Seorang pria baruh baya tampak berdiri dan menunduk hormat begitu Arsen dan Airina tiab di hadapannya.“Silakan duduk!” ucap Arsen pada tamunya itu.“Terima kasih, Tuan.”Setelahnya, Arsen membicarakan tentang konsep dekorasi ulang apartemen. Airina sebenarnya mendengarkan hal tersebut. Sesekali, ia ingin menimpali. Tapi, ia tersadar, apa haknya atas apartemen Arsen?Jadi, Airina memutuskan menatap sekeliling interior ruangan Arsen. Cukup lama percakapan itu terjadi, Airina pun teringat butiknya. “Arsen, maaf aku harus kembali ke butik,” bisiknya lirih.Arsen sontak menatap wanita itu, lalu mengangguk pelan. Melihat itu, Airina beranjak meninggalkan ruang tamu. Hanya saja, ia tak menyadari kakinya akan tersandung kaki kanan Arsen, hingga membuatnya hampir.Untungnya, Arsen berhasil merengkuh Airina dan mendudukkannya di atas paha pria itu. Deg!Degup jantung keduanya menjaadi tidak beraturan. Keduanya saling menatap intens.“Ekhm!” Pria paruh baya itu berdeham menyadarkan kedua
"Musuh?" ulang Ariana Ia sontak teringat mantan kekasih dan sahabatnya, Namun, ia segera menggelengkan kepala. Rasanya, tak mungkin mantan kekasih dan sahabatnya itu memiliki uang untuk melakukan ini semua. Toh, Airina tak pernah menghubungi keduanya lagi sejak hari pengkhianatan itu.“Aku tak tahu. Apa mungkin ini ulah iseng yang iri dengan pencapaian butik ini?" ucap Airina kembali, lalu hanya bisa duduk menatap ke luar. Namun, tiba-tiba, ia teringat sebuah nama. Pemberitaan ini seolah menyudutkan Airina dan membuat masyarakat bersimpati pada.... “Apa ini perbuatan Nona Gemma?” ucapnya mendadak. Arsen menaikkan sebelah alisnya dan mengingat kejadian akhir-akhir ini. “Sepertinya begitu, tetapi kita perlu bukti untuk mencengkramnya. Untuk mengendalikan situasi, aku akan mengadakan konferensi pers segera." Aura kemarahan terlihat dari pria yang biasanya sabar itu. Airina sontak bergidik ngeri. Seketika, ia merasa khawatir dengan nasib para wartawan yang mungkin hanya bekerja
"Arsen, jangan terbawa emosi ...." Airina mengusap pelan pundak Arsen dengan lembut. Lelaki di sampingnya itu menatap lekat ke arahnya, ulasan senyum Airina berhasil meredakan emosinya. "Aku akan mengatur makan malam bersama Gemma segera!" ujarnya. Airina mengangguk, "Terima kasih, Arsen!" "Apa pun akan aku usahakan untukmu, Airina. Katakan padaku apa pun yang kau inginkan!" tutur Arsen dengan lembut. Airina merasa pipinya kini sedang merona seperti kepiting, suami kontraknya ini selalu berhasil membuat dirinya tersanjung. "Apa ada hal lain yang ingin kamu katakan padaku?" tanya Arsen mencairkan suasana. "Tidak ada, terima kasih. Em, a-aku akan memasak untukmu sebagai tanda terima kasih," ucap Airina dengan antusias. Arsen mengulas senyum tipis, hatinya merasa hangat dengan kehadiran Airina. "Hahaha, lakukan apapun yang membuatmu nyaman di sini!" Ucap Arsen dengan memberikan tatapan intens pada Airina.Jari telunjuknya itu dengan sengaja menyentuh dagu Airina, mata keduanya
"Mau? mau apa?" tanya Airina berulang. Alih-alih menjawab pertanyaan. Arsen malah menyibakkan rambut Airina yang tergerai, membuat tubuh Airina kaku seketika. "Arsen, aku khawatir," lirih Airina. Kini mata teduh itu menatap lekat ke arah manik mata Airina. "Khawatir tentang apa? Apa kamu takut sesuatu? atau ada hal yang membuat kamu tidak nyaman? katakan saja!" berondong tanya Arsen seperti seorang suami pada istrinya. "Aku takut jika ... Nona Gemma bukan pelaku teror ini, lalu siapa-" Ucapan Airina terhenti, Arsen kini merangkul pundak Airina. mengusap pelan puncak kepala wanita itu dalam dekapannya. Tanpa banyak kata dan basa-basi, "Airina, jangan mengkhawatirkan hal-hal kecil seperti itu. Aku berjanji akan menemukan pelaku teror itu, tenanglah!" ucapnya. "Aku ini Tuan Muda Pinault, semua hal yang menggangu ketenanganmu akan aku cari sumbernya sampai akar!" tambahnya tegas. Airina seolah dihantam kenyataan, benar! Arsen bisa melakukan apa pun jika dia mau. Apalagi hanya pel
