Sebuah kalung emas dengan liontin diamond yang berkilau, begitu indah, seketika membuatku netraku membeliak, karena terkejut bahagia bercampur haru, semuanya jadi satu.Model rantai kalungnya yang tipis dengan sebuah liontin berlian, sangat simpel namun begitu anggun dan elegan.Aku menatapnya dengan senyum merekah di bibir."Spesial aku memesan hadiah ini untukmu, anggap saja hadiah pertama dariku untuk istriku.""Masya Allah Mas, ini indah sekali. Terimakasih Mas." Ia mengangguk tersenyum, kemudian bangkit dari duduknya menyingkap sedikit hijabku dan memakaikannya di leherku.Untung saja makan malam spesial ini, tempat ini memang di sediakan khusus untuk kami berdua jadi tak ada pengunjung lain yang duduk di area ini. Jadi aman."Nah, cantik. Secantik orangnya.""Ah masak, makasih ya.""Ya. Aku suka melihatmu tersenyum." Ia meraih jemariku dan mendekatkan pada bibirnya. Mengecupnya cukup lama.Selesai makan kami sejenak menikmati suasana malam dari sini, pemandangan alam di bawah k
"Lidia," ucap Mas Raffi pada wanita itu."Raffi," gumamnya pelan.Ternyata Alina, gadis kecil cantik jelita ini adalah anaknya Lidia, wanita yang pernah menjadi ratu di hati suamiku, meski itu di masa lalunya."Ekhem!" Aku sengaja berdehem setelah beberapa saat mereka bersitatap. Keduanya langsung menoleh menyadari ada sesuatu."Ehm, Alina, sini Sayang," ucap Lidia lembut pada Putrinya."Mas Raffi kamu apa kabar?"Terlihat sekali suasana canggung diantara keduanya.Aku yang tadinya merendahkan tubuhku dengan Alina kini kembali berdiri tegap di sebelah Mas Raffi."Aku baik, oh ya, Lidia, kenalkan ini Putri, Istriku," ucap Mas Raffi seraya merangkul bahuku."Oh, ya. Saya Lidia, saya ....""Lidia ini teman SMA-ku dulu, Sayang," ucap Mas Raffi. Aku pun mengulas senyum padanya dan meraih uluran tangannya, kami berjabat tangan."Putri, aku senang bisa berkenalan denganmu Lidia.""Ah ya, sama. Nggak nyangka ya setelah sekian lama kita tak berjumpa, kita justru tak sengaja bertemu di sini. Ap
Sampai di Bandara Jakarta, kami sudah di jemput oleh Yanto untuk langsung pulang ke rumah Mama Maya."Alhamdulillah yang abis bulan madu sudah pulang, gimana? Seru? Lancar nggak?" Baru saja kami mendaratkan tubuh di sofa, sudah di berondong pertanyaan oleh Mama Maya."Alhamdulillah Ma," sahutku."Mama, anak baru pulang kok langsung di tanyain macam-macam. Biarlah mereka istirahat dulu, makan dulu, baru ngobrol dan tanya," tegur Papa."Ya Mama kan penasaran aja Pa.""Ya, yang pasti seru lah, Mama kayak nggak pernah ngerasain bulan madu aja.""Ya kalau kita kan udh lama banget dulu Pa, ya jelas beda lah," cetus Mama."Apa perlu kita bulan madu kedua? mumpung anak sudah married, jadi sudah tenang. Kita yang tua juga ndak kalah romantisnya sama yang muda, ya nggak Ma," ucap Papa, membuat aku dan Mas Raffi seketika saling pandang."Papa serius?" ucap Mama langsung antusias."Ya serius lah, kapan sih Papa pernah nggak serius sama Mama. Mau nggak?""Ya mau dong Pa. Ayok! Udah lama juga kita
"Hallo Tante.""Hallo Raffi! Kamu di rumah kan?" sahut Tante Syakira dari seberang sana, aku bisa mendengarnya karena ponsel Mas Raffi diloudspeaker."Iya Tante, ada apa?""Kamu tolong cari Dea Fi, sejak semalam dia belum pulang. Tante sudah menelpon teman-temannya tapi nggak ada yang tahu Dea ada di mana. Tante bingung harus minta tolong sama siapa lagi kalau bukan sama kamu Fi."Aku menghela napas mendengarnya. Sedangkan Mas Raffi hanya menatapku."Kenapa harus Raffi Tante. Aku harus cari dia di mana? Rumah teman-temannya aja aku nggak ada yang tahu," ketus Mas Raffi pada Tantenya itu."Ya kan kamu laki-laki, ya bisa lah kamu cari di tempat dimana sering anak muda itu pada nongkrong," ucap Tante Syakira sedikit memaksa."Ya tapi kan aku juga capek Tante, baru sampai Jakarta tadi malam.""Aduh Raffi please, tolonglah bantu Tante Fi, Tante bingung. Kamu masak tega sih, sama Tante sendiri nggak mau bantu.""Bukan begitu Tante, tapi–""Halah sudahlah, kamu memang selalu banyak alasan s
