Bab 109 I dare not dream PLAK! Bening tanpa sadar menampar pipi Elang. “Kamu tidak usah mencari Andini. Percuma!” Mata wanita itu berkaca – kaca sembari memegang tangannnya. Emosinya naik saat melihat Elang hendak membawa Kayana ke rumah Andini. Elang meringis kesakitan, mengusap pipinya yang panas. Wajah kakaknya begitu dekat dan ia sama sekali tidak menyangka Bening yang lembut bisa menamparnya. “Be, kenapa kamu tega menampar adikmu? Salah apa dia?!!” Iswati yang baru pulang pengajian langsung melindungi Elang. “Ma, Bening melakukan itu supaya Elang sadar, untuk melupakan Andini.” “Kak… Andini itu masih istriku. Kayana butuh Ibu. Aku tidak tega melihatnya menderita seperti Evan,” tutur Elang kelu. Dia tidak pernah melihat Bening semarah itu padanya. “Berikan Kanaya kepadaku. Aku mau ke rumah Andini.” Dia masih bersikeras hendak pergi ke rumah istrinya. Tubuh Bening bergetar. Selama ini, dia bungkam tidak menceritakan pertemuannya dengan Andini. “Untuk apa kamu mencari perempua
Bab 110 Sunday morning “Kita mau ke mana ini?” tanya Bening kaget ketika Kama tiba – tiba menjemputnya di depan pintu pesawat. Kemudian mobilnya menuju Helicopter Apache AH – 64, menunggu di depan mereka. “Kita mau menemui Papa di Gunung Gajah, dan helicopter adalah transportasi yang paling nyaman dan cepat bisa membawa kita ke sana?” Mata coklat Kama teduh menatap Bening. “Haa serius? Kenapa kamu tidak bilang dari tadi? Aku belum pamit sama Mama dan Evan?” “Tenang, aku sudah minta ijin sama Tante semalam.” Pria itu mengedipkan matanya. “Ih, kamu suka memberi kejutan yang tak mampu kutolak.” Bening sebel dan sontak mencubit perut Kama. “Aduh, sakit sayang.” Kama meringis. “Papa menelponku terus dan menagih, kapan aku membawamu ke Gunung Gajah. Jadi ya, kupikir minggu ini, waktu yang tepat. Besok kamu dan aku mulai sibuk.” “Setidaknya kamu kan memberi tahuku dulu, supaya aku bisa membawa sesuatu untuk beliau.” Bening mengungkapkan rasa kesalnya pada Kama. “Jangan dipikirkan soal
Bab 111 Stuck in the rain“Sayang, kita tidak bisa pulang hari ini, cuaca sangat buruk. Barusan Kaptep Roni menelponku,” kata Kama. Kaptep Roni adalah pilot helicopter yang ia sewa.Mata Bening tampak kecewa, melihat hujan badai yang tiba – tiba datang mengguyur. Padahal cuaca tadi amat bersahabat. “Mau bagaimana lagi, kita sudah terjebak di Gunung Gajah. Mungkin kita bisa melakukan kegiatan lain untuk menghibur diri,” jawabnya lugas, menyembunyikan rasa khawatir dalam hatinya.Sapto yang mulai tadi memperhatikan Bening turut bicara. “Begitulah di sini, cuacanya extreme dan kadang tidak tentu. Jika mau menggunakan jalan darat pun, percuma, jalannya terjal dan terlalu beresiko jika hujan badai. Tunggulah sebentar, kamu bisa melakukan kegiatan yang kamu suka. Saya punya banyak koleksi buku, alat musik seperti gitar dan piano ada, catur ada dan alat lukis. Pilihlah yang mana yang kamu suka.”Bening menerima tawaran baik itu. “Kalau diijinkan, saya mau melukis Pak.”“Wah, saya tak mengira
Bab 112 When love is gone “Tetap jalan, Pak,” pinta Kama. “Kama apa maksud kamu meminta sopir terus jalan! Apa kamu tidak lihat ada ambulance di depan rumahku?” kata Bening tak terima. “Jalan terus, Pak.” Kama mengabaikan permintaan Bening. Bening benar – benar kesal. “Turunkan aku di sini, Kama! Aku mau pulang dan melihat keluargaku!” Suara Bening mulai meninggi. Pikirannya yang suntuk semakin membelitnya. Wajah Kama serius dan datar. “Apa kamu tidak memperhatikan, ambulance itu kempes bannya?” “Hah, serius?” Bening tidak percaya, kemudian menoleh ke belakang. Ia melihat ada orang yang datang membawa ban dan mengganti ban ambulance itu. “Makanya, jangan panik dulu,” ledek Kama. “Terus kita mau ke mana ini? Kamu tidak membuat kejutan yang aneh – aneh lagi kan?” Kama mengatur posisi duduknya. “Kita lihat saja nanti.” Dia tersenyum penuh misteri. “Ya Tuhan. Ini sama sekali tidak lucu Kama. Kamu tahu di rumahku sedang ada masalah, dan orang tuaku menungguku pulang. Kenapa kamu
