"Ada apa ini?" Suara bariton yang cukup berwibawa menghentikan tangan Evita yang sempat akan melayang ke pipi Mutiara.
Semua orang menoleh ke asal suara, tampak lelaki dengan wajah tegas dan sombong memandang ke arah Evita dengan sengit, beberapa orang tampak segan dan mundur pelan-pelan. Mutia sendiri hanya diam, dia sedikit heran kapan pula lelaki ini datang ke sini? biasanya juga tidak mau menghadiri acara apapun yang diadakan oleh keluarga Mutia."Kak Tommy? eh, anu ... Kapan datang?" tanya Evita dengan gugup."Aku sudah dari tadi, tampaknya kau akan melakukan sesuatu pada istriku, ya?" tanya Tommy dengan sorot mata mengintimidasi"Eh, nggak kok, kita hanya mengobrol biasa saja, iya kan, Mutia?" jawab Evita dengan takut-takut.Mutia yang dibawa-bawa namanya hanya melengos, dia bahkan pergi ke stand makanan seperti yang akan dia lakukan tadi."Aku akan mengambil makanan," ujar Mutia dengan nada tidak peduli."Kalau begitu, silahkan nikmati pestanya kak Tommy, aku akan menyapa teman-temanku dulu," jawab Evita yang langsung melesat meninggalkan tempat itu.Tommy akhirnya menghampiri Mutia, lelaki itu bahkan meminta Mutia untuk mengambilkan makanan untuknya. Mutia patuh melakukan apa yang diminta oleh Tommy, bukannya dia sudah mulai menyukai lelaki ini, tetapi sebisa mungkin dia tidak ingin ada masalah di depan umum seperti ini."Bagaimana pertemuannya dengan Pak Rio?" tanya Tommy setelah Mutia memberikan sepiring bika Ambon kesukaan lelaki itu."Alhamdulillah, lancar! Pak Rio mau memberikan kesempatan pada perusahaan kita untuk memasok produk di supermarketnya. Dia bahkan menyediakan Rak khusus untuk semua produk kita.""Hmm, bagus! terus bekerja seperti itu."Tommy memandang puas atas kinerja Mutia, seperti bos yang memandang puas pada kinerja bawahannya. Bukan pada suami yang kagum pada istrinya, Mutia merasakan itu. Awalnya hatinya sangat kecewa, dia sangat merasa tidak puas. Tetapi lama-lama terbiasa juga, dia bahkan sudah menganggap Tommy bukan lagi suaminya, hanya sekedar atasannya di kantor saja."Ambilkan aku minum!" perintah Tommy."Minum apa?""Apa di sini ada minuman beralkohol? kalau ada ambilkan lah!""Aku rasa tidak ada, biar bagaimanapun, Pamanku itu masih punya agama.""Kalau begitu ambilkan apa yang ada! gak usah banyak omong!""Ya, maunya apa sih? cola, sirup, jus atau apa?""Kubilang terserah!"Mutia hanya bersungut mendengar bentakan kecil Tommy. Dasar lelaki brengsek, bisanya hanya bisa memerintah saja! itupun tidak jelas! Nanti kalau diambilkan tidak sesuai selera marah-marah!Ketika sampai di stand minuman, Mutia bingung mau mengambilkan minuman apa. Di sana banyak minuman segar maupun hangat yang tersaji. Akhirnya wanita itu memutuskan hanya mengambil sebuah air mineral gelas beserta pipetnya daripada ribet."Mutia! di mana otakmu? di sana banyak sekali minuman manis, kenapa kau hanya mengambilkan aku air mineral? Kau niat nggak sih?!"Nah, kan? sesuai perkiraan Mutia, Tommy pasti marah jika apa yang dia mau tidak sesuai."Tadi kutanya minum apa, jawabnya terserah! ngapain sekarang protes?" jawab Mutia sedikit kesal."Kau punya otak kan? mikir, dong! gitu aja gak bisa mikir!" hardik Tommy."Aku