"Heish. Aku tidak boleh terlambat."Sudah sangat buru-buru sekali Reiko. Dia juga memikirkan perusahaannya.Inilah yang membuat Reiko yang sudah masuk ke dalam mobilnya dan keluar dari lingkungan cluster rumah Hartono, dia langsung menginjak pedal gasnya agak dalam. Reiko tidak mau buang banyak waktu di jalan."Akunya mau cepat tapi jalan ke arah sana bagaimana ini? Lambat sekali. Macet banget."Keluar dari kota wisata Cibubur Reiko langsung menemukan kemacetan yang lumayan padat merayap. Ini juga yang membuat dirinya menggerutu.Ini masih siang hari. Tapi jalanan lumayan padat untuk kecepatan 40 km/jam saja sulit. Menyebalkan sekali untuknya. Jalanan yang hanya selebar itu penuh dengan mobil."Macam mana ini? Apa aku tidak akan telat ini?"Reiko benar-benar tidak bisa berkonsentrasi lagi, yang dipikirkannya hanya rapatnya saja.Harap-harap cemas. Dia tidak pernah se-keteteran seperti sekarang ini. Tapi memang kejadian hari ini lumayan berat untuknya."Untung saja. Hanya lima menit te
"Satu hal yang pasti kamu tidak bisa main rahasia-rahasiaan sama papamu Reiko." Endra belum menjawabnya, tapi dia sudah memicingkan matanya"Dan Papa juga ingin penjelasan darimu. Apa kamu masih memperjuangkan kerjasamamu dengan Aurora Corporation yang sudah ditentang kakekmu?"Endra cukup sabar untuk tidak bicara masalah ini tadi di telepon saat pagi sebelum Reiko pergi ke tempat HartonoDia bisa menunggu sampai mereka memang bertemu muka sehingga tidak ada lagi yang ditutupi baik dari mimik wajah dan Reiko bisa menjelaskan face to face"Hmm." Reiko sebetulnya masih ingin tahu Bagaimana papanya menyiapkan rencana keamanan begitu rapihnya.Tapi sepertinya Endra Adiwijaya tidak akan memberikan informasi itu semudah yang dipikirkan oleh Reiko kalau dia belum melewati semua pertanyaan dari papanya."Ini demi karirku Papa. Jadi aku mohon padamu jangan campuri dulu urusan yang satu ini.""Aurora Corps mencari tahu tentang dirimu dan Brigita. Mencari tahu tentang keluarga kita juga aku ras
"Jangan khawatir. Aku sudah mengurus itu semua. Lagi pula apartemen itu bukan atas nama kakekmu jadi kamu tidak perlu khawatir."Inilah salah satu kelemahan dari Adiwijaya. Tanah dan bangunan apartemen itu tidak ada hubungannya dengan Adiwijaya setelah dibalik nama ke nama Reiko, sebagai hadiah ulang tahunnya dari Adiwijaya.Karena itu Reiko memang memiliki ruangan yang paling luas di penthouse. Dua lantai sekaligus itu adalah pribadi miliknya.Dan apartemen itu saat ini memang masih diurus oleh papanya karena Reiko belum memutuskan untuk mengurus manajemennya sendiri. "Jadi Papa sudah membuat semuanya aman dari kakek?”"Aku sudah mengurusnya lebih dulu. Karena aku yakin dari awal dia menolak hubunganmu dengan Brigita karena kau pasti masih membawa wanita itu ke apartemen. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Dan Lesmana tidak bisa menembus ini. Aku benar-benar menjaga tempat tinggalmu."Tentu saja Reiko bersyukur dengan apa yang dikatakan papa-nya ini.Pria itu memang menjaga anakny
"Bagaimana kamu bisa yakin akan mendapatkan itu dari Hartono?"Sebelum menjawab lagi-lagi Reiko tersenyum"Dia mengatakannya sendiri padaku kalau dia memang tidak tertarik Papa. Dia tidak berpura-pura padaku. Dia tidak menginginkan harta itu meskipun dia adalah darah daging Adiwijaya.""Apa kamu yakin menantunya juga tidak akan menggugat ini?""Pria itu lagi." Reiko membubuhkan kembali senyum di bibirnya sambil menggelengkan kepala"Dia sama sekali tidak punya ketertarikan soal ini Papa.""Kamu jangan tertipu Reiko.""Aku bisa menjamin. Semua yang Papa inginkan itu bisa jadi milik Papa. Dia tidak sama sekali menginginkannya dan kalaupun kakek memberikan kepadanya dia akan mengembalikan kepada Papa."Tadinya Endra Adiwijaya terlihat sangat tegang sekali saat membicarakan ini dengan anaknya. Tapi mendengar penjelasan dari Reiko dia sedikit cooling down."Baiklah anggap saja aku percaya padamu."Agak lega hati Reiko ketika mendengar ini dan dia pun tersenyum"Tapi berjanjilah ini adalah
