"Kau menyukainya?"Elena berkedip. Dia menatap takjub taman bunga yang ada di depan matanya. Sesuai janji, Darryl membawanya keluar dari villa itu dan pergi ke area taman. Tempat yang berada tak jauh dari rumah. Ini sungguh menyenangkan. Bagi Elena yang baru keluar, ini tempat yang bagus. Walau dia sendiri merasa aneh karena tidak ada siapa pun selain mereka di sana. Seolah ini adalah kencan mereka. "Tidak buruk," jawab Elena sambil melirik Darryl. Dia melihat pria itu tersenyum dan memegang tangannya. "Aku senang kau mengatakan itu."Elena tidak tahu apa yang dipikirkan Darryl sekarang, tapi dia mengikuti pria itu yang membawanya menuju sebuah tempat, tepatnya ke dekat sebuah sungai di bawah pohon rindang. Darryl menggelar tikar dan meletakkan makanan yang dibawanya dalam keranjang di sana. Sedangkan Elena hanya mengikutinya. "Aku tidak mengerti kenapa kau membawaku ke tempat ini. Sebenarnya tempat apa ini? Kenapa hanya ada kita?" Elena memerhatikan Darryl dengan lekat dan menunggu
"Jangan meminta melakukannya di luar lagi, Darryl! Bagaimana jika ada yang melihatnya?"Elena membenarkan pakaiannya kembali setelah dia dan Darryl melakukan aktivitas panas di bawah pohon. Elena merasa kesal karena Darryl tidak bisa menahan nafsunya saat seharusnya mereka menikmati keindahan ini. Bahkan sekarang, Darryl justru tersenyum puas dan tetap membiarkan beberapa kancing kemejanya terbuka. Memamerkan bulu dada dan otot tubuhnya. "Tapi bukannya kau juga mengerang paling keras? Kau suka saat aku menusukmu.""Tapi tidak di tempat umum juga!" Wajah Elena memerah. Dia duduk di dekat pria itu sambil merapikan rambutnya. Namun Darryl langsung menarik pinggangnya hingga dia mendekat. Elena melotot dan menoleh. Dia hendak protes, tapi Darryl menyuapkan buah anggur ke mulutnya. "Jangan marah. Tidak ada siapa pun yang akan datang ke wilayahku."Elena mengunyah anggur itu dengan sebal. Dia memilih untuk menyantap makan siangnya. Membuka keranjang dan mengambil sandwich, lalu memakannya
"Elena, apa yang kau pikirkan?" tanya Darryl ketika melihat Elena tampak diam. Wanita itu melamun setelah bertanya soal keluarganya. Elena hanya terlihat sesekali menyantap makanannya. "Makanannya bisa dingin.""Ah, maaf, aku tidak memikirkan apa-apa."Elena meringis dan menyantap makanan kembali. Dia mencoba untuk tetap tenang, walau sekarang dirinya juga tidak bisa tenang. Elena memikirkan soal bagaimana hidupnya nanti bersama Darryl. "Tapi wajahmu terlihat jelas seperti kau memikirkan sesuatu. Elena, tenang saja, tidak akan ada yang tidak setuju jika kau jadi istriku. Jadi jangan berpikir apa pun."Elena terdiam. Dia menatap Darryl dengan pandangan penasaran. Pria itu seperti menyadari kegelisahannya. "Ngomong-ngomong, boleh aku bertanya tentang mantan istrimu?"Darryl terkejut. Dia terdiam saat mendengar pertanyaan Elena yang tiba-tiba. Dia merasa sedikit enggan saat harus membahas soal mantan istrinya. Walau tidak masalah jika Elena ingin tahu. "Apa? Kau bisa bertanya.""Kau sang
"Tante!"Teriakan Ezekiel melengking keras. Menyapa Elena yang baru turun dari mobil. Pelukan pun didapatnya dan Elena hanya tersenyum. Dia juga membalas pelukan tersebut tak kalah semangat sembari menunduk dan mengecup pipi Ezekiel."Sayang, Tante kangen kamu.""Iel juga!" Ezekiel tersenyum senang. Dia tampak puas melihat Elena tidak lagi murung. Ucapan ayahnya ternyata benar. "Jadi gimana Dedenya? Udah jadi belum?""Eh." Elena melepaskan pelukan Ezekiel dan menatap bocah itu yang tampak sangat antusias. "Itu—""Tidak secepat itu, Ezekiel. Butuh waktu sembilan bulan untuk Elena punya anak. Kemarilah sama Tante!" Kathleen mendekat dan menarik Ezekiel agar menjauh dari Elena. Dia tersenyum ramah pada wanita itu ketika mereka bertatapan, lalu matanya beralih pada Darryl. "Kak, apa kau mau minum sesuatu? Atau kalian lapar? Aku akan membuatkannya.""Aku ingin minuman segar," jawab Darryl sambil mengeluarkan koper kecilnya."Baiklah, ayo, Ezekiel ke dalam!" ajak Kathleen pada Ezekiel. Dia
