Share

BAB 8 Sebuah Rencana Jahat

Sebuah Rencana Jahat

Nyonya Sisca terlihat mengangkat beberapa piring dan gelas kotor, meletakkannya di tempat cucian piring yang di sana sudah terdapat beberapa piring kotor yang sepertinya adalah bekas piring makan tadi pagi.

"Lalu siapa yang membersihkan semua ini ibu?" tanya Ayra.

"Hmmm, saya dan Ardian, dia cukup ahli untuk urusan seperti ini. Dia sangat menjaga kebersihan dan selama satu minggu ini terpaksa dia yang harus membantu pekerjaan rumah,"

"Ibu, biar saya saja yang membersihkannya," ucap Ayra yang melihat nyonya Sisca bersiap membersihkan piring kotor tersebut. Nyonya Sisca menjawab ucapan Ayra dengan senyum kelegaan, ternyata Ayra cukup bisa membantu, padahal itu adalah pertemuan pertama mereka.

"Kamu tidak keberatan?" tanya nyonya Sisca.

"Tidak ibu, ini bukan masalah besar," ucap Sisca yang bersiap dengan sarung tangan panjang berwarna merah muda, yang digunakan khusus untuk mencuci piring.

Tangannya begitu terampil dan cekatan dalam mencuci semua piring piring kotor tersebut. Nyonya Sisca terpukau dengan pekerjaan Ayra, gadis ini tidak hanya cukup cantik, namun benar benar terampil dalam mengerjakan pekerjaan rumah, cocok seperti apa yang mereka inginkan.

***

Nyonya Sisca dan Ayra selesai dengan piring kotor mereka, lalu berjalan ke ruang tengah untuk bergabung dengan anggota keluarga yang lain. Terdengar Ardian tertawa bersama ayahnya, sepertinya ada cerita seru yang baru saja diceritakan oleh pak Herlambang kepada kedua anaknya.

"Ayra, kamu sudah selesai membantu ibu, kamu tidak seharusnya membantunya, kamu tamu di sini," ucap ayah Ardian.

"Tidak apa apa ayah," ucap Ayra seraya duduk di kursi kosong yang berada di sebelah Ardian, sofa berwarna merah tua yang ditata memanjang, menghadap ke arah televisi berukuran besar.

"Ayah senang kalian bisa sedekat ini, bagaimana jika kita percepat pernikahan kalian?" tanya pak besar Herlambang.

"Semua terserah Ayra, aku tidak masalah ayah," ucap Ardian.

"Tapi sebelumnya, ada yang perlu ayah sampaikan, Ayra apa kamu bersedia menjadi istri Ardian? jika kamu bersedia, ayah berharap Ardian menikah dengan wanita yang bisa menjadi istri seutuhnya," ucap Ayah Ardian yang sepertinya terlalu langsung pada pokok pembicaraan.

"Menjadi istri seutuhnya? Saya tidak mengerti pak, eh ayah," ucap Ayra gugup.

"Menjadi istri seutuhnya, berada di rumah, menyiapkan semua kebutuhan suami, mengurusnya sebaik mungkin dan segala hal yang menjadi tugas seorang istri," ucap pak Herlambang. Mendengar hal itu Ayra terlihat diam, bingung dengan apa yang harus diucapkan.

"A-ayah, sebelumnya saya minta maaf, saya memiliki orang tua yang masih harus menerima nafkah dari saya, karena saya adalah anak satu satunya," ucap Ayra menjelaskan.

"Berapa yang kamu kirim untuk orang tuamu setiap bulannya?" tanya pak Herlambang.

"Se-sekitar Lima juta rupiah ayah," ucap Ayra sedikit gugup.

"Baiklah, ayah akan mengirimkan sepuluh juta setiap bulannya untuk ayah dan ibumu, kamu tidak perlu bekerja lagi, jadilah menantu di rumah ini," ucap pak Herlambang.

"Bagaimana Ayra, kamu bersedia, jika kamu menolak sampaikan saja, kalian bisa menjadi teman, belum jodoh untuk menjadi pasangan hidup," ucap nyonya Sisca yang seolah tidak memberi waktu Ayra untuk berpikir.

“Lagipula menjadi dokter itu pekerjaan yang cukup berat, kamu harus mengurus pasien tanpa kenal waktu. Apa jadinya suamimu nanti? Apa kamu yakin dia akan terurus dengan baik?” ucap nyonya Sisca seolah menyindir.

“Ta-tapi, i-ibu, saya baru saja menyelesaikan program co-as, saya baru akan memulai karir saya,” ucap Ayra lirih.

“Halah, kamu ini, apa enaknya bekerja, kamu cukup menjadi istri, duduk manis di rumah, suamimu yang akan bekerja,” ucap nyonya Sisca.

“Itu adalah sesuatu yang diimpikan banyak orang,” lanjut nyonya Sisca dengan pandangan serius.

"Aku rasa itu tidak berat, kamu cukup menjadi istri dan juga kakakku," ucap Rose.

Aira masih terdiam, dia seolah terintimidasi, dia sendiri, mempertimbangkan segala hal dengan cepat, tanpa memiliki waktu untuk berdiskusi.

"Sudahlah ibu, mungkin Ayra masih ingin bekerja, kita tidak boleh membebaninya dengan permintaan yang mungkin cukup berat seperti itu, mungkin mereka belum jodoh," ucap Ardian seraya melirik ke arah Ayra.

Ayra menghela nafas panjang. Dia coba menggali dengan cepat di dalam pikirannya. Apa benar dia mencintai Ardian? Dan apa benar Ardian adalah jodoh terbaik yang dikirimkan Tuhan untuknya?

