Tiga hari berlalu. "Aku membuat masalah. Aku membuat masalah."Elena terus mengulang kalimat itu beberapa kali sejak tiga hari terakhir ini. Dia merasa gelisah karena telah membuat kesalahpahaman pada Kathleen hingga wanita itu menjadi tidak nyaman dengannya. Jika seperti ini, dia tidak akan bisa berteman dengannya. Bahkan setelah kejadian di dapur waktu itu, Kathleen tidak mau mendekatinya. Wanita itu juga menolak bertemu beberapa kali. Kini yang bisa dilakukannya hanya menatap tanaman dan menyesali apa yang dilakukannya. Elena merasa sangat bosan. "Kapan Ezekiel kembali?"Di bawah pohon rindang dan beralaskan tikar, Elena memejamkan matanya. Dia mencoba untuk tidur siang dan menikmati waktunya bermalas-malasan, karena tentu tidak ada yang bisa dilakukannya. Namun tanpa sadar, Elena kini justru malah tertidur pulas. Dia tidak bisa menahan rasa kantuknya. Di sisi lain, tepatnya di dalam mobil yang menuju ke arah rumah, ada Darryl dan Ezekiel bersama sopir yang menjalankan kendaraann
"Tante! Tante habis dari mana? Iel nyariin Tante!"Sebuah suara penuh semangat terdengar saat Elena melangkah masuk ke dalam rumah, tepatnya ke ruang tengah. Dia terkejut ketika melihat di sana sudah ada Darryl dan Ezekiel. Di meja juga terdapat beberapa makanan ringan serta kotak yang cukup besar. Kapan sebenarnya mereka pulang? Kenapa dia tidak tahu? Dia sepertinya tertidur terlalu lama. Namun Elena merasa senang melihat Ezekiel kembali. Dia langsung mendekat anak itu dan ditarik duduk oleh Ezekiel. "Tante tadi di halaman belakang. Dari kapan kamu pulang, Ezekiel?""Dari tadi, Tante. Tante memangnya lagi apa di sana?""Hmm, tidur," ucapnya sambil meringis malu. "Dia hanya tahu bagaimana caranya bermalas-malasan, Ezekiel" celetuk Darryl yang tadi diabaikan Elena dan tidak dilirik. Dia menampilkan ekspresi kesal. "Apa? Apa kau sedang menyindirku?" Elena menoleh dan menatap Darryl dengan kesal. "Aku 'kan tidak bisa ke mana-mana.""Tidak apa-apa kok, Tante, tapi kalau mau tidur lagi,
Tok-tok-tok. "Ini aku. Elena.""Masuklah!"Elena membuka pintu ruang kerja Darryl dengan pelan dan gugup. Dia juga sebenarnya sedikit kesal karena harus datang ke sana malam ini, tapi dia tidak bisa mengabaikan perintah Darryl. Hingga terlihatlah tak jauh dari tempatnya berdiri, Darryl tengah duduk di mejanya dengan kacamata yang bertengger di hidungnya. Pria itu tampaknya sibuk bekerja sebelum kedatangannya. "Ada apa?""Kau datang juga. Kemarilah!"Elena mendekat dengan enggan. Dia menghembuskan napas kasar saat tiba di hadapan Darryl. Hingga tanpa banyak bicara, pria itu menarik pinggangnya dan mendudukkannya di paha. Elena harus berpegangan pada bahu Darryl karena terkejut akan apa yang dilakukan pria itu. "K-kenapa seperti ini? Aku tidak nyaman.""Diamlah."Elena tidak bergerak. Dia diam mengikuti instruksi Darryl, sampai pria itu mendekat. Sejenak Elena mengira Darryl akan melakukan sesuatu padanya, tapi pria itu menjauhkan dirinya beberapa menit kemudian dan menatapnya lekat.