mana bisa tahu apa yang Mas pikirkan?""Jawab aja kau bisanya, cepat ambil sana!"Suara hardikan Tommy sekarang mengundang beberapa orang memperhatikan mereka, hal itu membuat Mutia jengah. Dia langsung buru-buru menuju stand minuman. Sebelum dia mengambil beberapa minuman, dia melihat Renata yang berjalan ke arahnya."Renata! Kebetulan, bawa minuman-minuman ini ke tempat pak Tommy. Saya akan menyapa beberapa orang.""Sebanyak ini, Bu?""Iya."Mutia menyerahkan sebuah nampan yang berisi beberapa gelas minuman. Dia sudah sangat malas menghadapi Tommy. Setelah itu Mutia berjalan menuju ke arah mertuanya yang tengah berbincang dengan beberapa temannya."Mama," sapa Mutia dengan sopan pada mertuanya itu."Mutia, eh sini ... ini loh, Jeng ... Mutiara menantuku," ujar Diana pada teman-temannya membanggakan menantunya."Wah, ternyata cantik banget menantu Jeng Diana.""Iya, lah. Anak Jeng Diana juga ganteng juga pewaris tinggal gitu! dia ini keponakannya Jeng Erni, sayang sekali Jeng Luna gak bisa hadir pada pernikahan mereka, padahal pernikahannya di hotel Novotel loh? meriah banget," ujar salah satu teman Diana memuji wanita itu, membuat Diana sangat bangga."Iya, sayang banget gak bisa datang, Jeng Luna," timpal Diana sambil tersenyum bangga."Kalau gak salah, mereka sudah satu tahun menikah, kan? sudah hamil apa, belum?" celetuk Luna membuat Mutia jengah mendengarnya.Bagaimana mau punya anak? suaminya bahkan tidak mau menyentuhnya."Belum rezeki mungkin, Jeng. Sampai saat ini belum ada," jawab Diana sambil menatap Mutia seolah menuntut sesuatu pada menantunya itu."Mutia! Kok malah di sini?!"Semua orang menoleh ke arah pria yang memanggil Mutia dengan suara kencang."Tommy?! akhirnya kamu datang juga. Mama pikir kamu gak mau datang?" ujar Diana dengan antusias."Hmm," gumam Tommy sambil mengangguk acuh tak acuh menanggapi perkataan ibunya."Mumpung kalian berdua ke sini, Mama mau bicara. Ayo, kita ke sana!" perintah Diana sambil menunjuk salah satu meja di sudut yang terbilang agak sepi."Saya ke sana dulu ya, Jeng ...," ujar Diana pada teman-temannya dan langsung mengambil tangan Tommy dan mutiara bersamaan.Setelah sampai di meja yang dituju, Diana langsung meminta anak dan menantunya duduk di hadapannya. Wanita paruh baya dengan penampilan elegan ini memandang keduanya dengan tatapan tajam."Dengar, ya ... kalian berdua! Mama minta tahun depan istrimu ini, Tommy ... harus sudah hamil!" ujar Diana dengan suara yang ditekan dan penuh ultimatum.Mutiara hanya membeku mendengar permintaan mertuanya ini. Selama ini Diana tidak pernah menuntutnya seperti ini, wanita itu bahkan selalu menghiburnya jika ada yang menanyakan tentang kehamilannya."Mama! haruskah hal seperti ini dibicarakan di sini? dibicarakan di rumah kan bisa!" ujar Tommy dengan nada tidak senang."Mumpung Mama bisa bertemu dengan kalian berdua! di rumah kalian juga susah ditemui! apalagi kamu, Tommy! mulai sekarang hentikan main-main dengan banyak wanita! perhatikan saja istrimu!" bentak Diana dengan tidak sabarDiana bukannya tidak tahu apa yang dilakukan oleh Tommy selama ini diluar sana, wanita itu bahkan sudah sering kali menasehati putranya tetapi tetap saja