"Dia pikir sikapnya itu bisa membuat aku memikirkan bahwa dia adalah orang yang baik begitu?"Sesaat ketika Reiko sudah meninggalkan dapur pagi tadi, Aida justru malah mencibir sambil berbisik lirih seperti itu. Matanya kini menatap ke arah talenan kayu di mana tadi Aida menyiapkan sandwich beralaskan talenan itu. "Ah, rapikan ini sajalah, jadi aku tidak perlu melihat mereka kalau mereka nanti berangkat. Pekerjaan pertama sudah selesai dan tak ada lagi yang harus aku lakukan. Jadi sekarang, aku bisa santai-santai di kamar. Hehehe."Tak buang waktu. Semua itu diselesaikan oleh Aida kurang dari sepuluh menit sehingga dengan cepat dia bisa melesat ke dalam comfort room-nya dan mulai men-scroll handphone, berselancar di media sosial.Tak ada kegiatan pagi itu. Jadi sudah paling benar kalau dirinya mengecek-ngecek media sosial. Karena memang tak ada lagi yang bisa Aida lakukan.Gabut tak tahu ingin melakukan apa sampai akhirnya Aida ketiduran sendiri karena bosan."Ya ampun sudah hampir
'Haduh, Alhamdulillah, atas bawah, semua ruangan selesai juga semuanya.'Aida memijat lehernya. Pegal sekali. Dia juga memijat lengannya karena pekerjaan hari ini cukup melelahkan saat dirinya keluar dari ruang kerja dan mengutarakan kalimat itu"Tapi sepertinya aku belum bisa bersenang-senang."Hanya ada satu hal yang ketika ditatapnya membuat dirinya mengerucutkan bibir."Ntar dulu lah, aku mo solat dulu."Itu yang terucap dari bibir Aida saat dirinya melangkahkan kakinya ke dalam kamar. Dan inilah yang dilihat oleh Reiko yang membuat dirinya sangat kesal"Ah, jadi dia membersihkannya setelah dia masuk ke kamarnya dulu? Apa yang dilakukan di kamar itu dulu? Apa dia buang air kecil? Atau dia istirahat dulu?"Reiko tak tahu. Dia juga tidak memperhatikan jamnya. Dia yang tadinya ingin marah pada Aida karena menelantarkan satu bagian yang terpenting.Tapi kali ini dia bisa tersenyum sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya namun matanya masih tetap memandang laptop itu."Serius se
"Ternyata tidak seperti yang kubayangkan. Mereka menerima begitu saja tanpa melakukan perlawanan apapun?"Tenang rasa di dalam hati Reiko ketika dia menutup telepon dan Sandi sudah mengatakan dia tidak akan lagi menguntitnya. Yah, walaupun tidak setiap waktu dia dikuti tapi tetap saja kalau ditunggu setiap pulang kerja, tetap menyebalkan untuk Reiko."Baiklah sekarang aku akan mengecek dulu surat perjanjian itu."Reiko baru ingin membuka laptopnya lagi dan mengecek emailnya ...dreet dreetSuara getaran di meja itu pun kembali mengganggu."Akhirnya dia menghubungiku." Senang hati Reiko ketika dia melihat nama di layar ponselnyaReiko: Bee, aku senang kamu hubungiku.Saat gawainya sudah menempel di telinganya kalimat itu terlontar dari bibir Reiko dengan senyumnya yang merasa lega.Brigita: Apa kamu sudah mendapatkan jalan keluarnya?Brigita tidak berbasa-basi menanyakan bagaimana kabar Reiko, apakah dia sudah makan atau belum? Bagaimana urusannya hari ini atau minimal meminta maaf ka
"Hoaaaam." Aida menutup mulutnya saat dirinya berguling-guling di tempat tidur sebelum dia melantunkan doa dan membuka matanya. Saat ini dalam posisi duduk, Aida mengarahkan netranya melihat ke arah jam dinding."Alhamdulillah sekarang aku bangunnya nggak kesiangan."Dia langsung tidur selepas Isya karena tak punya tenaga lagi.Tempat tinggal Reiko itu sangat besar sekali. Bukan seperti apartemen pada umumnya. Luas lantai atas dan bawah ini satu ukuran dengan besar gedung apartemen itu.Jadi sama saja Aida membersihkan dua lantai sekaligus. Ini membuat tubuhnya merentek. Aida butuh waktu untuk terbiasa."Solat dulu ajalah."Syukurlah semua itu ada positifnya juga. Tidur cepat membuat dirinya bangun lebih awal di jam tiga seperti waktu biologis biasanya.Aida juga bisa dengan santai berdoa dulu, tidak terburu-buru seperti kemarin.Keluar dari kamar setelah salat subuh pun dia juga lebih tenang. Tahu apa yang harus dilakukannya dan sambil berjalan menuju dapur dirinya juga membawa pitch