"Ugh ...."Elena berkedip dan melenguh. Dia merasa terganggu saat merasakan kecupan di wajahnya. Seseorang membangunkannya dan saat dia membuka matanya, dia sangat terkejut karena orang itu ternyata adalah Darryl. Refleks, Elena menjauh. "K-kau, apa yang kau lakukan? Kenapa menciumku seperti itu?""Kau tidak mau bangun dan ini sudah pagi." Darryl tampak sedikit kaget, tapi dengan cepat mengubah ekspresinya menjadi santai. Dia juga langsung duduk di ranjangnya. Pagi ini, Darryl merasa segar. Dia puas telah melepas hasratnya pada Elena. Walau itu hanya sementara. "Aku akan mandi lebih dulu. Siapkan pakaianku.""Aku bukan istrimu!" Elena menatap kesal Darryl yang melenggang di hadapannya tanpa pakaian. Pria itu benar-benar seenaknya. "Siapa yang menganggapmu istriku? Kau pelayanku. Siapkan. Jika tidak, aku akan menghukummu lagi seperti semalam.""Sial, kau mengancamku!"Elena menggeram. Dia merasa kesal, tapi dia yang tidak mau melayani Darryl lagi, dengan sangat terpaksa turun dari ran
"Ezekiel, kamu sudah bisa menulis 'kan? Coba kamu tulis nama Tante. Tante mau lihat." Elena tersenyum dan menatap Ezekiel penuh minat. Anak itu sedang belajar sendiri sekarang karena tidak ada jadwal Siena. "Menulis nama Tante? Ok, Iel bisa!"Ezekiel tersenyum semangat dan langsung melakukan apa yang diinginkan Elena. Dia mulai menulis nama Elena dengan serius. Tulisannya tentu tidak terlalu bagus, tapi dapat dipahami dengan jelas. "Wah, kamu hebat. Pintar sekali, Sayang," puji Elena saat Ezekiel memperlihatkan hasilnya. Dia langsung mengusap puncak kepala anak itu yang kesenangan. "Iel akan lebih pintar dari Ayah. Kalau sudah besar, Iel janji akan jaga Tante.""Ya, Ezekiel, Tante menantikan itu."Elena mengangkat alisnya dan melihat Ezekiel kembali sibuk. Dia memperhatikan sambil sesekali mengajari anak itu ketika salah menulis huruf. Sampai saat mereka terlalu sibuk, suara langkah kaki tak lagi didengar. Elena juga tidak sadar karena pandangannya hanya tertuju pada Ezekiel. "Apa
Sore harinya.... Elena baru saja selesai memandikan Ezekiel dan menemaninya menonton televisi di ruang tengah, ketika suara mobil berhenti di depan rumah. Suara mobil yang sangat Elena kenali dan berhasil membuat perhatiannya teralihkan. Itu Darryl. Pria itu sepertinya sudah pulang. Elena tanpa sadar berdiri. "Mau ke mana, Tante?" Ezekiel spontan menggenggam tangan Elena. Dia menatap penasaran ketika wanita itu berdiri. "Eh, itu ... Ayahmu pulang, Ezekiel." "Terus? Tante mau lihat Ayah? Mau apa?"Deg. Elena berkedip. Dia kemudian tersadar seketika setelah mendengar pertanyaan Ezekiel. Iya juga, untuk apa memangnya dia menemui Darryl? Menyambutnya? Tidak, dia bukan istrinya. Elena mendadak bingung sendiri dengan dirinya. Dia hanya bisa meringis, sampai akhirnya kembali duduk. Namun tak lama kemudian, terdengar suara percakapan. Suaranya semakin mendekat sampai Elena pun menoleh dan melihat Darryl dengan Kathleen berjalan ke arah mereka. Elena tidak tahu bagaimana Kathleen tiba-ti
"Hah, sial, bagaimana bisa kau langsung tidur setelah melakukannya?"Darryl mengumpat saat melihat Elena yang kini malah tidur dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Sebentar lagi waktunya makan malam, tapi Darryl merasa ragu untuk membangunkan Elena yang kelelahan setelah melayaninya beberapa kali. Dia yang sudah mandi pun hanya bisa menatap wanita itu dengan lekat dan sesekali menghela napas. Aneh, Darryl merasa bingung untuk sesaat ketika dia menatap lekat wanita itu. Rasa ketidaksukaannya pada Elena telah berkurang banyak. Dia juga tidak terganggu sama sekali dengan wanita itu, justru Darryl merasa nyaman saat di dekat Elena. Apa yang terjadi dengannya? Ini seperti bukan dirinya. Elena juga mengganggu pikirannya sepanjang malam, bahkan saat dia bekerja sekali pun. "Kenapa aku tertarik padamu? Apa yang kau lakukan padaku?" Darryl menyentuh rambut lembut Elena. Dia mencium aromanya dan menatap wanita itu. Entah bagaimana, rasanya Darryl tidak bisa mengabaikan keberadaan
'Kayleen.'Darryl menatap kuburan istrinya dan meletakkan buket bunga kesukaan istrinya di atasnya. Dia menatap sedih kuburan tersebut. Rasa rindu dirasakannya. Sudah lama dia tidak ke sana dan baru bisa menemuinya sekarang, bersama Kathleen dan sang anak tentunya. Darryl melirik Ezekiel dan meminta anaknya itu mendekat melalui gerakan tangan. "Ezekiel, ini tempat Bundamu istirahat.""Bunda di sini?" tanya Ezekiel dengan polos pada kurang di depannya. "Iya. Kamu bisa menyampaikan apa yang ingin kamu sampaikan."Ezekiel menatap lekat Darryl dan tampak berbinar senang. Hingga dia mendekat dan mulai berceloteh. "Bunda, Bunda apa kabar? Iel kangen banget sama Bunda. Sekarang Ayah ajak Iel ke sini. Iel seneng banget, Bun, akhirnya Iel bisa ketemu Bunda lagi."Darryl tersenyum diam-diam dan mendengarkan anaknya curhat. Dia senang karena Ezekiel bukan anak cengeng yang tidak menerima kematian orang tuanya. Anaknya cukup dewasa untuk tahu kalau ibunya sudah tidak bisa bersama mereka lagi.