Alfred tertawa pelan mendengar pertanyaan Cahaya. Matanya yang biasanya tidak menunjukkan emosi kali ini terlihat bersinar. Pertanyaan Cahaya sepertinya benar-benar menghiburnya.“Apa yang membuatmu berpikir seperti itu, Nak? Apa yang bisa aku dan Alex sembunyikan?”Cahaya mengusap lehernya dengan gerakan tidak nyaman. “Karena sepertinya Kakek dan Alex berusaha keras membuatku menjadi sesuatu. Alex bersikeras agar aku ikut pelatihan media dan Kakek juga mengatakan hal yang sama. Jadi menurutku….”Alfred meraih biskuitnya. “Itu hal yang bermanfaat, tahu bagaimana harus bersikap dan mengatakan apa di depan media itu penting karena jika tidak mereka akan menancapkan cakarnya di wajahmu. Itu semacam pelatihan untuk melindungi dirimu.”Cahaya meringis. “Kurasa media tidak seburuk itu, Kek?”Polos dan lugu.Cahaya sama sekali tidak tahu kalau kekuatan media bisa menghancurkan seseorang sampai hancur tak bersisa, tapi mungkin bukan hal yang tepat untuk mengatakannya sekarang karena Alfred ya
Ambisi bukanlah hal yang buruk. Emosi itu membuatmu kuat dan bertahan, itulah yang selalu diyakini Alex saat ia duduk di kursinya memandang langit dan bangunan-bangunan tinggi menjulang dari ruangan kantornya yang besar dan luas.“Bukan hal yang bagus jika dalam perjalanannya kau melakukan segala cara. Bukan begitu cara kerjanya, Alex.”Itu nasihat grandpanya saat ia mengatakan pendapatnya. Alex memijit pelipisnya, bagaimanapun Alex harus melakukan sesuatu karena sekarang ada Cahaya yang harus ia lindungi.Mengingat wanita itu berhasil menerbitkan senyum di wajah Alex. Tepat seperti yang dikatakan grandpanya, gadis itu jelas membawa perubahan dalam rumah yang kaku dan dingin itu. Cahaya tahu bagaimana membuat suasana menjadi lebih hidup dan berwarna. Bersamanya…Alex selalu merasa bebas seolah beban yang ada di pundaknya terangkat.“Sir…”Alex pasti terlalu sibuk dengan benaknya sampai tidak mendengar suara sekretarisnya. Ia membalik badan dan melihat Viona muncul.“Sir, Olivia dan tim
“Jelas tidak!”Kenapa Alex bahkan tidak terkejut mendengarnya?“Kenapa?”Cahaya melotot seakan mengatakan seharusnya Alex sudah tahu jawabannya dan meski Alex bisa menebaknya tetap saja ia ingin mendengar alasannya.“Lihat aku,” Cahaya merentangkan tangannya seolah Alex belum melihatnya dengan jelas.“Aku sedang melihatmu.”Cahaya memutar matanya. “Aku bukan orang berpendidikan, jika ada sesuatu yang benar-benar bisa kulakukan dengan baik maka membuat kekacauan berada dalam urutan teratas. Selain itu aku tidak tertarik sama sekali dengan dunia saham kalian.”“Apa yang membuatmu tertarik Cahaya?” tanyanya penasaran.Sebelum Cahaya menjawab pintu kantornya diketuk. Viona muncul dengan senyum minta maafnya.“Maaf Sir, pertemuan selanjutnya akan berlangsung dalam 10 menit.”Alex tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Apa sudah selama itu ia dan Cahaya berbicara? Aneh bagaimana waktu terasa cepat berlalu padahal biasanya Alex cenderung merasa cepat bosan. Ia melirik Cahaya yang sibuk
“Bagaimana rasanya menjadi wanita cacat? Pasti menyedihkan?”Wanita cacat?Itu penghinaan yang menyakitkan, terutama ketika yang mengatakannya seseorang yang kau hormati, tapi Cahaya tidak akan menunjukkannya. Menunjukkan kalau kata-kata itu melukainya hanya akan membuatnya terlihat lemah dan Cahaya tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Sebagai respon Cahaya menarik sudut mulutnya ke atas.Alex memiliki jenis tatapan hangat yang menenangkan sementara pria di depannya memiliki tatapan seperti harimau. Waspada dan mengintimidasi.“Tidak menyedihkan, Ayah, karena aku dikelilingi orang-orang baik.”David menyentuh dagunya sementara tatapannya tidak pernah beralih dari Cahaya.“Ouh ya? Setahuku disleksia membuatmu menjadi bodoh. Tidak bisa membaca, tidak bisa berhitung angka sederhana dan bahkan menentukan arah. Kurasa kau jauh lebih bodoh dari anak 7 tahun.”Sabar, sabar.Bunga tersenyum. “Tidak bodoh. Kami disleksia tetap bisa menjadi manusia normal seperti yang lainnya. Kami bekerja da