"Ezekiel, coba kamu kerjakan PR-mu. Jangan main terus, ya, Sayang. Besok 'kan Bu Guru Siena akan datang."Elena menegur Ezekiel yang saat ini tampak sedang asyik bermain gadget, tepatnya memainkan permainan anak. Sudah hampir satu jam lamanya, mereka menghabiskan waktu di ruang bermain dan Elena menemaninya. Namun Ezekiel tampak mengabaikan Elena dan sibuk dengan bermain dengan gadget hingga Elena menjadi kesal melihatnya. "Ezekiel ...."Elena memanggil Ezekiel dengan nada lembut, tapi sekali lagi, anak itu tak menggubrisnya. Sampai akhirnya, Elena berdiri dan berkaca pinggang. "Ya sudah kalau kamu tidak mau menurut sama Tante, Tante pergi saja kalau gitu!"Ezekiel yang sedang sibuk bermain terkejut ketika mendengar ancaman Elena. Dia sontak melempar gadgetnya dan berlari memeluk erat Elena dengan ketakutan. "Tante mau ke mana? Katanya mau temenin Iel main? Kok mau tinggalin Iel sih?""Habis kamu juga sibuk main. Kamu tidak mendengarkan perkataan Tante." Elena berpura-pura marah melih
"Tidak biasanya kau baik begini. Apa kau sangat mengkhawatirkanku?"Darryl menoleh. Dia menatap Elena yang menyuapinya makan siang setelah menemaninya dan membantunya yang masih terus bolak-balik ke toilet, walau sekarang tidak separah sebelumnya. "Tidak ada manusia yang tega melihat manusia lainnya menderita," jawab Elena sambil memberi suapan pada Darryl yang masih berbaring. Pria itu tampak tersentak mendengar jawabannya, tapi pada akhirnya, Darryl menerima suapan Elena. "Kau menyindirku?"Elena yang sedang fokus pada makanan Darryl, menoleh seketika dan terbengong sesaat. Dia mencoba menelaah ucapan Darryl, sampai akhirnya menyadari apa maksud pria itu. Elena hampir lupa, Darryl adalah tipe manusia yang akan menari dan mencari keuntungan di atas ketidakberuntungan serta ketidakberdayaan seseorang. "Oh, ya, aku hampir lupa. Kau 'kan bukan manusia."Darryl mendengkus mendengar ucapan Elena, tapi dia tidak membalasnya. Baginya, perkataan wanita itu tidak sepenuhnya salah. Dia meman
Hari-hari berlalu. Perencanaan pernikahan yang diinginkan Darryl telah dirancang dan Elena tidak dilibatkan secara langsung. Semua tentang pesta pernikahan dan apa pun adalah hak mutlak dari Darryl. Elena tidak mampu menolaknya dan menerima dengan pasrah. Elena kembali menghabiskan waktunya bersama Ezekiel di rumah dan terkurung. Sementara Kathleen mulai sibuk bekerja dan selalu berangkat berdua dengan Darryl. Entah ini hanya alasan atau bukan, tapi Elena tetap merasa terganggu. Kathleen pada akhirnya tidak mau pergi dan tetap tinggal di rumah itu. Wanita itu juga sering bersikap kasar padanya. Hanya saja, Elena kali ini tidak pernah mempermasalahkan. Dia juga tidak mengadu pada Darryl, karena dia tahu pria itu akan menganggap dirinya terlalu pencemburu. Elena kesal saat tidak ada yang percaya padanya, tapi dia juga tidak tinggal diam dan membalas apa yang dilakukan Kathleen, sama seperti saat ini. Elena menyiram wajah Kathleen dengan teh yang dia minum ketika wanita itu menghina or
"Jika nanti Elena meninggalkanmu, jangan pernah mencariku."Darryl melangkah gontai saat memasuki rumah. Dia merasa bingung sekaligus khawatir ketika kepalanya terus memutar perkataan Mike. Temannya itu menakutinya, membuatnya merasa semakin khawatir jika apa yang dikatakan Mike benar terjadi. "Tidak ... aku tidak akan membiarkannya," gumam Darryl sambil berjalan menaiki tangga menuju kamarnya bersama Elena. Dia ingin memastikan apakah wanita itu sudah tidur atau belum. Setibanya di kamar, Darryl membuka pintu perlahan dan masuk tanpa menimbulkan suara. Dia langsung melihat ke arah ranjang dan menatap Elena yang sedang tertidur pulas. Bibirnya tersenyum tanpa sadar. Kakinya pun melangkah mendekat, setelah dia mengunci pintu. Darryl merangkak naik ke ranjang dan menatap wajah cantik Elena yang sedang tidur. Tanpa sadar tangannya terulur menyentuhnya. Mengusap pipi putih pucat itu dengan lembut. Wanita muda yang kehadirannya tidak lebih dari sekadar jaminan. Sosok yang berani melawan