tidak digubris, hal itu sungguh membuatnya tidak tahan lagi sekarang."Mama, tahun ini perusahaan masih belum stabil, jadi aku juga belum siap hamil. Nanti jika perusahan sudah stabil, aku baru bisa mempertimbangkannya. Kalau aku hamil, aku tentu harus banyak istirahat, tidak boleh melakukan pekerjaan di kantor lagi," ujar Mutiara meminta pengertian mertuanya."Mutia, pekerjaan di kantor itu tanggung jawab Tommy. Tanggung jawabmu cuma memberikan keluarga Sanjaya keturunan dan ahli waris," ujar Diana dengan nada tidak puas.Tommy hanya memperhatikan Mutia dengan tatapan tajam. dia sangat tidak suka melihat wanita ini mengeluh tentang pekerjaan di kantor, selama ini menurutnya hanya itu yang membuat Mutiara berguna untuknya. Mendengar Mutiara menolak untuk hamil juga menyentil egonya sebagai lelaki, selama ini dia melakukan main-main pada semua wanita karena perempuan yang dinikahinya ini selalu dengan tatapan datar.Tommy adalah pria yang sangat mendominasi, egonya sangat terluka ketika dia merasa tidak diinginkan. Selama ini dia selalu ditatap dengan tatapan mendamba oleh banyak wanita. Apalagi perjodohan ini membuatnya terpaksa melakukannya, begitu juga Mutiara. Awalnya dia sangat marah karena ternyata Mutiara sudah memiliki kekasih, dia bertekad akan menaklukan wanita itu, tetapi dia juga tidak ingin menyiksa Mutiara di atas ranjang, pantang baginya memaksa hal yang satu itu, akhirnya hanya dengan menyiksanya lewat pekerjaan dan menyelingkuhi wanita itu baru Tommy merasa puas.Akhirnya Diana hanya bisa menahan amarahnya pada putranya ini. Selama ini Diana berharap agar Tommy mau tinggal bersamanya agar hubungan suami istri ini bisa harmonis, tetapi ternyata putranya sudah membeli tempat tinggal, sehingga Diana tidak bisa sepenuhnya mengendalikan putra dan menantunya."Baiklah, Mama tunggu kehadiran kalian di rumah Mama besok. Jangan mengelak lagi!" Pesta anniversary Hilman masih berlangsung dengan meriah, dipanggung kedua pasangan paruh baya itu tengah memotong kue ulang tahun, disusul tepuk tangan yang meriah. Semua anggota keluarga diminta Hilman ke atas panggung tak terkecuali Mutiara dan Tommy. Semua anggota keluarga menerima suapan cake dari tangan lelaki paruh baya itu. "Mutia, aku minta maaf. Ini, kuberikan minuman soda ini sebagai tanda maaf dariku. Kita ini saudara, sudah seharusnya aku berterima kasih padamu, tetapi selama ini aku selalu memusuhimu."Mutiara cukup terkejut mendengar perkataan Evita. Gadis itu sengaja mendatanginya dan memberikan
Suara berisik dan lenguhan terdengar dari kamar mandi. Mutiara sudah tidak tahan, guyuran air dingin dari kran tidak dapat meredakan rasa panas yang menjalar di seluruh tubuhnya, justru semakin membuatnya tersiksa. Kamar ini hanya dilengkapi dengan shower, tidak ada bath tub-nya. Tubuh Mutia sudah kedinginan, tetapi rasa aneh itu malah semakin menjadi-jadi. "Ouh!" lenguh wanita itu sambil meraba seluruh tubuhnya. "Ouh, aku kenapa? Ah ...."Ada perasaan nyaman ketika tangannya meraba bagian sensitifnya, perasaan itu menimbulkan sensasi tersendiri yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.BrakTiba-tiba pintu kamar mandi terbuka lebar, tentu saja Mutia terkejut luar biasa. Sesosok lelaki dengan tubuh tegap, rahang tegas dan di tumbuhi bulu-bulu halus, berdiri di pintu dengan mata menyipit menatapnya intens."Hei, siapa kamu? ke_ kenapa masuk ke ... ke sini?" tanya Mutia dengan gugup manakala lelaki itu melangkahkan kakinya dengan perlahan."Pergi ... pergi ...."Dengan tubuh gem
