Suri mengamati tingkah Wira dari spion tengah mobil. Wira yang duduk di barisan kedua terus saja mencuri-curi pandang pada Damar yang tengah menyetir. Suri tahu apa ada dalam benak putra kecilnya ini. Wira pasti memikirkan apa yang dikatakan oleh Murni tadi. Bahwa mulai hari ini dirinya tidak bisa berdua-dua saja dengan bundanya. Makanya Wira terus saja mencuri pandang pada Damar dengan air muka masam. "Om, ini siapa sih? Pacar Bunda ya?" Suri ternganga. Ia sama sekali tidak menduga kalau Wira berani mengajukan pertanyaan seperti itu pada Damar yang baru pertama sekali dilihatnya. Lebih jauh lagi, dari mana Wira mendapat kosa kata ala orang dewasa tersebut?"Wira. Dari mana kamu mendapatkan kata-kata seperti itu, Nak?" Suri panik. Ia jadi merasa tidak enak pada Damar. Bagaimana kalau Damar tersinggung? Kepanikannya ini berbanding terbalik dengan Damar yang seketika tergelak. Suri menarik napas lega. Syukurlah, Damar tidak marah. Sebaliknya Damar malah mengedipkan sebelah matanya pa
"Ehm, iya, Wira. Tapi tidak semudah itu juga ayah dan bunda Wira memutuskan untuk mempunyai pasangan baru. Mereka berdua pasti akan bertanya kepada Wira terlebih dahulu. Apakah Wira setuju apabila mereka menikah? Oke, Wira?" Damar menjelaskan semuanya secara rinci sesuai dengan usia Wira."Mengerti, Om." Kepala mungil Wira mengangguk. Air mukanya kini terlihat tenang. Tidak murung dan sedih seperti tadi. "Eh tapi pertanyaan Wira tadi belum Om jawab?" Wira tiba-tiba saja mengacungkan jari telunjuknya. Ciri khasnya jika teringat akan sesuatu."Wira. Sudah, Nak. Pertanyaan-pertanyaanmu, nanti di rumah akan Bunda jawab semuanya. Kasihan Om Damar kalau kita tidak jalan-jalan. Om Damar masih banyak kesibukan, Nak." Suri panik. Suri tahu pasti, pertanyaan apa yang akan ditanyakan oleh Wira pada Damar. "Tidak apa-apa, Suri. Biarkan Wira menanyakan hal yang mengganjal di hatinya." Damar menenangkan Suri yang seketika terlihat panik. Damar mengerti, Suri takut kalau Wira akan menanyakan hal-h
"Semua syarat untuk pengambilan akta cerai sudah lengkap belum, Ri? Jangan ada yang ketinggalan. Ntar kita repot lagi harus bolak-balik."Wanti yang tengah duduk santai di sofa ruang tamu, mengingatkan sahabatnya sekali lagi. Hari ini ia akan menemani Suri mengambil akta cerai di Pengadilan Agama. Pengambilan akta cerai ini adalah proses terakhir yang menyatakan bahwa Suri dan Pras sudah bercerai. Sebagai sahabat Wanti ingin merayakan hari kebebasan Suri yang hakiki ini, dengan mengajak sahabatnya ini hang out bersama.Sebenarnya pengambilan akta cerai ini bisa diwakilkan oleh Abdi sebagai pengacara Suri. Namun Suri bersikeras ingin mengambil akta cerainya sendiri. Suri bilang lebih puas rasanya memegang akta cerai sendiri dibanding memegangnya dari tangan orang lain. Apapun itu Wanti tetap akan menjadi pendukung nomor satu Suri."Sudah kok, Ti. Tapi aku periksa sekali lagi deh." Suri yang baru keluar dari kamar, ikut duduk di sofa. Ia kembali membuka tasnya. "Nomor berkas perkara, s
Wanti mencebikkan bibirnya. Ekspresi Wanti memang mencela. Namun lihatlah gemintang berpendar di kedua mata indahnya. Ekspresi bahagia itu tidak mampu Wanti sembunyikan. Suri tersenyum penuh rasa syukur. Ia ikut bahagia untuk Wanti. Untuk cinta yang tiba-tiba hadir di hati sahabatnya ini, dan juga berani percaya pada laki-laki lagi. Dua puluh menit kemudian, mereka telah tiba di pengadilan. Seperti yang dikatakan oleh Abdi, sesampai di pengadilan, Suri menunjukkan nomor perkara yang dimaksud. Memperlihatkan identitas dirinya, dan membayar biaya PNBP dan beberapa biaya-biaya lainnya. Lima menit kemudian akta cerai pun sudah ada di tangannya."Akhirnya, aku benar-benar bebas, Ti." Suri memandang akta cerai di tangannya dengan mata basah. "Kamu menangis, Ri? Kamu menyesal telah bercerai?" Wanti khawatir melihat air mata Suri. Juga tatapan nyalang di matanya. Jangan-jangan Suri menyesal karena sudah menceraikan Pras "Tidak, Ti." Suri menggeleng."Aku menangis karena aku bahagia. Karena
