“Berarti memang benar selama ini kau ada main di belakangku?” Tangan Andika mengepal kuat, matanya menatap nyalang Kartika seakan ingin menelan perempuan itu hidup-hidup.
“Tidak seperti itu. Aku tak pernah mengkhianatimu, kamu tahu sendiri selama ini aku selalu mendukung dan melakukan apapun untukmu,” ralat Kartika dengan cepat.Andika mendorong tubuh Kartika sehingga membuat perempuan itu terjerembab ke lantai. Kemudian ia berjongkok supaya bisa mensejajarkan dengan perempuan tersebut.“Lantas, aroma siapa yang menempel di tubuhmu? Kalau bukan parfum lelaki lain?” Andika mencengkram pundak Kartika dengan kuat.Kartika terus meringis kesakitan, bahkan matanya sedari tadi berembun menahan air mata yang ingin keluar.“Tentu saja ini aroma Arel, karena aku membantunya untuk membereskan kamar,” jawab Kartika dengan terisak, tak kuat lagi ia menahan air mata.Andika terdiam, ia terlihat memikirkan sesuaCantika dibawa ke dalam ruangan, gadis itu terus berusaha melepaskan diri dari seseorang yang sedang menyeretnya masuk ke dalam salah satu ruangan. Namun, tentu saja Cantika kesulitan untuk melepaskan diri. Tubuhnya didorong ke atas kasur, barulah ia bisa terbebas dari orang tersebut.“Hei, kau siapa? Kenapa malah menyeretku kemari?” teriak Cantika dengan ekspresi wajah ketakutan, ia tak bisa melihat dalam gelap.“Jangan terlalu berteriak dengan kencang, karena suaranya akan terdengar sampai keluar!” tegur seorang lelaki yang tak asing di telinga.“Jeremy?” tebak Cantika.Lampu menyala saat Cantika menyebut nama dari asisten suaminya. Terlihat lelaki berkacamata itu merapikan penampilannya.“Benar, saya adalah Jeremy,” jawab Jeremy dengan datar.“Tapi kenapa kau malah membawaku masuk ke dalam ruangan seperti ini? Apa kau tahu betapa takutnya aku diseret oleh seseorang yang tak aku liha
Wajah Cantika langsung memucat, hatinya sudah sangat yakin kalau Arel mengetahui dirinya menguping. Sehingga ia tak mampu berkata apapun, hanya diam membisu dengan tubuh yang gemetar. Tak diduga oleh Cantika, Arel malah tertawa keras sampai membuatnya menjadi bingung.“Ternyata kau sangat polos, Cantika. Aku sedang menggodamu, tapi kau malah menanggapinya dengan serius,” terang Arel masih tertawa keras.Cantika mengerutkan dahinya, ia masih tidak mengerti maksud dari perkataan lelaki yang berada di depan ini.Arel berdehem beberapa kali, walau pun masih ingin tertawa, tetapi ia melihat wajah Cantika yang sedang kebingungan. “Kau jangan terlalu menganggapnya serius, karena aku hanya bercanda saja,” ucap Arel dengan raut wajahnya yang sudah tenang. Namun, menurut Cantika kalau lelaki yang berada di depannya ini tidaklah sedang bercanda. Hanya saja, ia terpaksa menuruti apa yang diinginkan Arel, yait
Akhirnya balasan pesan yang ditunggu dari tadi oleh Cantika sudah masuk, ya tak sabar membuka untuk melihat isi pesan itu. [ Jangan lakukan itu, terlalu berbahaya. Karena Anda tak mungkin bisa masuk ke dalam kamar mereka, ]“Ternyata dia mengkhawatirkanku, tapi aku harus membuat dia mengerti. Karena kalau sampai rencana dari Kartika dan Arel, mungkin aku sekaligus ayah tak akan bisa selamat dari kedua orang itu. Semua ini murni aku lakukan untuk kami berdua, bukan untuk menjadi istri yang baik.” Cantika memegang erat ponsel di tangannya.Karena menurutnya dirinya sendiri sekaligus sang ayah lah yang paling penting di dunia ini. Kalau misalkan Andika dibunuh, pasti kemungkinan ia pun akan mengalami yang sama.Sebab, ia mengetahui rahasia dari Kartika dan Arel. Tak mungkin mereka berdua akan membiarkannya tetap hidup, lambat laun ayahnya di rumah sakit pun akan menyusul dirinya.Atau bisa saja sang ayah lah yang di
“Karena aku akan ikut menunggu untuk menemanimu di sini. Supaya kau tidak bosan.”Arel menutup pintu mobil secara perlahan, ia duduk berjongkok di pinggir jalan.Cantika mendesah, tak tahu harus berbuat apa. Karena ia tak memesan taksi sama sekali, sehingga mau tak mau dirinya memesannya sekarang. Dilihat dari gelagat Arel, lelaki itu tak akan pergi kalau dirinya tidak pergi lebih dulu.“Lama sekali taksinya, apa kau yakin sudah memesan?” sindir Arel, ia tersenyum sangat hangat.Entah kenapa melihat Ariel tersenyum dengan hangat seperti itu membuat Cantika yakin, kalau lelaki tersebut sekarang sedang memastikan apakah memang benar ia akan pergi.“Em, aku tak tahu kenapa taksi ini terlambat datang.” Cantika mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia bahkan menjaga jarak dari Arel.Lelah sudah ia menunggu, tetapi saat memandang ke arah depan terlihat taksi mendekat ke arah mereka. Cantika tampak sangat senang sekali.