Diaz duduk termenung di kursi kebesarannya, jarinya tak lepas menjepit sebuah rokok, menghisapnya perlahan, asap mengepul di ruangan ini menggumpal, lalu menyebar. Rais terpaksa membuka jendela, sudah sering diingatkan agar atasannya jangan merokok dalam ruangan ber-AC, tetapi lelaki itu mana peduli, akhirnya membuka jendela dan mematikan AC yang bisa Rais lakukan.Sejak pagi Diaz tampak galau dan gelisah, sudah hampir dua bungkus rokok yang dibakar sia-sia. Ketika ditawari makan siang, lelaki itu juga menolak. "Kenapa masih di sini? bukankah kau mau makan siang?" tegur Diaz yang melihat Rais masih berdiri di ruangannya."Apa anda mau memesan sesuatu? Nanti saya bawakan.""Ya, bawakan saja aku makanan yang bisa dimakan!" perintah Diaz dengan asal Kembali asap rokok memenuhi ruangan ini, rasanya Diaz benar-benar bisa gila memikirkan kejadian tadi malam. Malam tadi sebenarnya adalah malam impiannya, bagaimana tidak? Sudah lima tahun dia memimpikan wanita itu dalam rengkuhannya, tetapi
Sampai ruangan Tommy, lelaki itu masih sibuk mengurusi dokumen di tangannya. Ketika melihat Mutiara, lelaki itu langsung meletakkan dokumen dan menatapnya dengan tajam."Kemarin kamu ke mana?" tanya lelaki itu dengan mata tajam.Mutiara sebenarnya gugup mendengar pertanyaan suaminya ini, namun sebisa mungkin dia menampilkan sikap wajar di hadapannya."Aku menginap di rumah Renita," ujarnya dengan nada biasa."Kenapa kau menginap di rumahnya?" buru Tommy dengan tidak puas."Aku bosan! di rumah juga tidak ada orang. Aku akan menginap di rumah mama, tetapi mama belum pulang juga. Aku hanya butuh teman ngobrol dan nonton drama bersama.""Setidaknya kau hubungi aku atau tinggalkan pesan.""Buat apa? selama ini kutelpon kamu juga tidak mengangkat, kukirim pesan juga tidak dibalas. Aku juga punya titik jenuh dan bosan. Bukankah kau melarangku ikut campur masalahmu? seharusnya kau juga seperti itu padaku.""Aku ini suamimu!""Hanya suami di atas kertas. Apa kau memanggilku demi ini?"Tommy te
Siska Artamevia, hanya karena wanita itulah Tommy menjadi orang yang kehilangan kepribadian. Sekarang yang menanggung akibatnya adalah Mutiara. Kewarasan Tommy tergerus semua karena wanita ini. Mutiara memang belum pernah bertemu langsung dengan wanita ini, tetapi dia selalu melihat penampilan wanita ini yang wara-wiri di layar kaca. Sudah tiga tahun wanita ini menetap di luar negeri, bersama suaminya. Tetapi kenapa dia kembali? Mutiara tidak mengikuti berita tentang wanita ini, buat apa juga? Mereka hanya mantan. Tetapi detik ini, Mutiara merasa meremehkan wanita ini mana kala pegangan tangannya di lengan lelaki ini diurai perlahan, sorot mata lelaki ini begitu berbinar menatap ke arah panggung.Apa lagi yang diharapkan pada lelaki ini? Bukankah dia juga sering diselingkuhi dengan banyak wanita? Bertambah satu lagi mantannya, apa bedanya? Mutiara hanya berdecak, selanjutnya dia berjalan perlahan bergabung dengan istri Rio Dewanto, sambil sesekali mengamati pergerakan suaminya.Memang
