“Joe tidak akan menikah, kecuali dengan Clay!” Suara pria itu memenuhi ruangan.
“Coba saja menikah dengannya! Kamu tidak akan mendapat sepeserpun dari harta Papa!” “Tapi, Pa! Joe mencintai Clay. Bagaimana bisa Joe menikah dengan wanita lain?” “Cinta hanya masalah waktu, Joe. Kamu akan mencintai istrimu saat sudah menikah nanti.” Kini mama Joe mencoba meyakinkan anaknya. “Tapi, ma—“ “Tidak ada tapi! Pilihannya adalah kamu menikahi wanita lain yang jauh lebih baik, atau kamu pergi dari rumah ini!” ucap papa Joe memotong kalimat anaknya.Joe hanya bisa mendengus kesal. Mengapa Papanya tidak menyukai Clay?
Joe memilih untuk tidak melanjutkan perdebatan tersebut, lalu keluar dari ruang kerja Papanya. Dia pergi dan mengendarai mobilnya cukup kencang. Kepalanya sangat sakit, karena semua tekanan dari Papanya. Papa Joe hanya memberikannya waktu dua bulan untuk membawa calon istrinya.“Dua bulan? Yang benar saja! Aku mencari pendamping hidup, bukan babby sitter,” keluh Joe dalam hati.
Saat dalam perjalanan, mobilnya terhenti di sebuah taman yang terletak di pusat kota. Joe melihat ada seorang wanita cantik sedang duduk sendiri dan terlihat sangat murung. Saat melihat wanita tersebut, muncul ide nakal dari Joe. Dia mencoba mendekati wanita tersebut dan mengajaknya bicara.
Wanita itu bernama Rara. Dia duduk di taman dalam kebingungan karena tidak kunjung mendapat pekerjaan baru. Uang tabungannya semakin menipis, sementara Ibunya terus-terusan meminta Rara untuk mengirimkan uang.
Sebelumnya, Rara bekerja di salah satu cafe ternama. Satu bulan yang lalu, Rara harus berhenti bekerja karena cafenya berganti pemilik. Pemilik baru memecat semua karyawan, termasuk Rara.
“Kamu kenapa?” Suara pria asing memecah lamunan Rara.
“Hmm?” Rara pun menatapnya bingung. “Boleh aku duduk?” tanya Joe lagi. “Boleh.”Mendengar itu, Joe akhirnya duduk disebelah Rara.
“Namaku, Joe.”
Rara hanya mengangguk, masih bingung. Dia tidak mengerti mengapa pria ini tiba-tiba duduk dan mengajaknya berkenalan.
“Kenapa diam saja? Nama kamu siapa?” tanya Joe sekali lagi.
“Aku.. Rara.” “Kenapa kamu melamun sendirian disini?” “Tidak apa-apa, aku hanya ingin menghirup udara segar,” ujar Rara sembari tersenyum. Perkenalan aneh ini setidaknya dapat membuat dia sejenak melupakan bebannya. “Kamu tinggal di dekat sini?”Rara hanya mengangguk.
“Boleh aku minta nomor ponsel kamu?”
“Kenapa?” tanya Rara kaget. “Aku hanya sedang butuh teman mengobrol. Sepertinya, kamu orang yang cukup asyik.” “Kamu salah, aku orang yang membosankan,” Rara kembali tersenyum manis. “Masa, sih? Boleh aku coba kenal lebih dekat?” Joe masih merayu Rara.Rara akhirnya menyerah dan memberikan nomor ponselnya pada Joe. Dia tidak tahu, bahwa Joe sedang mencari mangsa yang akan diajaknya menikah agar Papanya memberikan perusahaan secepatnya. Rara cukup cantik, meskipun dia tidak bisa berdandan.Untuk penampilan, Joe yakin dapat mengubahnya. Yang penting, dia tidak kebingungan lagi. Calon istri yang diinginkan papanya (wanita baik-baik) sudah ada di depan mata. Lihat, dia terlihat saanagaat polos dan baik. Meski belum mengenalnya lebih jauh, Joe sudah bisa merasakan bahwa Rara adalah gadis yang lugu.
Di tengah percakapannya dengan Rara, ponsel Joe berdering, tertulis nama Clay dilayarnya. Clay adalah wanita yang sudah menjalin hubungan dengan Joe selama dua tahun terakhir. Joe sangat mencintai wanita cantik berambut pirang itu. Sayangnya, papa Joe tidak merestui hubungan mereka karena menurutnya.
Entahlah, Joe juga tidak mengerti bagaimana papanya menilai Clay. Joe memilih untuk tidak mengangkat telepon dari Clay. Dia merasa bersalah pada kekasihnya, sehingga tidak sanggup mendengar suaranya.