“Apa?” wajah Alex menunjukkan kalau pertanyaan itu benar-benar mengejutkannya. Setidaknya misi untuk mengalihkan pembicaraan berhasil meski sekarang Cahaya benar-benar penasaran setelah melihat ekspresi terkejut Alex.“Kenapa kau terkajut?”Alex menggerakkan kepalanya ke satu sisi. “Itu bukan pertanyaan yang kupikir akan kau tanyakan. Kenapa kau penasaran? Apa ini berhubungan dengan ucapan pria itu?”Pria itu? Padahal itu ayahnya.“Bukan,” kilahnya, mengutuk dirinya sendiri karena hampir saja pembicaraan yang dimaksudkan untuk meringankan suasana terancam gagal dilakukan karena ia tidak bisa menahan mulut.“Aku hanya penasaran. Kau tahu? dalam film-film yang kutonton biasanya pria kaya dengan kedudukan sepertimu selalu dikelilingi banyak wanita cantik.”“Kau cemburu?” goda Alex, matanya berkilat geli.“Apa? tentu saja tidak!” bantah Cahaya. “’Aku hanya ingin membuktikan teoriku.”“Teorimu?”“Bahwa pria kaya selalu dikelilingi banyak wanita.”Bibir Alex melengkung ke bawah. “Kurasa kau
Secepat sentuhan itu datang secepat itu juga menghilangnya. Alex bahkan belum benar-benar menyadari apa yang terjadi saat Cahaya membuat jarak di antara mereka. Saat ia menatap Cahaya, gadis itu terlihat luar biasa malu dan juga salah tingkah.Alex menyembunyikan senyumnya. “Kau sesenang itu ya?” Kalau tahu Cahaya begitu menyukai apa yang ia berikan seharusnya ia memberikannya lebih cepat.Cahaya mengangguk, tampak malu. “Itu impianku sejak dulu, memiliki studio sendiri.”Well, itu menjelaskan senyum bodoh dan juga tindakan yang menyertainya itu. Alex membuka mulut hendak mengatakan sesuatu. Namun, getar ponselnya menghentikan niatnya. Saat ia meraih ponsel dari saku celana nama Viona muncul di layar ponselnya.“Ya, ada apa, Viona?”“Sir, gaun untuk istri Anda sudah sampai. Saya hanya ingin menyampaikan hal itu. Seperti yang Anda instruksikan saya menyediakan beberapa gaun sebagai pilihan alternatif.”Oh, gaun untuk peresmian hotel baru mereka. Alex melirik Cahaya yang sekarang sedang
“Ini bukan hanya tentang uang, Jonathan, saham perusahaan bisa bermasalah jika rencana musim panas yang sudah dirancang sedemikian rupa terancam gagal.” Ayahnya yang menjabat sebagai direktur pemasaran mulai melancarkan serangannya, tapi Alex sekuat tenaga menahan emosinya. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk kehilangan kendali. Yang dibutuhkannya saat ini adalah otak dingin dan pemikiran tajam yang selalu bisa ia andalkan.Alex memandang semua orang yang duduk memenuhi setiap kursi yang ada. Wajah-wajah gelisah, waswas, takut memenuhi ruangan, membuat suasana di dalam ruangan terasa sesak mencekik. Alex melonggarkan dasinya. Ia berdiri dan menarik napas panjang.“Tidak ada yang berubah. Kita tetap pada rencana awal,” tukas Alex tenang, membuat ruangan kini dipenuhi dengan bisik-bisik seperti dengungan lebah. Alex sudah menduga hal ini akan terjadi, mengingat kebakaran yang terjadi cukup besar ia tahu kata-katanya terdengar tidak masuk akal. “Itu tidak mungkin, Alex.” Ken, selaku d
Tarik napas dalam-dalam kemudian keluarkan secara perlahan. Ya, lakukan terus menerus sampai kau tenang dan bisa bernapas dengan normal.Itu kata-kata yang selalu diucapkan pelatih public speaking-nya kapanpun ia mulai merasa gugup.Cahaya sudah melakukannya selama beberapa menit terakhir dan bukannya tenang tingkat kegelisahannya justru semakin meningkat tajam. Cahaya kembali melakukan teknis pernapasan diafragma seperti yang diajarkan trainernya. Setelah merasa sedikit lebih tenang Cahaya berdiri di depan cermin besar dalam kamar suite-nya.“Baiklah, ucapkan dengan perlahan dan lakukan dengan cepat,” ucap Cahaya pada bayangannya sendiri. Cahaya bisa melihat seorang wanita muda yang kelihatannya seperti ingin pingsan.Kata-kata pelatihnya kembali menari-nari di kepalanya.“Yang penting bukan kata-kata yang ingin kau ucapkan, tapi bagaimana bahasa tubuh dan suaramu saat mengucapkan kata-kata itu. Ingat, kalimat positif sekalipun bisa berubah maknanya jika diucapkan dengan nada yang sa