Sesuai dugaan Mutiara, Tommy memang tidak pulang. Bahkan sampai dua hari. Dia juga tidak pergi ke kantor, pasti mengencani artis itu. Mutiara bersikap biasa saja, dia bekerja seperti biasa, pulang ke rumah seperti biasa. Tidak ada yang berubah di hidupnya. Tommy bahkan pernah pergi selama sebulan waktu berkencan dengan seorang foto model, mereka berlibur ke Pulau Hawai. Ini baru dua hari belum ada apa-apanya. Tetapi yang membuat gerah, pagi ini Clarisa sudah menunggu di ruangannya dengan wajah congkak, seolah-olah dia istri sahnya Tommy."Mau apa kamu ke sini?!" tanya Mutiara dengan nada tidak suka "Kenapa Pak Tommy tidak ke kantor dua hari ini?" tanya Clarisa dengan mengintimidasi."Loh, aku pikir dia pergi ke tempatmu?" "Apa?" Clarisa menyipitkan matanya heran melihat Mutiara yang biasa saja mendapat cercaan darinya."Anda kan istrinya, Bu! tapi anda kok tidak tahu ke mana Pak Tommy pergi, gimana sih?""Aku memang istrinya, tetapi kamu kan kekasihnya? kekasih ... itu artinya orang
"Siska rela menjadi yang kedua. Jadi aku akan menjadikan istri kedua. Kamu tetap menjadi istri pertamaku."Tubuh Mutiara menegang seketika. Brengsek, ternyata lelaki ini tidak akan melepasnya sama sekali. "Bukankah kau cinta mati dengan wanita itu? Kenapa masih tidak mau melepaskan aku?" ujar Mutiara dengan suara bergetar, menahan emosi yang sudah menumpuk di dada."Bagaimana aku bisa melepaskan mu? kau adalah tambang emasku. Aku akan menjadikan Siska istri yang kucintai bahkan kutiduri, sementara kamu bertugas menjaga perusahaan ku, bagaimana? kurang baik apa aku?"Prangspontan Mutiara melempar gelas yang dipegangnya, tepat sasaran! gelas itu mengenai kepala Tommy dan jatuh pecah beberapa bagian di lantai. Tommy yang tidak menduga akan hal itu, menatap Mutiara dengan mata melotot, darah segar mengalir dari pelipisnya.Mutiara juga tidak menduga dengan tindakan spontan nya itu, tangannya gemetar dan wajahnya pucat, darah di pelipis Tommy sudah mengalir hampir mengenai mata."Kau ber
Sudah seminggu Mutiara dikurung di rumah ini oleh Tommy. Setiap pagi dan sore hari akan datang ART paruh waktu yang akan membersihkan rumah, berbelanja dan memasak. Tommy tidak akan membiarkan Mutiara bekerja apapun di rumah ini. Ada dua satpam dan setiap hari berjaga di luar setiap hari bergantian untuk menjaga rumah, tujuannya agar Mutiara tidak kabur dari rumah. Sudah satu Minggu sejak peristiwa itu juga Tommy tidak kembali ke rumah itu, entah kemana perginya lelaki itu? tidak membuat Mutiara pusing memikirkannya, dia justru lega tidak melihat lelaki itu. Terserah dia mau bermalam di manapun dengan wanita manapun. Walaupun dikurung, Tommy masih tetap mengijinkan mutiara bekerja dari rumah. Tip hari Renata akan mondar-mandir dari kantor ke rumah atasannya itu untuk membawakan pekerjaan. Kadang kala dia menyuruh kurir kantor jika tidak sempat, kadang juga orang-orang kantor ataupun pabrik yang berkepentingan padanya akan datang ke rumah.Sore ini dia didatangi oleh tim pengembang pr