Dibawah tatapan smeua orang yang ada di ruangan Cahaya rasa-rasanya ingin melarikan diri. Mungkin Alex bisa melihat niatnya itulah sebabnya kenapa pria itu duduk di samingnya dan menggenggam tangannya erat seolah mencegahnya melakukan niatnya.Cahay gelisah setengah mati. Ini salah satu momen yang paling dibencinya. Orang-orang berkumpul untuk menyelesaikan masalah yang timbul karenanya.“Apa pendapatmu? Kurasa sebagai kepala PR-ku kau pasti punya solusi untuk ini?” Alex yang duduk di sampingnya mulai membuka suara dan Cahaya sungguh tidak menyukai nada suaranya yang mengintimidasi dan penuh tekanan.Adam menghela napas. “Ada 2 solusi yang bisa kuberikan. Cahaya muncul di depan media dan—““TIDAK‼” Cahaya berteriak sebelum ia bahkan menyadarinya—mengejutkan semua orang. Keberaniannya muncul mendengar saran kepala humas Alex. Demi apa pun muncul di media tidak pernah membuatnya nyaman. Bayangan berdiri dibwah pandangan semua orang begitu mengkahwatirkan hingga Cahaya lebih memilih bers
Cahaya menyukai apa yang ia lihat setiap paginya—ralat, tidak setiap pagi karena sepertinya Alex tidur lebih sedikit dibanding dirinya, tapi untuk saat ini Cahaya menyukai apa yang dia lihat.Alex masih tidur dan ini jarang terjadi karena biasanya saat Cahaya membuka mata pria itu sudah berpakaian dengan pakaian kerjanya. Alex pasti kelelahan.Cahaya menumpu kedua tangan dibawah wajahnya, menikmati pemandangan wajah Alex yang tampan. Alex memiliki bulu mata yang lebat dan itu diperindah dengan warna mata hitam dengan iris kekuningan yang menakjubkan. Bibir penuhnya selalu membuat Cahaya penasaran bagaimana rasanya dicium pria itu. Tangannya terulur, gatal ingin menyentuh rahang kokoh Alex, tapi ia mengurungkan niatnya, takut membangunkan Alex.“Kurasa kau menikmati memandang wajahku.”Cahaya membelalak. “Kau…apa kau sudah bangun dari tadi?”Alex berpaling pada Cahaya. “Yup.”Rambutnya yang acak-acakan haya menambah daya tarik pria itu.“Kenapa kau tidak bilang!” cetus Cahaya, merasa d
Alfred tertawa pelan mendengar pertanyaan Cahaya. Matanya yang biasanya tidak menunjukkan emosi kali ini terlihat bersinar. Pertanyaan Cahaya sepertinya benar-benar menghiburnya.“Apa yang membuatmu berpikir seperti itu, Nak? Apa yang bisa aku dan Alex sembunyikan?”Cahaya mengusap lehernya dengan gerakan tidak nyaman. “Karena sepertinya Kakek dan Alex berusaha keras membuatku menjadi sesuatu. Alex bersikeras agar aku ikut pelatihan media dan Kakek juga mengatakan hal yang sama. Jadi menurutku….”Alfred meraih biskuitnya. “Itu hal yang bermanfaat, tahu bagaimana harus bersikap dan mengatakan apa di depan media itu penting karena jika tidak mereka akan menancapkan cakarnya di wajahmu. Itu semacam pelatihan untuk melindungi dirimu.”Cahaya meringis. “Kurasa media tidak seburuk itu, Kek?”Polos dan lugu.Cahaya sama sekali tidak tahu kalau kekuatan media bisa menghancurkan seseorang sampai hancur tak bersisa, tapi mungkin bukan hal yang tepat untuk mengatakannya sekarang karena Alfred ya
Ambisi bukanlah hal yang buruk. Emosi itu membuatmu kuat dan bertahan, itulah yang selalu diyakini Alex saat ia duduk di kursinya memandang langit dan bangunan-bangunan tinggi menjulang dari ruangan kantornya yang besar dan luas.“Bukan hal yang bagus jika dalam perjalanannya kau melakukan segala cara. Bukan begitu cara kerjanya, Alex.”Itu nasihat grandpanya saat ia mengatakan pendapatnya. Alex memijit pelipisnya, bagaimanapun Alex harus melakukan sesuatu karena sekarang ada Cahaya yang harus ia lindungi.Mengingat wanita itu berhasil menerbitkan senyum di wajah Alex. Tepat seperti yang dikatakan grandpanya, gadis itu jelas membawa perubahan dalam rumah yang kaku dan dingin itu. Cahaya tahu bagaimana membuat suasana menjadi lebih hidup dan berwarna. Bersamanya…Alex selalu merasa bebas seolah beban yang ada di pundaknya terangkat.“Sir…”Alex pasti terlalu sibuk dengan benaknya sampai tidak mendengar suara sekretarisnya. Ia membalik badan dan melihat Viona muncul.“Sir, Olivia dan tim
