“Felix!” Cecilia menghampiri Felix dan memeriksa wajahnya. “Kamu tidak apa-apa?!” Cecilia menatap Valency dengan wajah marah. “Valency, tega sekali kamu bertindak seperti ini kepada kekasihmu sendiri!?”Sama seperti Cecilia, semua orang juga dibuat terkejut dengan tindakan Valency. Dengan berani gadis itu menampar kekasih sekaligus idola para gadis-gadis di kampus, di depan semua orang!Namun, alih-alih mempertanyakan kenapa–karena hal itu sudah dijawab Valency beberapa kali sebelumnya–mereka lebih fokus terhadap hal lain, yakni perubahan Valency!“I-ini gila! Apa dia benar Valency Lambert yang itu? Apa dia masih orang yang sama!?”“Ke mana perginya Valency Lambert yang pendiam dan penurut!? Gadis di hadap
Seorang pemuda berambut hitam dengan mata biru mempesona itu tampak tersenyum santai selagi menghadapi Felix. Serentak, semua orang di tempat itu bersorak. “Itu ... Christian Black!” Christian Black, putra bungsu keluarga Black dan alumni dari kampus ini. Bukan hanya itu, dia adalah seorang artis ternama yang wajahnya selalu muncul di iklan-iklan brand terkenal. Dia merupakan idola bukan hanya para wanita kampus tersebut, tapi juga seluruh negara! “Kamu–!” Felix menggertakkan gigi. Felix mengenal Christian, sangat mengenalnya. Lagi pula, mereka sama-sama alumni kampus yang telah lulus dan bahkan pernah berada di satu kelas! Berbeda dari Felix yang melanjutkan kerja di dunia desain perhiasan, Christian beralih menjadi artis. Selama ini, Felix selalu menganggap Christian sebagai saingannya, apalagi kedudukannya sebagai pria terpopuler di kampus berada di bawah Christian. Begitu pula dengan keberhasilannya dalam karir. “Jangan mencampuri urusanku!” Felix berusaha melepaskan ta
“Sial, sial, sial!” Felix memukul kesal setir mobilnya, rahangnya mengetat dengan pandangan penuh amarah. Nafasnya memburu, menandakan emosinya telah memuncak. “Christian Black! Berani-beraninya dia menggangguku!” umpat Felix. Tangannya meremas erat setir mobil untuk melampiaskan amarah. “Lency juga! Apa dia sudah gila karena cemburu!? Bukan cuma mempermalukanku, dia juga menamparku! Dari mana dia dapat keberanian itu!?” celoteh Felix lagi, tak berniat berhenti mengeluarkan emosinya yang meledak-ledak. Cecilia yang sudah bosan mendengar nama Valency terus disebutkan Felix sejak tadi pun mengusap bahu kekasihnya lembut, berusaha menenangkan pria itu seperti biasanya. “Sudahlah, Sayang. Dibandingkan terus memikirkan perempuan itu, kita lebih baik memikirkan hal lain yang lebih penting,” ucap Cecilia dengan nada dibuat lembut dan menggoda. Felix menoleh sejenak, melirik tajam Cecilia. “Lebih penting untuk kita mengembalikan kepercayaan publik dan meyakinkan bahwa desain itu ada
Valency berlari kecil memasuki rumah, langkahnya terhenti begitu menemukan May yang menyambut kepulangannya dengan agak kaget. “Nyonya, jangan berlari. Hati-hati terpeleset,” ucap May saat melihat Valency begitu tergesa-gesa. “A-ah, ya,” balas Valency. Matanya bergerak gelisah ke ruang tamu yang kosong sebelum kembali menatap May. “Jayden di ruang kerja?” tanyanya cepat. May mengangguk pelan. “Dia … marah?” tanya Valency lagi. Senyum tak berdaya terlukis di wajah May. “Tuan pulang lebih awal hari ini dan mencari Nyonya saat pulang. Saat Tuan tahu Nyonya tidak berada di rumah, moodnya jadi sedikit … terganggu. Saya sudah mencoba untuk menjelaskan, tapi ….” May memilih kata-katanya dengan sangat hati-hati, tak ingin menakuti Valency. Akan tetapi, bagaimanapun May berusaha menutupi hal tersebut, Valency sudah terlebih dahulu memiliki firasat buruk. “Aku mengerti. Aku temui dia dulu. Terima kasih, May,” balas Valency sebelum melesat menuju ruang kerja Jayden. Sesampainya di depa