Setelah cukup yakin denagn penilaiannya, Joe beranjak dari kursi taman dan berpamitan pada Rara. Rara pun hanya mengangguk pelan. Walaupun senang, dia masih bingung: dari mana datangnya pria ini?
***
“Maaf ya, sebentar lagi aku sampai,” ucap Joe diujung telepon sebelum memutuskan panggilan antara dirinya dan Rara.
Rara lalu menatap nanar keluar jendela. Saat ini, dia sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dari semua lamaran pekerjaan yang dia ajukan, tidak satu pun yang menghubunginya.Disaat yang sama, Joe mengajak Rara untuk bertemu hari ini. Rara pun setuju untuk menemuinya karena dia ingin menghilangkan beban pikirannya sejenak. Gadis itu tak tahu bahwa Joe harus segera mendekati dirinya karena tenggat waktu yang diberikan papanya semakin sedikit. Joe berniat untuk segera menyampaikan tujuannya untuk menikahi Rara hari ini. Joe yakin, Rara adalah calon menantu sempurna untuk orang tuanya.
Setelah tiba di cafe, Joe melihat Rara sedang duduk sambil tertunduk lesu. Dia pun segera mempercepat langkahnya.
“Halo, Ra! Maaf ya, aku yang mengajak untuk bertemu, tapi malah datang terlambat,” kata Joe sambil menarik kursi dan duduk di hadapan Rara.
“Tidak apa-apa. Aku juga baru datang,” ucap Rara sambil tersenyum. “Padahal aku ingin cepat-cepat bertemu denganmu, tapi malah harus duduk lebih lama di kantor karena pembahasan rapat yang sangat panjang.” “Memang kamu bekerja dimana?” Tanya Rara. “Aku bekerja di JP corp, perusahaan milik Papaku.”Rara hanya mengangguk. Dia tidak menyangka akan berkenalan dengan laki-laki dari keluarga yang sangat kaya. Rara tahu perusahaan yang disebutkan oleh Joe. JP corp adalah salah satu perusahaan retail terbesar di kota.
“Kamu sendiri, bekerja dimana?”
“Aku tidak bekerja,” Rara tersenyum pahit. “Oh, maaf. Aku tidak bermaksud menyinggungmu.” “Santai saja. Aku tidak tersinggung.” Rara melemparkan senyum pada Joe. “Jadi, karena itu kamu selalu terlihat murung?” Tanya Joe untuk membuat Rara mengikuti rencananya. “Memangnya aku murung, ya?” “Iya. Kamu terlihat murung, sampai aku bertanya-tanya apa yang sedang kamu pikirkan, “Mau aku beri pekerjaan?” tanya Joe tiba-tiba. “Pekerjaan?” “Iya. Pekerjaan. Pekerjaan yang menyenangkan dan menghasilkan banyak uang," “Apa itu?” Rara bertanya dengan sangat penasaran. “Besok malam, temui aku di taman tempat kita bertemu kemarin. Aku akan memberitahumu disana,” Joe pun tersenyum penuh makna.Rara pun menyetujui. Meski demikian, Rara bertanya-tanya dalam hati. Mengapa dia tiba-tiba menawari Rara pekerjaan? Apa dia kasihan pada Rara? Mengapa dia baik sekali?
Ada banyak pertanyaan yang tidak berani Rara tanyakan. Sejujurnya, Rara khawatir dan takut karena belum mengenal Joe dengan baik. Tapi, sejak pertemuan kemarin, ada keyakinan aneh dalam diri Rara bahwa Joe bukan orang yang jahat. Dia sopan dan ramah pada Rara. Terlebih, Joe anak dari pemilik perusahaan besar. Tidak mungkin, kan, dia memiliki niat yang jahat?