“Jelas tidak!”Kenapa Alex bahkan tidak terkejut mendengarnya?“Kenapa?”Cahaya melotot seakan mengatakan seharusnya Alex sudah tahu jawabannya dan meski Alex bisa menebaknya tetap saja ia ingin mendengar alasannya.“Lihat aku,” Cahaya merentangkan tangannya seolah Alex belum melihatnya dengan jelas.“Aku sedang melihatmu.”Cahaya memutar matanya. “Aku bukan orang berpendidikan, jika ada sesuatu yang benar-benar bisa kulakukan dengan baik maka membuat kekacauan berada dalam urutan teratas. Selain itu aku tidak tertarik sama sekali dengan dunia saham kalian.”“Apa yang membuatmu tertarik Cahaya?” tanyanya penasaran.Sebelum Cahaya menjawab pintu kantornya diketuk. Viona muncul dengan senyum minta maafnya.“Maaf Sir, pertemuan selanjutnya akan berlangsung dalam 10 menit.”Alex tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Apa sudah selama itu ia dan Cahaya berbicara? Aneh bagaimana waktu terasa cepat berlalu padahal biasanya Alex cenderung merasa cepat bosan. Ia melirik Cahaya yang sibuk
“Bagaimana rasanya menjadi wanita cacat? Pasti menyedihkan?”Wanita cacat?Itu penghinaan yang menyakitkan, terutama ketika yang mengatakannya seseorang yang kau hormati, tapi Cahaya tidak akan menunjukkannya. Menunjukkan kalau kata-kata itu melukainya hanya akan membuatnya terlihat lemah dan Cahaya tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Sebagai respon Cahaya menarik sudut mulutnya ke atas.Alex memiliki jenis tatapan hangat yang menenangkan sementara pria di depannya memiliki tatapan seperti harimau. Waspada dan mengintimidasi.“Tidak menyedihkan, Ayah, karena aku dikelilingi orang-orang baik.”David menyentuh dagunya sementara tatapannya tidak pernah beralih dari Cahaya.“Ouh ya? Setahuku disleksia membuatmu menjadi bodoh. Tidak bisa membaca, tidak bisa berhitung angka sederhana dan bahkan menentukan arah. Kurasa kau jauh lebih bodoh dari anak 7 tahun.”Sabar, sabar.Bunga tersenyum. “Tidak bodoh. Kami disleksia tetap bisa menjadi manusia normal seperti yang lainnya. Kami bekerja da
“Apa?” wajah Alex menunjukkan kalau pertanyaan itu benar-benar mengejutkannya. Setidaknya misi untuk mengalihkan pembicaraan berhasil meski sekarang Cahaya benar-benar penasaran setelah melihat ekspresi terkejut Alex.“Kenapa kau terkajut?”Alex menggerakkan kepalanya ke satu sisi. “Itu bukan pertanyaan yang kupikir akan kau tanyakan. Kenapa kau penasaran? Apa ini berhubungan dengan ucapan pria itu?”Pria itu? Padahal itu ayahnya.“Bukan,” kilahnya, mengutuk dirinya sendiri karena hampir saja pembicaraan yang dimaksudkan untuk meringankan suasana terancam gagal dilakukan karena ia tidak bisa menahan mulut.“Aku hanya penasaran. Kau tahu? dalam film-film yang kutonton biasanya pria kaya dengan kedudukan sepertimu selalu dikelilingi banyak wanita cantik.”“Kau cemburu?” goda Alex, matanya berkilat geli.“Apa? tentu saja tidak!” bantah Cahaya. “’Aku hanya ingin membuktikan teoriku.”“Teorimu?”“Bahwa pria kaya selalu dikelilingi banyak wanita.”Bibir Alex melengkung ke bawah. “Kurasa kau
Secepat sentuhan itu datang secepat itu juga menghilangnya. Alex bahkan belum benar-benar menyadari apa yang terjadi saat Cahaya membuat jarak di antara mereka. Saat ia menatap Cahaya, gadis itu terlihat luar biasa malu dan juga salah tingkah.Alex menyembunyikan senyumnya. “Kau sesenang itu ya?” Kalau tahu Cahaya begitu menyukai apa yang ia berikan seharusnya ia memberikannya lebih cepat.Cahaya mengangguk, tampak malu. “Itu impianku sejak dulu, memiliki studio sendiri.”Well, itu menjelaskan senyum bodoh dan juga tindakan yang menyertainya itu. Alex membuka mulut hendak mengatakan sesuatu. Namun, getar ponselnya menghentikan niatnya. Saat ia meraih ponsel dari saku celana nama Viona muncul di layar ponselnya.“Ya, ada apa, Viona?”“Sir, gaun untuk istri Anda sudah sampai. Saya hanya ingin menyampaikan hal itu. Seperti yang Anda instruksikan saya menyediakan beberapa gaun sebagai pilihan alternatif.”Oh, gaun untuk peresmian hotel baru mereka. Alex melirik Cahaya yang sekarang sedang