johan dan Dante juga terlihat sangat peduli dan juga sangat menyayangi Miko. Bocah itu kini turun dari pangkuan Daniel dan berjalan ke arah Johan, ia duduk pangkuan Johan dengan nyaman seraya memegang ponsel milik Papinya. "Hei Miko, sini sama Mami, Opa capek, Sayang," ujar Frisca melambaikan tangannya. "Heh Cil! Ajak
Hari sudah pagi, Frisca bangun lebih dulu dari anak dan suaminya. Gadis itu beranjak duduk dan menahan satu lengannya memegangi lengan sang suami yang tengah tertidur. Perutnya yang sudah besar, sering kali Frisca merasa kesulitan dengan hal itu. "Sayang, sudah bangun," lirih Daniel menatap sang istri yang baru saja bangun. "Heem, perutku terasa kaku," ujar Frisca mengusap perutnya dengan pelan. "Kenap, hem? Bandel sekali Hem... Adik," bisik Daniel, laki-laki itu menundukkan kepalanya dan mengecup perut besar Frisca. Frisca menoleh ke arah Miko yang tidur di tepi, anak itu masih memeluk erat bonekanya dengan lelap dalam tidurnya. Telapak tangan Frisca mengusap-usap surai hitam rambut suaminya. "Sudahlah, ayo bangun, Sayang," ajak Frisca kini memegangi lengan sang suami dan beranjak berdiri. Dengan bantuan Daniel, Frisca pun bangkit dan berdiri di hadapan Daniel. Laki-laki itu memeluk perut sang istri dan mengusap-usapnya. Seperti yang sudah diduga-duga kalau Daniel sangat men
"Papi, Miko minta sekolah boleh nggak? Biar sama kayak anak itu!" Miko menarik-narik lengan Daniel dan menunjuk ke arah luar jendela mobil Papanya di mana banyak anak pergi bersekolah pagi ini. Daniel dan Frisca sontak menoleh ke arah luar. Memang pagi ini kebetulan mobil Daniel berhenti di depan lampu merah, hingga Miko melihat banyak anak-anak yang pergi ke sekolah. "Boleh sayang, tapi tunggu dulu ya... kan Mami sebentar lagi mau melahirkan. Miko juga masih terlalu kecil buat sekolah," ujar Daniel pada sang putra. Anak itu cemberut, namun akhirnya dia menganggukkan kepalanya. "Iya Papi, tapi janji ya kalau Miko boleh sekolah?" "Pasti boleh dong! Anak Mami pasti boleh banget sekolah. Nanti ya sayang, kalau Miko sudah satu tahun lagi, sudah besar adiknya, terus... Miko juga sudah punya pengasuh yang bisa jagain Miko," ujar Frisca mengusap pucuk kepala anaknya. "Iya Mami." Anak itu kembali menatap ke arah jalanan. Di sana, Frisca tersenyum menatap wajah antusias putranya. Selam
Daniel mengajak Miko dan Frisca makan siang bersama Dante dan juga seorang kliennya. Mereka kini tengah berada di sebuah rumah makan mewah. Di sana, Daniel begitu perhatian pada putra kecilnya, anak itu sangat baik dan juga ia sangat patuh pada apapun yang Daniel katakan. "Lohh Pak Daniel kok sudah punya anak besar, bukannya kalian menikah baru beberapa tahun saja kan? Kok punya anak segini?" tanya salah satu rekan Daniel. Daniel pun menggelengkan kepalanya saja. "Dia tetap anakku, meskipun tidak terlahir dari rahim istriku," jawab Daniel dengan nada tidak mengenakkan. Cukup tahu saja kalau ada yang menyangkut-pautkan soalan anak, ia paling sensitif dan tidak suka. "Oh maaf Pak, saya hanya ingin tahu saja." Laki-laki itu cukup peka kalau ternyata Daniel tidak semudah itu untuk mengerti perasaan orang lain. "Tidak papa, memang Miko bukan anak kandung kami. Tapi-""Oh anak angkat ya? Atau adopsi?" tanya rekan Daniel satu lagi. Miko terdiam memperhatikan dua orang yang tengah memb
"Kak, Frisca titip Miko ya, nanti Frisca sama Daniel mau antri untuk mengecekkan kandunganku, aku titip anakku ya..." Frisca mengusap pucuk kepala Miko, ia kini berada di rumah orang tuanya. Mama dan Papanya tidak ada, dan hanya ada Dante yang sedang di rumah. Laki-laki itu masih bergelung di bawah selimutnya, karena ini masih sangat pagi. Setelah berbisah dengan Camelia karena pernikahan mereka yang tidak berjalan mulus, Dante menjadi sosok yang sam seperti dulu lagi. "Kak Dante!" sentak Frisca dengan nada kesal. Miko terkikik melihat Mamanya memarahi Dante yang benar-benar membuat siapa saja kesal saat berada di sampingnya. "Om! Om Dante..." Miko pun langsung beranjak naik ke atas ranjang kamar Dante. Di sana, Miko langsung memeluk Dante dan menggelutnya. Dante memeluknya erat dan menggelitiki anak itu hingga mereka tertawa-tawa bersama. "Sudahlah Dek, tinggalkan saja ajak jelek ini di sini. Kau ke sini dengan siapa?" tanya Dante menatap sang adik. "Sama Daniel, dia sedang d