“Apa? Menikah? Tapi, kita bahkan belum saling mengenal,” ujar Rara kaget.Bagaimana tidak, kalimat pertama yang Joe lontarkan saat bertemu Rara hari ini adalah ajakan untuk menikah. “Kenapa kaget? Aku akan membayarmu sangat mahal! Kamu tinggal sebutkan saja angkanya. Tenang saja, aku tidak akan menyentuh tubuhmu sedikitpun,” “Joe...” suara Rara tercekat, “Jangan bercanda. Mengapa kamu seolah menganggap pernikahan adalah hal yang remeh?” “Tidak usah berbelit-belit, waktuku tidak banyak! Jangan terlalu lama berpikir dan segera hubungi aku!"Rara sangat bingung dengan perubahan sikap Joe. Sebelumnya, dia adalah orang yang sangat sopan dan ramah. Tapi, malam ini Joe sangat ketus dan terlihat meremehkan Rara. “Kita perlu saling mengenal sebelum menikah! Kita harus saling mencintai untuk mengucap janji pernikahan!” Rara pun berteriak tepat sesaat setelah Joe mulai berjalan ke mobilnya untuk meninggalkan Rara. “Cinta?! Hahaha… sudah kuduga. Kamu memang sangat polos!” balas Joe yang
“Hah?! Menikah?! Apa aku tidak salah dengar?!” suara Brian terdengar lantang, hingga membuat beberapa pengunjung restaurant menengok ke arahnya dan Rara. “Sssst! Pelankan suaramu, Brian!” ujar Rara yang kini menutup mulut Brian dengan tangannya. “Menikah dengan siapa, Ra? Kenapa aku tidak pernah tahu kamu memiliki kekasih?” “Aku menyukai seorang pria sejak lama dan kemarin dia mengajakku menikah,” Rara terpaksa berbohong, tidak ingin sahabatnya ini khawatir. “Kenapa kamu tidak pernah menceritakannya padaku?” “Maaf, Brian. Aku tidak bermaksud menyembunyikannya darimu.” “Baiklah. Perkenalkan aku pada pria itu.” “Ja—Jangan! Ah, maksudku, Nanti! Ya, nanti akan aku kenalkan padamu.” “Kenapa nanti?” “Nanti, saat aku sudah siap,” ucap Rara sambil tertunduk. “Aku kecewa karena kamu tidak pernah memberitahuku tentang pria itu, tapi aku ikut bahagia atas pernikahanmu.” “Terimakasih, Brian.” Rara melemparkan senyum ke arah Brian.Rara merasa lega, karena sahabatnya tidak ba
Rara sedang berada di perjalanan untuk kembali ke kota. Dia sengaja mencari jadwal Bus paling pagi, agar segera pergi dari rumah Ibunya. Nanti sore saat sampai di kota, Rara harus segera pergi ke butik untuk mencoba gaun pengantinnya.Mama mertuanya memilih untuk memesan gaun pengantin baru untuk Rara. Beliau tidak mau Rara menggunakan gaun yang sudah pernah dipakai orang lain sebelumnya. Rara sangat bersyukur, karena meskipun Joe tidak memperlakukannya dengan baik, setidaknya orang tua Joe sangat menyayangi Rara.Saat masih di perjalanan, Rara mengirimkan pesan pada Joe. Dia mengingatkan Joe untuk menemaninya ke butik. Namun, dia kembali dibuat kesal oleh balasan pesan dari Joe. [Pergi saja sendiri, jangan manja! Kamu belum menjadi istriku, jadi aku tidak harus mengantarmu! Naik taksi saja!]Rara hanya bisa menghela nafas saat membaca pesan dari Joe. Dia enggan membalas pesan dan berdebat dengan cslon suaminya. Rara memilih untuk kembali memasukkan ponselnya kedalam tas.*** “Rar
Rara menatap foto pernikahan yang tergantung di dinding rumahnya. Dia tampak bahagia dalam foto itu. Meskipun, sebenarnya kebahagiaan itu adalah sebuah kebohongan.Setelah menikah, papa mertuanya membelikan Rara dan Joe sebuah rumah yang sangat mewah. Meski mertua Rara sangat memanjakannya, dia menolak untuk diberi pembantu rumah tangga, karena tidak terbiasa untuk dilayani. Rara memilih mengerjakan semuanya sendiri.Pagi ini, Rara memasak untuk sarapan. Sepertinya, Joe menyukai masakan Rara. Dia selalu tampak lahap saat makan bersama istrinya itu. Meski begitu, dia tidak pernah sekali pun memberi kalimat pujian pada Rara. Suasana Rumah selalu dingin dan tidak pernah ada percakapan di meja makan. “Jangan menungguku malam ini, aku pasti pulang malam karena akan mampir ke rumah Clay,” ujar Joe sambil beranjak dari kursinya untuk berangkat ke kantor.Rara hanya mengangguk pasrah. Dia tidak bisa menghentikan Joe, karena Rara tahu, dia lah orang ketiga dalam hubungan ini. Rara belum pern
