Leo sudah mendengar semua yang terjadi dengan adiknya, dengan perasaan cemas ia melaju membelah kota dengan kecepatan tinggi. Pikirannya kini hanya tentang Lea, tentang adiknya yang tak baik-baik saja setelah sang anak hilang.
Setibanya di tempat, sudah banyak anak buah Lio yang berkeliaran. Ia pun mengabaikannya, dengan berlari ia segera menuju lift tempat adiknya menginap.
Dan benar, setibanya disana ia melihat Toni yang tengah berbicara dengan seseorang lewat sambungan telepon.
“Tuan Leo, nona ada di dalam.”
“Ton, bagaimana dengan Lio?”
Toni menggelengkan kepalanya penuh sesal, hingga pagi menjelang ia masih tak bisa mendapatkan informasi tentang keberadaan tuannya itu.
Ia yang mendapat kabar malam itu segera bergerak dan memerintahkan seluruh anak buah untuk menyebar. Namun cara itupun tak membuahkan hasil apapun hingga pagi ini.
“Aku akan menemui adikku dulu, “ menepuk bahu Toni.
L
Brian terbangun dari tidurnya, bocah itu menatap sekeliling yang nampak asing dengan ingatannya. Dengan perlahan ia turun dari tumpukan kardus tempatnya terlelap semalam.Bocah yang belum mengerti situasi itu melangkah keluar dari ruangan, mengikuti gema suara yang tertangkap oleh telinganya.Pada awalnya ia menatap punggung lebar milik Lius, namun saat tubuh itu menyingkir ia lihat sosok yang begitu di rindukan.“Papapppapapapaaaaaa.”Mendengar itu Lius terperanjat kaget, ia segera berbalik dan menyadari jika bocah itu sudah berjalan menuju ke arahnya.Ingin sekali ia menahan tubuh itu, namun kakinya seakan tertahan dimana kini ia berpijak. Matanya terus menatap lekat langkah Brian, semakin dekat dengan sosok yang menjadi ayah dalam hidupnya.“Papapppapapapaaaaaa.”Sekali lagi Brian memanggil Lio yang masih memejamkan mata, kaki mungil itu semakin dekat hingga ia berhasil mengikis jarak.“Papapppa
Ikhsan masih saja tak bisa berhenti memikirkan Naila yang saat ini berada di rumah sakit, pikirannya terus saja menerawang jauh ke sana.Ia tak tenang, ia merasa keselamatan Naila selalu terancam jika tak berada di dalam panti.“Aku harus membawanya kembali.” Gumamnya.Ia pun nekat mengendarai mobil panti di malam hari, keluar menuju kota tempat Naila berada.Namun Ayu melihat saat mobil itu melaju, tapi ia tak tahu jika calon suaminya lah yang berada di dalamnya.“Siapa ya yang bawa mobil malam-malam begini?” ucapnya.Setiba nya di rumah sakit, dahi Ikhsan berkerut saat melihat banyaknya orang-orang berseragam hitam berkeliaran di setiap sudut rumah sakit.Ia merasa curiga, dan pikirannya segera mengarah pada Toni yang ia tahu bukan orang bisa itu.Ikhsan semakin yakin jika Toni bukan laki-laki baik seperti yang orang-orang lihat selama ini. Baginya, Toni tak lebih dari bahaya yang akan mengancam kesela
Panti menjadi heboh dengan kedatangan Naila, bahkan Abah sampai keluar dari kamarnya karena gaduh yang terjadi.“Ada apa ini?” tanya Abah.“Assalamualaikum, Abah.”“Waalaikum salam wr. wb.”“Astaghfirullahal ‘adziim. Apa yang sudah kamu lakukan ini Gus Ikhsan?” lanjutnya.Raut wajah Abah jelas penuh dengan kekecewaan, bukan hanya tentang kedatangan Naila namun dengan kondisi keduanya datang.“Letakkan tubuh yang bukan mukhrim mu itu ke sofa.” Perintahnya.Ikhsan tahu akan kesalahannya, namun ego nya membuatnya merasa apa yang dilakukan ini benar.Tak banyak kata, abah segera memerintahkan beberapa santi wati untuk menyadarkan Naila dan meminta Ikhsan menemuinya di ruangan.“Nai, bangun dong.”Terlihat salah seorang santri wati membuka botol minyak angina dan mengarahkannya ke hidung Naila.Ayu melihatnya, wanita itu bahkan melihat
Mereka menemukan lokasi yang dikirimkan Lea, tak hanya lokasi namun juga ponsel yang sengaja di buangnya.Leo menyimpan ponsel adiknya, melangkah maju bergerak bersama yang lain menembus padang ilalang.Sebuah tanda di keluarkan, semua orang menghentikan langkah kakinya. Menatap sekeliling dengan perasaan was-wasnya.“Ada apa?”“Yang di depan memberi tanda untuk berhenti. Sepertinya mereka menemukan tempatnya.” Jelas Toni paham.Leo hanya manggut-manggut, matanya terus mengawasi sekitar. Menatap curiga setiap tumbuhan ilalang yang bergerak searah angina.Terdengar suara langkah kaki mendekat, membuat semua orang waspada dan bersiap untuk menyerang.“Jangan gegabah,” ucap Toni penuh penekanan.Ia takut jika yang bergerak mendekat bukanlah musuh, melainkan tuannya atau bisa nona mudanya.Namun semua tebakan mereka salah, itu adalah anak buah yang sedari tadi memimpin jalan di depan.
