Seorang lelaki mengeram kesal mendapati ia baru saja terbangun dengan keadaan tubuh polos tanpa sehelai benangpun. Erick, ya lelaki muda itu menatap sekeliling kamar hotel yang baru beberapa menit yang lalu ia sewa bersama Riska, wanita cantik yang harusnya sekarang tengah menghabiskan waktu berdua bersamanya.Namun, kenyataannya wanita itu telah pergi entah kemana setelah berhasil membodohinya. Erick sadar sebelum dirinya jatuh pingsan, Riska sempat menawarkan minuman dengan alasan agar permainan mereka semakin bergairah.Erick tidak pernah menyangka, jika ternyata Riska telah memasukkan sesuatu ke dalam minuman itu hingga akhirnya ia tertidur dan tak sadarkan diri. Dan saat ia terbangun, Erick hanya melihat tubuhnya sendiri yang polos serta semua pakaiannya yang sudah tercecer di lantai. Dengan cepat ia mencari tas hitam miliknya, dan lagi-lagi kedua matanya memicing ke arah tas tersebut yang isinya sudah terlihat berantakan. Bahkan ponsel miliknya pun sudah tergeletak begitu saja
Semenjak mendapat penolakan dari Roy saat di rumah sakit waktu itu, kesehatan Bu Lasmi benar-benar menurun. Ia jadi sering mengurung diri di dalam kamar. Sampai untuk urusan makan, Papa Wahyu harus membujuknya berkali-kali, barulah sang istri mau membuka mulutnya dan menelan makanan yang ia siapkan. Itu pun hanya beberapa suap saja, setelah itu Bu Lasmi akan menolak apapun makanan yang suaminya coba tawarkan. Hal ini membuat semuanya ikut merasa sedih, terutama Alex. Lelaki itu sampai meminta ijin pada Arya karena tidak bisa bekerja seperti biasanya. Alex memilih pulang lebih awal dan memfokuskan diri untuk membantu merawat ibunya sampai ibunya kembali sehat. Meski ada Airin di rumah, tapi ia tidak tega jika harus memaksa istrinya untuk merawatnya, mengingat saat ini Airin tengah hamil muda dan seringkali mengalami mual. Beruntung akhir-akhir ini pekerjaan tidak terlalu menumpuk, jadi Alex tidak merasa bersalah saat harus meninggalkan jam kantor lebih cepat. Sudah seminggu ini Alex
Dua manusia itu menoleh secara serempak saat mendengar suara benda pecah yang lumayan keras dari kamar sebelah. Alex maupun Airin tidak menunggu lama lagi, mereka secara kompak berlari ke arah kamar Ibu dan membuka pintu kamar itu dengan cepat.Mulut keduanya menganga lebar melihat pemandangan yang ada di depan sana. "Bu ...?" Alex langsung berjongkok dan meraih tubuh Bu Lasmi yang sudah tergeletak tak sadarkan diri di atas lantai.Mereka sama-sama panik, hingga tidak memikirkan tindakan apa yang harus secepatnya mereka ambil. Alex berulang kali memanggil nama ibunya dengan perasaan campur aduk, sedangkan Airin masih mematung di tempatnya tadi dengan kedua tangan yang membekap mulutnya sendiri."Lex, ada ap– ...?" Bahkan Papa Wahyu yang baru saja datang langsung shock mendapati tubuh sang istri yang sudah tidak berdaya. Pria itu langsung berlari dan meraih tubuh istrinya kedalam dekapannya. "Apa yang terjadi, Lex?""Pa, Ibu ...?""Cepat bawa Ibu ke rumah sakit!" teriak Papa Wahyu sege
"Kau mau ke mana?" Roy menatap heran penampilan Elisa yang terlihat rapi. Wanita itu juga menenteng tas di tangan dan berjalan terburu-buru. "Mbok, aku nitip Rey sama Lexa sebentar yah?" Bukannya menjawab pertanyaan suaminya, Elisa malah berbicara pada asisten rumah tangganya untuk menitipkan kedua anaknya. "Oh ya Mbok, susu Lexa udah El siapin di kamar." Elisa memutar tubuh lagi saat langkahnya hampir mencapai pintu. "El ...!" Roy mencekal tangan istrinya dengan perasaan geram. Bagaimana pun ia merasa tidak di hargai sama sekali oleh wanita itu. "Kenapa sikapmu kurang ajar sekali?" ucapnya tidak terima. "Apa sih, Kak? Aku buru-buru." Elisa mencoba untuk tidak emosi setelah di tinggalkan begitu saja saat pembahasan tadi. Ia hanya ingin segera pergi dan mengetahui bagaimana kondisi ibu mertuanya. "Kau mau pergi ke mana pagi-pagi begini? Apa kau marah karena masalah tadi?" 'Iya. Aku memang sangat kesal karena kamu nggak percaya, Kak!' Ingin sekali Elisa berteriak seperti itu. Tapi