“Pasti kamu senang kan, bertemu Brian?” “Joe, please. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu.”Rara berjalan masuk ke kamarnya tanpa memperdulikan Joe. Brak! Joe tiba-tiba membuka pintu kamar Rara dengan kasar. “Joe! Kamu harus mengetuk pintu sebelum membukanya!” teriak Rara yang sudah merasa sangat geram. “Aku tidak perlu meminta ijin darimu untuk melakukan apapun! Apalagi hanya untuk membuka pintu!”Rara menarik nafas panjang, dia tidak tahu lagi harus berkata apa. Sejak pagi, Joe membuatnya sangat kesal. “Untuk apa kamu datang ke kamarku?” “Berikan aku keturunan!” “Apa?! Kamu sudah gila?!” “Kenapa?! Kamu kan, istriku! Sudah sepantasnya kamu memberiku keturunan!” “Tapi kamu sudah berjanji tidak akan menyentuhku!” “Apakah ada bukti tertulis untuk itu?!”Rara menggelengkan kepalanya, tak percaya pada ucapan Joe yang baru saja dia dengar. Bagaimana bisa dia melanggar janjinya sendiri? Harusnya sejak awal Rara tahu, bahwa Joe memang tidak bisa dipercaya. “Kenapa
Rara sedang duduk di ujung sofa depan TV dan menonton acara yang dia sukai. Saat dia fokus menonton TV, Joe tiba-tiba datang dan berbaring di pangkuan Rara. Rara paham, Joe melakukannya agar Mama Joe melihat anaknya bersikap baik dan manis pada Rara. “Sampai kapan kita akan disini?” tanya Rara sambil mengusap pelan kepala Joe. “Besok pagi kita akan pulang ke rumah.”Joe memang tidur di pangkuan Rara, namun tangan dan matanya sibuk pada ponsel yang sedang dia mainkan. Rara sedikit mengintip ponsel Joe, dan menyadari bahwa suaminya sedang berkirim pesan dengan Clay, kekasihnya. Rara mendengus pelan, bertanya-tanya kapan Joe akan mengakhiri hubungannya dengan Clay. “Kita pulang malam ini saja, Joe.” “Kenapa?” Tanya Joe sambil menatap sebal ke arah Rara. “Tidak apa-apa. Hanya saja, aku ingin pulang malam ini.” “Baiklah kalau itu maumu.”Joe menuruti keinginan Rara tanpa perdebatan kali ini. Sebenarnya, Rara lebih suka berada di rumah mertuanya, tetapi dia lelah harus terus ber
Sinar matahari mulai masuk dan membangunkan Rara dari tidurnya. Rara tersenyum menatap suaminya yang smasih tertidur pulas disampingnya. Dia tersenyum saat mengingat percakapannya dengan Joe semalam. Meskipun Joe belum mau mengakhiri hubungannya dengan Clay, setidaknya Rara tahu, Joe juga memikirkan Rara. Saat mulai beranjak untuk memasak, Rara melihat ponsel Joe yang berdering di atas nakas. [Sayang, kamu akan menjemputku untuk makan siang, kan?]Rara tersenyum miris membaca pesan masuk dari Clay itu. Sepertinya, ucapan Joe semalam tidak akan merubah apapun diantara mereka. Rara memilh mengabaikan pesan tersebut dan berjalan menuju dapur untuk membuat sarapan. “Kamu sudah bangun dari tadi?” Terdengar suara Joe yang sedang berjalan ke arah dapur. “Iya... Aku kan, harus memasak makanan untuk kita sarapan.” “Aku pergi mandi dulu, ya.”Mendengar ucaapan Joe, Rara hanya mengangguk dan tersenyum. Rara senang, karena hari ini Joe memulai percakapan santai dengannya untuk pertama
“Yang benar, Dok? Istri saya hamil?” “Benar, Pak. Usia kandungan Istri anda baru menginjak tiga minggu. Selamat, ya, Bapak dan Ibu,” dokter memberikan hasil pemeriksaan pada Joe dan Rara, “Karena ini adalah kehamilan pertama dan usia kandungan masih sangat muda, tolong lebih berhati-hati dan jangan sampai kelelahan, ya.” “Terimakasih banyak, Dok,” ucap Rara sembari tersenyum. Joe tampak sangat bahagia, dia segera memeluk Rara setelah keluar dari ruangan Dokter. “Terimakasih, Ra. Terimakasih karena kamu memberikan hadiah yang sangat berharga untukku,” ucap Joe yang masih memeluk Rara. “Joe...” Rara memanggil Joe lembut. “Hmm?” Joe melepas pelukannya dan menatap Rara sembari tersenyum. “Aku tidak akan lagi memintamu untuk meninggalkan Clay. Tapi, bisakah kamu setidaknya meluangkan lebih banyak waktu untukku?” “Tentu saja,” Joe tersenyum lembut dan membelai rambut Rara. Saat hendak pulang dari rumah sakit, Joe segera menelepon Mamanya dan memberi kabar bahwa Rara s