Bab 113 Fools “Katakan sejujurnya Andini, apa benar Kanaya itu bukan anak kamu dan Elang?” desak Bening saat menemui sahabatnya itu di rumahnya. Ia sengaja datang ke rumah Andini pagi – pagi sekali. Andini yang masih memakai jubah tidurnya, tanpa ragu menuang anggur putih ke dalam kristalnya yang mahal. Kemudian dia duduk di seberang Bening. Mulutnya yang habis di filler menyesap anggur putih itu dengan nikmat. “Iya. Amir meninggalkan aku setelah mengetahui diriku hamil.” Wanita cantik itu membasahi bibir bawahnya. “Saat itu aku panik, aku takut menambah dosa, jika aku menggugurkan Kanaya. Maka, ketika Elang menawarkan pernikahan. Kuanggap itu jalan ninjaku untuk menyelamatkan muka. Dari awal aku berniat meninggalkan Elang setelah Kanaya lahir.” “Lantas, apa kamu bisa menjelaskan tentang Elang yang mengidam itu?” tanya Bening dengan mata berkilat. Ia tahu Elang sempat drop saat awal Andini hamil. “Aku mensugesti Elang, itu saja.” Dengan santai Andini menyesap anggur putihnya, dan
Bab 14 Agreement “Sebelum istri saya meninggal, dia telah menyiapkan perhiasan buat istri Kama. Tolong terima ini, sebagai tanda pengikat dari Kama.” Sapto melihat orang tua Bening dengan mata lembut. Asisten Sapto kemudian meletakkan kotak kayu berukir di atas meja, dan membukanya. Kedua mata Gatot dan Iswati terbelalak melihat isi kotak tersebut. Di dalamnya terdapat perhiasan lengkap mulai, cincin hingga kalung bertahtakan berlian. Iswati yang duduk di samping suaminya, menelan ludah yang mendadak kering. Sebagai perempuan tak bisa dipungkiri dia terkesima dengan perhiasan seindah itu. Dalam hati dia menaksir harganya mencapai milyaran. Dia ngeri menbayangkan berapa jumlah kekayaan orang tua Kama, sehingga begitu mudahnya memberikan perhiasan dengan harga fantastic. Sementara Bening, terlihat duduk dengan anggun sambil memangku Evan. Kemilau perhiasan itu sama sekali tidak menggetarkan hatinya. “Maaf, Pak, bukannya saya lancang, tidak menghargai niat baik Bapak Sapto. Tapi,
Bab 115 A perfect wedding “Tidak! Tidak! Saya tidak setuju dengan pernikahan mendadak ini!” Iswati melipat kedua tangannya ke depan. Dia memaksa tersenyum. “Saya paham kalian orang kaya dan bisa melakukan semua yang kalian mau, tapi tidak pada anak saya.” Terlihat jelas Iswati melindungi keluarganya. “Halah sok, paling juga menginginkan pernikahan mewah tujuh hari tujuh malam, supaya bisa disombongin ke media sosial,” celetuk Tita dengan mulut mencibir. “Cukup Ibu Tita, saya mendengar apa yang Anda katakan! Saya memang tidak seberuntung kalian, tapi seujung kuku pun, saya tidak berniat pansos kepada Kama!” balik Bening. Dia menatap tajam mata Tita. Tita kaget dengan keberanian Bening menyanggah perkataannya. Wanita yang dianggapnya lemah itu ternyata pemberani. “Stop! Papa minta tolong jaga sikapmu.” Sapto memperingatkan Tita. Dia kemudian menghadap ke Iswati dan Gatot. “Maaf jika sikap saya menyinggung keluarga Pak Gatot. Masalahnya, menurut pendapat saya, lebih baik menyegerak
Bab 116 A slice of life“Oh my God! Meskipun kamu sudah menjadi istri sah Kama, saya tidak sudi dekat – dekat dengan kamu!” ucap Tita songong, saat Bening menyambangi rumahnya siang itu dengan membawa makanan.Kebencian perempuan itu pada Bening telah membuatnya menjadi perempuan buruk, hingga melupakan etika sebagai tuan rumah, dan membiarkan Bening berdiri dari 10 menit lalu.Telinga Anggi yang mendengarnya turut panas, ekor matanya melirik Bening yang berdiri dengan tegar dan tatapan teduh.“Tidak apa – apa, Kak, saya mengerti. Tujuan saya ke sini, selain untuk menjenguk Kakak, saya mau mengajak Kakak untuk menemui Ibu Irina, pekan ini. Beliau ingin sekali bertemu dengan Kakak ipar saya, sekaligus ingin mengajak Kakak bergabung dalam paguyuban Empowering Woman.” Intonasi suara Bening sangat tenang, dan tampak sangat professional menguasai emosinya. “Email resminya, nanti akan dikirim oleh Meli Sudrajat – sekretaris beliau.”Dagu Tita mendongak, sedang tangannya melipat ke depan dad