Menyingkirkan seseorang demi menjaga reputasi keluarga, itu adalah cara termudah dan paling sering dilakukan oleh para keluarga kelas atas. Valency tahu jelas mengenai hal tersebut. Di sisi lain, raut wajah Jayden terlihat menggelap mendengar ucapan Valency. “Kamu tahu dan kamu masih berkeliaran dengan sembarangan?” tegurnya. “Mereka tidak akan berani menyerangku di kampus, terlebih kalau aku berada di tempat terbuka, Jay,” jelas Valency. “Selain itu, sopirmu yang kuyakini memiliki kemampuan bela diri seperti pengawalmu yang lain juga berada di dekatku. Aku aman!” Gadis itu tersenyum. Jayden cukup kaget. Dia tidak menyangka kalau Valency memiliki ketelitian yang begitu luar biasa dan sudah memikirkan langkahnya dengan sangat hati-hati. Gadis ini memang tampak polos dan lugu, tapi pemikirannya sungguh di luar nalar. Akhirnya, Jayden pun berdiri dan bertanya, “Siapa yang melakukannya?” Dia mengusap pelan plester yang telah menutupi luka di dahi Valency. “Cecilia Owen?” Valency mengg
Valency yang baru saja keluar dari kamar mandi mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, mencari keberadaan suaminya. Namun, dia tak menemukan Jayden di sana. Hal itu membuat Valency mengernyit. “Apa dia masih di ruang kerjanya?” tanya Valency pada dirinya sendiri. Mengingat hari ini Jayden pulang lebih awal, pasti suaminya itu meninggalkan banyak pekerjaan hanya untuk dirinya. Valency merasa bersalah.Jujur saja, Valency merasa selama beberapa waktu ini, dia sudah terlalu banyak menyusahkan Jayden alih-alih membantunya.Memikirkan hal tersebut, Valency berpikir dia harus melakukan sesuatu untuk Jayden, bahkan bila itu adalah hal kecil. Dengan sebuah ide di kepala, dia pun langsung bergegas menuju dapur. Sesampainya di sana, Valency melihat May yang sedang sibuk menyiapkan bahan untuk makan malam hari ini. “May,” panggilnya, membuat May menoleh.“Nyonya?” ucap May cepat. “Apa perlu sesuatu? Kalau Nyonya ingin makan sesuatu, bisa langsung beri tahukan padaku atau pelayan lainny
Valency tersentak halus merasakan ada tangan yang tiba-tiba melingkar di pinggangnya. Kepalanya menoleh sedikit ke belakang dan mendapati wajah tampan Jayden. “J-jay ... “ Wajah Valency bersemu memerah dan memanas, menyadari tatapan May dan pelayan lainnya kini menatap mereka. Namun, Jayden seolah tak peduli dengan hal itu. Dia malah semakin mempertunjukkan kemesraannya dengan Valency. “Kenapa kamu ada di sini?” tanya Valency gugup sekaligus malu. Jayden meletakkan dagunya di pundak Valency, membuat beberapa pelayan menahan diri untuk tidak memekik melihat kemesraan Tuan dan Nyonya mereka yang sangat jarang. “Ini rumahku, kenapa aku tidak boleh berada di sini?” Jayden balik membalas, menjahili Valency. “Tidak! B-bukan begitu maksudku ... “ Valency menjadi semakin malu dan salah tingkah, membuatnya menundukkan kepala untuk menyembunyikan wajahnya yang benar-benar memerah. Kedua sudut bibir Jayden tertarik untuk membentuk senyum kecil saat menyadari istrinya sedang malu. D
“Kamu mendengarnya?!” Kedua mata Valency membulat sempurna. Jayden terlihat santai, berbanding terbalik dengan ekspresi Valency yang menjadi panik sendiri. Hal itu membuat Jayden terkekeh geli, padahal dia tak akan melakukan apa-apa pada Valency. ‘B-bagaimana bisa dia mendengar percakapanku dengan May?’ tanya Valency lagi dalam hati. ‘Bukankah dia ada di ruang kerjanya?’ Dia tak habis pikir bagaimana Jayden bisa mendengarnya, padahal jarak antara dapur dan ruang kerja Jayden sangat jauh. Jayden yang seakan bisa membaca pikiran Valency mengedikan bahunya santai. “Suara kalian begitu besar, tentu saja aku yang berada di ruang tamu bisa mendengarnya.” Ucapan Jayden membuat Valency melongo dan mematung seketika. Jadi Jayden berada di ruang tamu?! Astaga! Jadi pria itu mendengar semua percakapannya!? Dari awal sampai akhir!? ‘Ya ampun, Valency Lambert. Bisa-bisanya kamu seceroboh itu!?’ Tidak menyangka pria itu ada di ruang tamu, Valency merutuki dirinya sendiri. Seharusnya, dia