Seorang pelayan datang membawa pesanan Arsen, membuat percakapan keduanya sempat terhenti. "Permisi, Tuan. Pesanannya." Pelayan itu hanya meletakkan segelas capuccino dan melenggang begitu saja. "Sebenarnya ada apa, Darl? apa yang ingin kamu tanyakan padaku?" berondong tanya dari Gemma. "Jika kamu bertanya, bagaimana perasaan aku padamu ... perasaan ini tidak akan berubah sampai kapan pun," tambahnya. Mendengar ucapan Gemma, kepala Arsen terasa sakit! "Bukan itu, Gemma. Apa kamu adalah dalang di balik berita hoax dan teror pada istriku?" tanya Arsen dengan mengintimidasi. Gemma terhenyak! "Em, Arsen! Aku pamit ke toilet dulu," ucapnya melenggang begitu saja. Tangan Arsen dengan sigap meraih lengan Gemma yang hendak pergi. "Jangan mencoba kabur dariku, Gemma Dassault!" tegas Arsen. Rahang laki-laki itu mengeras, ingin rasanya menerkam Gemma saat itu juga. "A-Arsen, aku hanya ke toilet. A-aku juga tidak berniat kabur darimu, sungguh!" ucapnya tergagap. "Aku katakan sekali l
"Apa kamu menyetujui permintaan, Gemma? dan ...," ucapan Airina terhenti. Telapak tangan Arsen membungkam mulut Airina begitu saja. Lelaki itu tersenyum tipis padanya. "Diam dulu, aku belum selesai berbicara." Arsen menarik telapak tangan Airina, menggenggamnya dengan erat. "Aku menampar Gemma saat itu juga, aku tidak suka dia mengatakan hal yang menjijikkan tentang kamu," jelasnya. "Sejauh ini, harusnya dia sadar atas apa yang sudah dia perbuat. Perlahan aku akan mengurangi suntikan dana untuk keluarga Dassault," tambahnya tegas. Airina terdiam sejenak mendengar penjelasan Arsen. Ia masih tidak bisa berkata-kata kali ini."Airina, kamu tidak apa-apa?" tanya Arsen panik. "Aku baik-baik saja, Arsen. Apa yang akan terjadi jika kamu mengurangi suntikan dana untuk keluarga Dassault?" tanya Airina dengan sedikit mendongak. "Perlahan mereka akan bangkrut," ucap Arsen dengan satu ulasan senyum. Airina menganga, akan banyak karyawan kehilangan pekerjaannya! pikirnya. "Kamu tidak perl
"Diam!" teriak Arsen. Beberapa karyawan yang baru saja saling berbisik itu terdiam. "Bulan ini bonus kalian ditambah!" ucap Arsen lantang. Airina menoleh secara tiba-tiba, suami kontraknya memang sangat aneh dan unik. "Bagaimana bisa semudah itu?" tanya Airina. "Doakan kami agar langgeng, kerja saja jangan bergosip!" peringatnya. "Kamu berlebihan, Arsen!" peringat Airina. Arsen hanya memberikan isyarat tangan, meminta Airina masuk ke mobil. **** Setibanya di restoran, Arsen memesan beberapa makanan. "Kamu tau, Airina?" tanya Arsen. "Tau apa?" Airina berbalik bertanya, dengan tatapan Arsen yang intens. Ia merasakan akan ada hal yang dibuat suami kontaknya. "Kamu sangat cantik, aku rasa masakan di restoran ini kalah dengan masakanmu. Jadi ... apa aku boleh meminta kamu untuk masak malam ini?" Dengan satu tangan menopang dagu, tatapan intens Arsen berhasil membuat Airina malu-malu. Pipinya merona begitu mendengar ucapan Arsen. "Tidak perlu basa-basi, bilang saja kamu mau m
"Deal!" tegasnya. "Baik, Nona. Kami akan melaksanakan tugas sebaik-baiknya," ucap pria berperawakan besar itu. Gemma hanya mengangguk dan mengulas senyum tipis. Kini ia merasa lebih lega karena rencananya berjalan sesuai harapan. "Jika aku tidak bisa kembali denganmu, aku tidak akan membiarkan wanita itu nyaman ada di sisimu!" gumam Gemma lirih. "Nona, saya rasa pertemuan ini cukup sampai di sini, kami pamit undur diri," pamitnya. "Ya, laksanakan tugas dengan baik, separuh dari imbalan yang kau minta sudah aku kirim!" titah Gemma tegas. Laki-laki itu hanya mengacungkan jempol dan melenggang pergi begitu saja. Hanya Gemma yang masih menikmati keberhasilannya, "Tidak ada yang boleh memilikimu selain aku, Arsen!" ucapnya. "Permisi, Nona. Tuan meminta Anda untuk segera pulang dan menemunya," ucap sopir pribadi Gemma. "Ya." Gemma melenggang pergi begitu saja. **** "Huh, aku sangat gugup!" gumam Airina lirih. Pagi-pagi buta ia sudah bersiap untuk pergi mengisi webinar. Ia masih