Elisa pulang ke rumah dengan langkah lunglai dan wajah yang di tekuk masam. Masuk ke kamar hanya untuk membersihkan diri, lalu beranjak lagi ke kamar milik anaknya dan memberikan ASI pada Baby Lexa. Beruntung bayi mungil itu tidak rewel saat di tinggal tadi, jadi Mbok Nah tidak terlalu kerepotan mengurus dua balita sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Roy sejak tadi mengamati gerak-gerik istrinya dalam diam. Ia sama sekali belum berani bertanya apapun, apalagi melihat raut wajah sang istri yang nampak suram. Ia yakin sekali jika saat ini wanita itu sedang tidak baik-baik saja. Dua jam berlalu dengan begitu lambat. Roy yang sudah lelah menunggu Elisa sejak tadi memutuskan untuk menyusul. Mendorong pintu kamar anaknya dengan hati-hati, ia melihat Elisa yang tertidur dengan sangat pulas. Wanita itu berada satu ranjang dengan Baby Lexa, sedangkan Rey berada di tempat tidur yang lain. Roy mendekat dan menyentuh pundak Elisa pelan, "El ...?" Sebisa mungkin Roy mengecilkan suaranya. Ia ta
"Baby Lexa kenapa Non?" tanya Mbok Nah setelah di bukakan pintu oleh Roy. Awalnya Mbok Nah hanya berani menyembulkan kepala dari luar, tapi setelah Roy memintanya masuk barulah perempuan itu berani melangkah lagi untuk mendekat."El juga tidak tahu, Mbok, kenapa malam ini Lexa nangis terus. Padahal badannya tidak demam, popoknya pun udah El periksa masih kering. "Elisa berusaha menenangkan bayinya lagi. Karena dengan di gendong tangisannya tak kunjung juga berhenti, wanita itu memutuskan untuk kembali memberikannya ASI."Menyusu pun tidak mau, bagimana ini, Mbok?" Elisa sudah terlihat panik. Apalagi bibir Baby Lexa sedikit memucat dan tubuhnya semakin bergerak menggeliat. "Coba Mbok yang gendong Non, siapa tahu nangisnya mau berhenti." Perempuan itu mendekat ke arah Elisa, dengan gerakan lembut ia menerima bayi itu dari dekapan sang ibu."Anak pinter, anak baik, anak cantik. Jangan nangis lagi yah?" Mbok Nah sedikit memutar tubuhnya membelakangi Elisa. Mengelus kepala bayi itu lembut
"Non Elisa, bangun Non?" Mbok Nah mengguncang tubuh wanita itu pelan. Lalu melirik lagi ke arah mulut bayi mungil yang terlihat bergerak-gerak. Seakan ia tengah mencari puncak dada sang ibu."Eh, Mbok. Apa Lexa menangis lagi?" Elisa menggeliat, lantas bangkit dan mendudukkan tubuhnya sendiri. Ia mengerjap beberapa kali mencoba mengumpulkan kesadarannya yang belum benar-benar sempurna."Sepertinya Baby L haus Non." Mbok Nah mengarahkan pandangannya ke Baby Lexa. Terkadang tangan bayi mungil itu juga ikut bergerak, meraih apapun yang ada di hadapannya."Biar El susuin dulu, Mbok." Mbok Nah menyerahkan bayi mungil itu yang langsung di sambut oleh kedua tangan Elisa.Sembari menyusui putrinya, mata Elisa menyapu sekeliling ruangan. Ia mencari keberadaan Roy yang tidak terlihat sejak ia membuka mata tadi. Ke mana lelaki itu? Katanya ingin menemani Mbok Nah menjaga putrinya? Nyatanya kini malah menghilang tanpa pamit."Kak Roy kemana, Mbok?" Meski ia sudah tahu kira-kira di mana keberadaan
Sesaat Elisa kehilangan kata-kata, bahkan hanya untuk menjawab panggilan dari Airin yang terdengar berkali-kali pun ia tak mampu. Elisa hanya bisa diam dengan mulut yang terkunci rapat. Panggilan masih tersambung, namun detik selanjutnya ponsel yang berada dalam genggamannya terjun bebas mengenai kakinya sendiri sebelum terbentur dengan kerasnya lantai kamar.Ponsel itu hancur berkeping-keping tepat di bawah kakinya. Elisa masih termangu menatap nanar ke arah depan. Kabar itu begitu mengejutkan hingga ia sendiri tak mampu untuk membedakan ini nyata atau hanya mimpi belaka."Ka–k ..." Bibir Elisa gemetar, memanggil suaminya yang masih terdiam di tempatnya tadi. Ia masih linglung untuk memikirkan apa yang selanjutnya hendak ia lakukan."I–ibu, Kak. Ibu ..." Lagi, bibir seakan kelu untuk mengucapkan. Bagaimana ini? Elisa kebingungan sendiri. Saat kesadarannya sudah pulih, ia langsung bergegas menuju kamar milik kedua anaknya."Mbok ...!" Baru saja kedua matanya terpejam, panggilan dari