Naila duduk di atas ranjangnya, tak bisa memejamkan mata dan terus merasa gelisah tak beralasan.Berkali-kali ia mencoba memejamkan mata, bahkan sampai menghitung domba yang biasanya digunakan untuk membangun dunia mimpi.Namun tak ada gunyanya, ia masih tak bisa memejamkan mata. Seakan matanya meminta dirinya untuk tetap terjaga.“Kenapa perasaanku secemas ini?” gumamnya.“Apa terjadi sesuatu dengan si om ya?”Semakin tak tenang saja dibuatnya. Ia berjalan mondar-mandir sudah seperti setrikaan londry.“Naila?”Panggilan itu menghentikan gerakan kakinya, matanya menatap sendu teman lama yang kini terasa asing baginya.“Ada apa?”Ayu masuk dan memilih duduk di pinggir ranjang Naila, tak lupa ia juga menutup pintu kamar.“Bagaimana keadaanmu?”“Tidak usah basa-basi, katakan apa maumu datang menemuiku malam-malam.”Naila menatap jau
Lisa datang bertepatan dengan mobil yang di kendarai Antonio juga datang, keduanya turun dari mobil dan berlari bersamaan menuju lokasi penyekapan.Dibawah bangunan sudah terlihat banyak anak buah Lio berjaga, mereka juga menyiapkan segala bentuk pertolongan pertama.Antonio menatap ke atas, matanya membulat saat melihat cucu nya ada di atas sana dengan posisi sangat berbahaya.“Cucuku,” gumamnya.Lisa menatap arah pandang Antonio, ia pun sama terkejutnya melihat bayi lucu itu lemas di ujung bangunan bersama sang suami tercinta.“Lius,” membekap mulutnya tak percaya.Lisa ingin naik menyusul semuanya, namun salah seorang anak buah mencekal tangannya dan menariknya kembali ke bawah.Pada mulanya Lisa marah dan tak terima, namun saat mendengar penjelasannya ia pun mengalah dan menunggu di bawah.Begitu juga dengan Antonio, ia tak bisa berbuat banyak. Nyawa anak juga cucunya sedang di pertaruhkan disini.
Sekar tak hentinya menangis, selama di perjalanan ia terus menggumamkan nama sang putra. Begitu juga dengan, Wilson.Mendengar apa yang terjadi kepada menantunya membuat hatinya terluka, terlebih apa yang menimpanya itu hanya karena ingin menyelamatkan sang cucu.“Begitu besar pengorbananmu, Nak. Ayah mohon bertahanlah, “ batinnya begitu sendu.Mobil berhenti di pelataran rumah sakit, Sekar bergegas turun diikuti yang lainnya. Mereka semua segera menuju ruang operasi.Melihat kedatangan istrinya, Antonio segera berdiri dan memeluknya. Leo yang juga melihat sang ayah segera berdiri membawa serta Brian dalam gendongannya.“Ayah,” sendu Leo. Wilson tahu apa yang kini tengah di rasakan sang putra, ia memeluk Leo untuk menguatkannya.“Harus kuat, adikmu butuh kita untuk bisa bangkit.” Bisiknya.Mata Lea terus menatap pintu di depannya, ia sangat berharap suaminya keluar dari sana lalu memeluknya dengan s
Sudah hampir satu bulan lamanya semenjak kasus penculikan Brian, namun masih tak ada tanda-tanda dari Lio untuk segera sadar.Selama itu pula Lea masih setia mendampingi suaminya, setiap hari ia selalu menghabiskan waktunya di rumah sakit.Brian juga tak ingin kalah dengan ibu nya, bocah yang sudah paham situasinya itu selalu merengek pada oma nya pergi menyusul sang ibu.Toni masih tak bisa melupakan apa yang telah menimpa tuannya, hal itu membuat api kemarahan tak pernah padam dalam hatin nya.Hingga saat ini ia masih ingin sekali membunuh, Lius dengan tangannya. Melihat kilat kebencian itu membuat, Antonio, tak bisa berbuat banyak. Ia sangat paham dengan amarah yang saat ini selalu menyelimuti hati Toni.Rania sudah kembali seperti biasa, berjalan dengan lancar tanpa bantuan dari kursi roda maupun tongkatnya.Hari ini, semua orang hendak berkumpul mengunjungi Lio. Tak ada yang ingin tertinggal dalam moment itu, termasuk Naila yang b