"Kau harus memberikan aku keturunan dalam kurun waktu satu tahun. Kalau kau tidak bisa, maka akan dipastikan ayahmu tak akan mendapatkan perawatan lagi!" Lelaki tampan itu mencengkram rahang seorang gadis muda. Gadis itu meringis kesakitan dengan apa yang lelaki tersebut lakukan. "Kalau Anda menghentikan perawatan kepada ayah saya, maka ayah saya tidak akan bertahan!" "Ya, memang benar ayahmu tidak akan bertahan. Untuk itu, kau harus secepat mungkin memberikan aku keturunan atau ayahmu akan mati." Lelaki itu mendorong gadis muda tersebut sehingga jatuh ke lantai. Lantas keluar dari kamar pengantin yang sudah dipersiapkan. Seharusnya ini malam membahagiakan, tetapi justru menjadi sebuah neraka bagi gadis muda yang bernama Cantika Putri Sari. “Ya, Tuhan ….” Lirih gadis itu meringis ketika merasakan perih pada telapak tangannya. Belum lagi gaun pengantin yang dirancang oleh desainer ternama itu harus robek oleh perbuatan sang suami, yang baru saja menikahinya dalam hitungan jam.
Tubuh Cantika menggigil, tak sanggup menahan rasa sakit yang menyayat bagian bawahnya. "Ugh, Tuan! Pe-pelan-pelan, sakit!" jerit gadis muda itu. Namun lelaki bertubuh besar itu, Andika, seakan tak peduli pada gadis kecil yang terus menderita. Mata Andika terpancar keganasan saat ia terus memacu kekuatannya, tak peduli bahwa Cantika merasa kesakitan. Ia menemui puncak kepuasan seorang diri, sementara Cantika hanya bisa menangis, air mata tak henti-hentinya mengalir. Tampak jelas perbedaan kekuatan di antara keduanya. Setelah selesai, Andika menatap noda merah yang membasahi seprai putih dengan tatapan puas, seringai muncul di sudut bibirnya. "Ternyata kau masih perawan. Baguslah, aku jadi tidak terlalu rugi mengeluarkan banyak uang!" Tubuh mungil Cantika tak sanggup bertahan atas perlakuan kasar dari Andika, kesakitan dan ketakutannya semakin nyata. Di dalam hati Cantika merasa hancur, memar kebiruan menghiasi tubuhnya akibat cengkraman tangan besar sang suami. Namun, kekuatan un
Perempuan itu tidak mempedulikan permohonan dari gadis tersebut, Kartika terus berusaha menarik Cantika untuk mendekat kepadanya. Karena tubuh gadis itu kecil tentu saja dia kalah dengan tenaga perempuan tersebut, sehingga memilih pasrah apa pun yang akan dilakukan oleh Kartika kepadanya. Cantika memejamkan mata dengan jantung yang berdebar kencang, perasaannya menjadi tidak menentu membayangkan apa yang akan perempuan tersebut lakukan. Kening perempuan itu mengerut menatap gadis yang berada di depannya, sehingga membuat ia menyentak tangan Cantika dengan kasar. "Sudah selesai, cepat kau keluar sekarang kerjakan semua pekerjaanmu! Aku tidak ingin kalau ada sedikit pun debu yang menempel di rumahku ini, camkan itu!" gertak Kartika dengan wajah merah padam. Gadis itu berjalan keluar dengan tertatih-tatih, terlihat sulit sekali melangkahkan kakinya. Membuat Kartika menjadi mencebik, lantaran cemburu. "Bilangnya tidak suka, tapi setiap tubuhnya penuh dengan tanda merah!" gerut
“Apa kau tidak bisa melakukannya dengan perlahan saja?” Rahang Andika mengeras, matanya terbelalak dan pipinya memerah akibat rasa malu yang menyelimuti dirinya. Pakaian mahalnya kini bernoda kopi panas yang tumpah akibat ketidakhati-hatian pelayan baru, Cantika. “Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja karena ada sesuatu yang membuat saya terjatuh,” ucap Cantika lirih, sambil melirik sekilas ke arah Kartika. “Kenapa kau menatapku seperti itu?" ujar Kartika, mendelik penuh amarah. Alisnya menyatu, dan bola matanya memancarkan api kemarahan. "seorang pelayan rendahan beraninya menatap nyonya rumah sepertiku! Apa kau ingin menuduhku melakukan hal hina seperti itu?” Wajahnya merah padam sekaligus merasa bersalah karena di sini, salahnya sendiri yang menyebabkan kesalahan. Cantika menundukkan kepala, menggigit bibir bawahnya untuk menahan emosi yang memuncak, merasa ditekan oleh tatapan tajam suaminya yang membuatnya ingin menangis. “Saya tidak bermaksud menuduh Anda, hanya saja kaki saya