Sore yang cerah. Suri tengah asyik memeriksa finishing hasil rajutan para pekerja di ruko. Dua hari lagi semua hasil rajutan akan dikemas. Baik itu rajutan pesanan online dari marketplace ataupun pesanan dari luar negeri. Khusus pesanan dari luar negeri ini adalah hasil dari endors-an Miss Jennifer Smith tempo hari. Miss Jennifer yang kerap mengenakan bikini dan bucket hat hasil rajutannya di media sosial, mendapat apresiasi positif dari followers-followersnya. Alhasil para followers Miss Jennifer beramai-ramai memesan bikini dan bucket hat-nya di website Suri Craft and Creations. Suri sangat gembira karenanya. Suri tersenyum puas kala memeriksa hasil tehnik blocking rajutan dua hari lalu. Setelah mengalami dua kali kegagalan, syukurlah kali ketiga ini finishing rajutannya berhasil. Alhamdullilah.Sebelum melakukan pengemasan, Suri memang selalu melakukan tehnik blocking terhadap hasil produksi rajutannya. Ya, salah satu ciri khas dari Suri Craft and Creations adalah semua hasil ra
Setelah mengutarakan niatnya, Damar segera menggulung lengan baju. Ia menurunkan gulungan bahan lizard sintetis itu dengan sekali raup. "Sudah, Pak Damar. Cukup bahan lizard ini saja yang Bapak turunkan. Gulungan bahan motif crocodile itu berat. Nanti Bapak tidak kuat. Bapak kan tidak biasa bekerja keras." Suri benar-benar tidak enak hati karena telah memperlakukan Damar seperti kuli angkut. Damar menyipitkan mata. Ternyata Suri memandangnya remeh. Suri bilang apa tadi? Bahwa bahan-bahan itu berat dan ia tidak kuat mengangkatnya? Suri benar-benar telah membanting harga dirinya. Berarti di mata Suri, dirinya hanyalah executive muda klemar-klemer yang tidak bertenaga. Hah, yang benar saja. Damar tersenyum licik. Baiklah. Terlanjur basah, ia akan mandi saja sekalian. Sebelum menjalankan akal bulusnya, Damar memperhatikan sekeliling. Tidak lucu juga kalau ada salah seorang pekerja yang akan meniru modusnya. Dari hasil pengamatan Damar, keadaan cukup kondusif. Para pekerja sudah berpin
Suri mendecakkan lidah ketika melihat mobil Murni terparkir di halaman rumah Bu Ajeng. Sungguh, saat ini ia sedang malas bermain drama setelah seharian bekerja. Tujuannya tadi mengikuti Damar hanyalah karena ia ingin menghargai Bu Ajeng yang sudah mengundangnya. Kalau saja tidak memikirkan perasaan Damar, Suri ingin sekali ia memutar balik mobilnya. Tapi rasanya tidak etis bukan? Apalagi Damar tadi menunggunya bekerja hampir satu jam penuh. Ada beberapa masalah mengenai pengiriman yang tertahan dibea cukai. Suri harus menelepon ke sana dan ke mari untuk meloloskan produknya. Suri kaget saat Damar membunyikan klakson. Lamunannya buyar. Damar mengklaksonnya mungkin karena ia tidak kunjung keluar dari mobil. Padahal mobilnya sudah terparkir rapi. Setelah mematikan mesin mobil, Suri meraih tas tangannya. Baiklah, apapun yang terjadi akan ia hadapi. Toh selama ini ia sudah berkali-kali mematahkan provokasi Murni. Ditambah sekali ini seharusnya bukan masalah. Suri menutup pintu mobil ser
Damar tersenyum lebar. Lihatlah ibunya ini memang pintar sekali menyusun strategi. Kalimatnya pertamanya saja sudah bermakna sekali bukan?"Ada Mama dan Chika juga lo, Oma. Kami tidak disuruh duduk juga?" Lagi-lagi Chika menyela. Suri beradu pandang dengan Damar. Rasa-rasanya kalimat-kalimat yang dilontarkan Chika agak tidak biasa. Terlalu dewasa untuk anak kecil berusia sepuluh tahun."Kamu dan mamamu 'kan bukan orang lain di sini. Sudah termasuk tuan rumah. Masa sih tuan rumahnya disuruh-suruh lagi. Benar tidak?" Bu Ajeng memberi pengertian pada cucunya dengan bijak. Namun tak urung ekor matanya menyambar Murni yang tersenyum simpul. Melihat senyum itu, Bu Ajeng sudah bisa menyimpulkan sesuatu. Murni cuma mulai mencuri start untuk mempengaruhi Chika rupanya. Sebaiknya nanti ia akan memperingati Murni secara khusus. Ia tidak menyukai trik-trik kotor ini. Apalagi melibatkan anak sendiri. Keji sekali mengotori hati anak-anak yang masih suci dengan kecemburuan pribadi."Mari, sekarang