"Jadi Dea memang punya hutang sejumlah uang sama Mbak Dian?" tanyaku pada wanita yang kini duduk di depanku. Kami memutuskan untuk duduk sebentar di pinggiran lokasi fashion show yang sedang berlangsung."Ya. Dan dia berjanji akan membayarnya setiap bulan, dengan mencicilnya.""Berapa memangnya jumlah uang yang dia pinjam?" Raffi ikut bertanya sepertinya dia penasaran."Memangnya kau mau membayarnya?" tanya Mbak Dian ketus. Dari caranya bicara memang dia terlihat sedikit angkuh, mungkin itu memang sudah pembawaan karakternya. Aku bisa memahami."Ya tak ada salahnya kan aku bertanya.""Lima puluh juta."Aku dan Mas Raffi terkesiap. Untuk apa Dea meminjam uang sebanyak itu?"Bagaimana? Apa kau mau membayarnya. Aku sendiri memang sedang mencari Dea, sudah dua hari ini dia tak kelihatan batang hidungnya. Awas saja kalau dia sampai kabur, akan kupastikan akan menempuh jalur hukum untuk menagih hutang padanya."Mbak Dian tampak geram."Saya justru diminta mamanya untuk mencari keberadaan D
"Apa Tante tahu, di mana rumah Ficki?" tanya Mas Raffi pada Tante Syakira yang tampak begitu cemas.Beliau menggeleng sambil terus berpikir."Ya Allah terus gimana ini Fi, Tante benar-benar khawatir sama Dea," ucapnya mulai panik."Tenang dulu Tante. Kita pikirkan sama-sama. Jangan lupa terus berdoa semoga Dea baik-baik saja. Ah ya, satu lagi tadi Mbak Dian, managernya Dea bilang kalau Dea juga ada sangkutan hutang dengan beliau Tan, apa Tante tahu?"Tante Syakira mengerenyitkan dahinya. "Hutang?""Ya, dan jumlahnya cukup banyak.""Berapa?" tanya Tante Syakira tampak begitu penasaran juga kaget kalau anak-anak gadisnya ternyata punya hutang dengan orang lain."Memang Berapa jumlah hutangnya?""Lima puluh juta Tante."Tante Syakira terperangah."Nggak, nggak mungkin Fi, Tante sendiri berusaha memenuhi semua kebutuhan dia? Lalu untuk apa dia hutang sama orang sampai segitu banyak?!" Tante Syakira terlihat begitu syok."Tante tenang, tenang dulu.""Bagaimana Tante bisa tenang Fi, Dea ng
"Apa? Kamu?" Mas Raffi menatap Dea tak percaya dengan apa yang Dea ucapkan. Dea mengangguk sekali lagi. Mas Raffi mengusap wajahnya kasar."Astaghfirullah," gumamnya pelan. Aku menepuk pelan punggungnya agar ia bersabar dan coba dengarkan apa penjelasan Dea."Duduk dulu yuk, kita bicara Dea." Aku mengajak Dea dan Ficki untuk duduk dan bicara dengan kepala dingin. Mereka saling tatap sebelum kemudian mengangguk menyetujui."Ayo Mas, kita duduk dulu." Aku merangkul lengannya. Aku paham sekarang pasti dia sangat syok, bagaimana pun Dea masih sepupunya dan berita ia hamil sebelum ada ikatan pernikahan dengan seorang laki-laki, tentu ini menjadi aib bagi keluarga.Tak bisa kubayangkan bagaimana reaksinya Tante Syakira ketika mendengar ini. Dea yang selalu berada di puja puji olehnya, kini justru mencoreng namanya. Ia tengah mengandung benih dari seorang laki-laki yang bahkan sangat ia benci karena dianggap tidak setara dengan keluarga.Berkali-kali aku melihat Mas Raffi menghela napas."J
Kaget, syok, pasti itu yang di rasakan Tante Syakira sekarang."Apa kamu bilang tadi?" tanya Tante Syakira sekali lagi, kali ini kedua netranya memerah. "Ak–aku hamil, Ma!"Plak!Sebuah tamparan keras kembali mendarat di pipi Dea."Anak kurang ajar, kamu ya! Mama susah payah membesarkan kamu, ini balasan kamu sama.Mama!" teriak Tante Syakira sambil menjepit rahang Dea begitu keras. Sampai wajahnya menengadah ke atas, menatap wajah ibunya yang sudah benar-benar diliputi amarah luar biasa."Tante, Tante! Sabar dulu Tante," ucap Mas Raffi mencoba menenangkan Tante Syakira juga karena tak tega melihat Dea."Diam kamu! Nggak usah ikut campur!" sentak Tante Syakira tajam."Kamu benar-benar melempar kotoran di wajah mamamu ini Dea! Setelah semua yang Mama lakukan untuk kamu, ini balasan kamu? Hah!"Dea menangis tergugu, ia sampai terisak karena mungkin tak menyangka mamanya ternyata bisa semarah ini."Ma–maafin Dea Ma. Maafin Dea," ucapnya terbata ditengah tangisnya. Bahunya terguncang heba