"Sa-saya sangat berterima kasih ayah sudah mau memikirkan orang tua saya, ta-tapi," ucap Ayra terhenti.

"Tapi apa Ayra, apa itu kurang?" tanya nyonya Sisca.

"Bu-bukan ibu, itu sudah lebih dari cukup, saya hanya tidak ingin menjadi beban," ucap Ayra lirih.

"Beban?" ucap Rose lalu setelahnya dia terdengar tertawa dengan begitu lepasnya.

"Ayra, kamu tau, kamu sedang bicara dengan Herlambang Mahendra, pemilik Abadi Group, presdir rumah sakit Abadi sehat juga perusahaan lainnya, perusahaan yang merupakan perusahaan ternama di Jakarta," ucap Rose.

"Itu bukan masalah besar, justru jika kamu masih bekerja, apa yang orang orang pikirkan, menantu Herlambang Mahendra bekerja di tempat yang berada di bawah kekuasaan Abadi Group, aneh sekali," ucap Rose menyampaikan pendapatnya.

“Lagipula kamu bisa menjadi dokter untuk keluargamu sendiri,” lanjut Rose.

“Kamu bias mempersiapkan diri untuk menjadi ibu, apa kamu tidak akan memiliki anak dengan kakakku? Ibu dan ayah anti pengasuh,” ucap Rose yakin.

"Apa yang Rose sampaikan itu benar sekali Ayra, bagaimana, Kamu setuju untuk segera melangsungkan pernikahan? Kamu tidak perlu repot repot memikirkan mengenai pernikahan, semuanya akan ibu urus, kamu tinggal beritahu orang tuamu, bawa mereka ke Jakarta, semuanya akan beres dengan sempurna," ucap nyonya Sisca.

Ayra semakin tersudut. Dia tidak bisa memungkiri, benih cinta itu ada, dia tidak ingin membuat orang yang ingin menikahinya terluka. Memang bukan penolakan, namun bisa jadi ini akan dianggap sebagai penolakan.

Ayra menghela nafas panjang.

"Baiklah ibu, sebaik baiknya istri adalah yang menginguti apa yang menjadi kehendak suaminya, selama itu adalah hal baik, tidak ada alasan untuk menolak," ucap Ayra berusaha memahami setiap situasi.

Nyonya Sisca melihat kearah Ayra, lalu tersenyum.

"Baiklah, sepertinya keputusan yang benar telah diambil," ucap nyonya Sisca.

“Kita akan segera menyiapkan pernikahan besar, pernikahan paling megah tahun ini,” lanjut nyonya Sisca.

“Iya ibu, pernikahan yang tidak akan terlupakan,” ucap Rose dengan pandangan tajam, juga senyum yang menyimpan misteri.

Sejak hari itu, pertemuan pertama, mereka semua mulai sibuk menyiapkan pernikahan. Mungkin semua orang berfikir jika ini adalah awal yang baik bagi Ayra, menjadi menantu seorang miliarder kaya raya, hidup nyaman dengan geLimang harta, tidak perlu bekerja keras dan hanya menjadi seorang istri yang memiliki seutuhnya waktu untuk mengurus suaminya juga anak anaknya kelak.

Semua orang menganggap Ayra beruntung, gadis paling beruntung tahun ini. Cinderella nyata, yang benar benar hidup di dunia ini.

***

Di kediaman keluarga Herlambang, Rose terlihat bercakap dengan ibunya, nyonya Sisca.

"Ibu, sepuluh juta itu terlalu sedikit, pengasuh pribadi Loly saja mendapat gaji hampir sepuluh juta perbulan, belum lagi perawatnya yang rutin memeriksa kesehatannya dan belum lagi pembantu kita juga mendapat lebih dari Lima juta," ucap Rose pada ibunya ketika mereka berdiri bersebelahan setelah mengantar Ayra dan Ardian meninggalkan kediaman mereka.

"Kamu samakan Ayra dengan perawat dan pembantu? Wah kamu ini luar biasa," ucap nyonya Sisca dengan mata terbuka penuh.

"Ah ibu tidak perlu berlagak seperti itu, memang itu tujuan kita bukan? Mendapat pembantu gratis, sekaligus pengasuh gratis untuk Loly," ucap Rose sinis.

"Tapi dia akan menjadi istri kakakmu, dia akan mendapat lebih dari itu," ucap nyonya Sisca.

"Ibu menyukai Ayra?" tanya Rose menelisik.

“Aku lihat tadi ibu tersenyum padanya,” ucap Rose.

“Itu karena dia adalah seorang dokter, dia bisa menjadi dokter keluarga kita, merawat keluarga kita, juga mengurus rumah ini,” ucap nyonya Sisca.

“Jika ingin mencari pembantu atau pengurus rumah, kenapa itu tidak mencari pembantu lagi?” tanya Rose.

Nyonya Sisca terlihat mengeluarkan matanya pada Rose, melotot, kesal.

“Ibu sudah mengganti tiga pembantu dalam beberapa hari ini, apa tidak cukup?” ucap nyonya Sisca kesal.

“Ya, karena ibu menerapkan standar yang tinggi, ibu harus menurunkan standar ibu,” ucap Rose.

Rose terlihat menghela nafas.

“Apa ibu yakin wanita itu akan betah tinggal di rumah kita? Sepertinya dia datang bukan untuk menjadi menantu ibu, melainkan pembantu ibu,” ucap Rose.

"Jaga ucapanmu,” ucap nyonya Sisca kesal.

“Kita lihat saja nanti, apa dia akan bertahan, dia memiliki sifat baik," ucap nyonya Sisca seraya tersenyum sinis ke arah Ayra dan Ardian pergi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status